ICW Kritik Dewas KPK Bukan Pengawas, tapi Kuasa Hukum Firli Bahuri
Dia menyatakan, laporan ICW kepada Dewas KPK terkait Firli Bahuri kali ini berbeda dengan laporan sebelumnya. Kurnia menegaskan, perbedaan tersebut telah disampaikan ICW kepada Dewas KPK agar Dewas menindaklanjuti laporannya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melayangkan kritikan kepada Dewan Pegawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK). ICW mengkritik Dewas KPK lantaran tak mau menindaklanjuti laporan ICW terkait gratifikasi heli Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri.
"ICW beranggapan Dewan Pengawas KPK saat ini tidak lagi bertindak sebagai lembaga pengawas, melainkan sudah bertransformasi menjadi kuasa hukum Firli Bahuri," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Jumat (2/7).
-
Kenapa ICW mengkritik KPK? Aksi yang dilakukan ICW ini untuk mengkritik KPK karena tak kunjung berhasil menangkap buronan kasus korupsi Harun Masiku sejak empat tahun lalu.
-
Apa yang dilakukan ICW untuk mengkritik KPK? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
-
Bagaimana cara ICW mengkritik KPK? Saat melancarkan aksinya, para aktivis ini tampil memakai topeng pimpinan KPK yang dimulai dari Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, hingga Johanis Tanak.
-
Siapa yang mengajukan gugatan terhadap Dewas KPK? Dewas KPK Ngaku Sudah Antispasi Gugatan Nurul Ghufron di PTUN, Malah Kecolongan Ghufron sendiri sempat meminta kepada Dewas untuk menunda sidang etiknya.
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Dimana penggeledahan dilakukan oleh KPK? Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyebut penggeledahan kantor PT HK dilakukan di dua lokasi pada Senin 25 Maret 2024 kemarin. "Tim Penyidik, telah selesai melaksanakan penggeledahan di 2 lokasi yakni kantor pusat PT HK Persero dan dan PT HKR (anak usaha PT HK Persero)," kata Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (27/3).
Dia menyatakan, laporan ICW kepada Dewas KPK terkait Firli Bahuri kali ini berbeda dengan laporan sebelumnya. Kurnia menegaskan, perbedaan tersebut telah disampaikan ICW kepada Dewas KPK agar Dewas menindaklanjuti laporannya.
"Sejak awal ICW sudah menyampaikan bahwa laporan dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri ke Dewan Pengawas KPK berbeda dengan putusan yang sebelumnya sempat dibacakan. Laporan kami menyasar pada kwitansi pembayaran penyewaan helikopter yang diduga palsu. Sedangkan putusan sebelumnya terkait gaya hidup mewah Firli. Jelas dua hal itu berbeda," jelasnya.
Menurut Kurnia, laporan terkait dugaan etik Firli yang sudah disidangkan Dewas KPK sebelumnya berkaitan dengan gaya hidup mewah. Firli saat itu menerima sanksi etik ringan oleh Dewas KPK. Sementara laporan kali ini berkaitan dengan perilaku tak jujur Firli Bahuri dalam menyampaikan dugaan penerimaan gratifikasi heli.
"Maka dari itu, dalam laporan tersebut, kami menjelaskan duduk persoalan, terutama perihal dugaan diskon yang diperoleh Firli saat menyewa helikopter dan tidak dilaporkan ke bagian gratifikasi dalam kurun waktu 30 hari. Jadi, secara materi pelanggaran, tidak ada alasan bagi Dewan Pengawas untuk menolak laporan tersebut," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan tak bakal mengusut dugaan gratifikasi penyewaan helikopter Ketua KPK Firli Bahuri. Hal tersebut ditegaskan anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris.
"Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," ujar Haris saat dikonfirmasi, Rabu (30/6).
Haris menyebut, terkait dengan penggunaan helikopter yang dilakukan Firli saat perjalanan Baturaja-Palembang sudah diputuskan oleh Dewas. Menurut Haris, Firli sudah diputus melanggar etik, meski ringan.
"Kasus helikopter Pak FB (Firli Bahuri) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," kata Haris.
Haris mengatakan, terkait dugaan penerimaan gratifikasi oleh Firli, masyarakat disarankan melaporkannya ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.
"Dugaan gratifikasi bisa dilaporkan ke Direktorat Dumas KPK," kata Haris.
Diketahui, Firli Bahuri kembali dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik oleh ICW. ICW menyebut, Firli tak bersikap jujur saat menyewa helikopter tersebut. Firli tak melaporkannya kepada lembaga antirasuah.
"Harusnya kwitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal. Kalau kita cermati lebih lanjut, 1 jam penyewaan helikopter yang didalilkan oleh Firli sebesar Rp 7 juta, kami tidak melihat jumlahnya seperti itu, karena 4 jam sekitar Rp 30 juta justru kami beranggapan jauh melampaui itu, karena ada selisih sekitar Rp 140 juta yang tidak dilaporkan oleh ketua KPK tersebut," kata Kurnia.
Dari informasi yang didapatkan ICW, harga penyewaan helikopter jenis Eurocopter (EC) kode PK-JTO yang ditumpangi Firli itu sekitar Rp 39 juta perjam. Sementara Firli menyebut menyewa helikopter tersebut Rp 7 juta perjam.
"Kami melampirkan beberapa temuan kami tekait dengan perbandingan harga penyewaan helikopter di beberapa perusahaan. Dan memang angka disampaikan Firli dalam persidangan Dewas tersebut yang tercantum dalam putusan Dewas sangat janggal dan apalagi helikopter yang digunakan adalah helikopter yang mewah," kata Kurnia.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Pegawai Nonaktif Sebut Pimpinan KPK Tak Bisa Jawab Keberatan Soal TWK
Sebut Tak Punya Wewenang, Dewas KPK Lempar ke Dumas KPK soal Gratifikasi Firli Bahuri
Ketua KPK Sebut Keluarga Berperan Sentral Bangun Budaya Antikorupsi
Di Depan Pejabat Kemenkum HAM, Ketua KPK Ingatkan Pentingnya Integritas
Langkah Ketua KPK Firli Libatkan Lembaga Lain Untuk Pecat Pegawai Dipertanyakan
Novel Baswedan Ungkap Firli Ngotot TWK karena Anggap Ada Pegawai KPK Taliban