IM57 Minta Pansel Diskualifikasi Nurul Ghufron dari Seleksi Capim KPK Usai Disanksi Etik
Sebelumnya Dewas menjatuhkan sanksi etik sedang pada Ghufron karena dianggap menyalahgunakan kewenangan sebagai pimpinan KPK.
Indonesia Memanggil (IM57+) Institute meminta kepada Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera mendiskualifikasi Nurul Ghufron sebagai kandidat.
Permintaan itu menyusul putusan etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang menjatuhkan sanksi sedang kepada Nurul Ghufron atas penyalahgunaan kewenangan sebagai Wakil Ketua KPK.
“Adanya putusan etik yang menyatakan bahwa Nurul Ghufron telah melanggar kode etik. Harus menjadi dasar bagi Pansel Capim KPK untuk mendiskualifikasi Nurul Ghufron,” kata Ketua IM57+ Institute M. Praswad Nugraha melalui keterangan tertulis, dikutip Sabtu (7/9).
Menurut Praswad, putusan etik ini menjadi bukti tidak terbantahkan untuk Pansel mendiskualifikasi Nurul Ghufron dalam proses seleksi Capim KPK yang diketahui masuk sampai tahap 40 besar.
“Pansel tidak menggugurkan Nurul Ghufron maka percuma saja dilakukan serangkaian seleksi untuk menghimpun berbagai informasi mengenai calon Pimpimpinan,” ujarnya.
Sebab, putusan etik mengungkap fakta tindakan Nurul Ghufron menghubungi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian (Kementan) Kasdi Subagyono telah mencoreng integritas KPK.
Tujuan Ghufron menghubungi, untuk memindahkan seorang pegawai Andi Dwi Mandasari dari pusat ke BPTP Jawa Timur. Padahal di waktu yang sama, KPK sedang menangani kasus Eks Mentan Syahrul Yasin Limpo.
Dia khawatir jika Ghufron tak didiskualifikasi, akan memunculkan anggapan proses seleksi capim KPK hanya formalitas belaka.
“Sosok Capim KPK yang melanggar etik bahkan saat dia sedang menjabat sebagai Pimpinan KPK. Niscaya ke depannya akan menghasilkan berbagai potensi keputusan dan tindakan yang melanggar etik pula,” tambahnya.
Sementara itu, dalam sidang etik Nurul Ghufron, kata Praswad, seharusnya bisa dilakukan penyidikan sesuai Pasal 36 juncto Pasal 65 UU KPK tentang hubungan yang terjadi dengan pihak berperkara.
Maka dari itu, putusan etik ini bisa menjadi bukti permulaan bagi KPK, Kepolisian bahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk memulai proses penyelidikan dan penyidikan pada kasus ini
“Dan jika proses penegakan hukum dimulai, maka Nurul Ghufron akan tersandera dengan potensi pidana. Sehingga menjadi mustahil bagi dirinya memimpin KPK dengan independen di masa yang akan datang,” tuturnya.
Sebelumnya Ghufron dijatuhi sanksi etik sedang oleh Dewas KPK akibat penyalahgunaan kewenangan sebagaimana Pasal 4 ayat 2 huruf b Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang integritas insan KPK.
Dengan sanksi sedang itu, artinya penghasilan Ghufron sebagai pimpinan KPK akan dipotong sebanyak 20 persen tiap bulannya selama 6 bulan ke depan.