ICW sebut hak angket bentuk teror dan premanisme terhadap KPK
ICW sebut hak angket bentuk teror dan premanisme terhadap KPK. "KPK bukan bagian eksekutif, KPK bukan bagian kekuasaan eksekutif. Kalau kita baca ketentuan (UU MD3) ini salah alamat. Kalau begini, dilabrak ketentuan seperti ini lama-lama keputusan MA, MK akan diangket juga sama DPR,."
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan hak angket yang didorong Komisi III DPR merupakan bentuk teror dan premanisme terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, hak angket tersebut tidak memiliki substansi yang kuat.
"Ini teror dan premanisme terhadap KPK. Secara politik, tata cara politik tidak sesuai aturan," ungkap Donal dalam talkshow akhir pekan dengan topik 'Meriam DPR untuk KPK' di Warung Daun Jl Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (6/5).
Donal menuturkan, jika merefleksi kembali alasan Komisi III DPR mendorong hak angket, maka terlihat sejumlah kejanggalan. Misalnya alasan Komisi III DPR yang menyatakan hak angket adalah adanya dugaan kebocoran data atau informasi KPK. Jika hak angket terus digulirkan, maka DPR malah memaksa KPK untuk membuka dokumen atau data yang bersifat rahasia.
-
Apa sanksi yang dijatuhkan DKPP kepada Ketua KPU? Akibat pelanggaran tersebut, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.
-
Kenapa ICW mengkritik KPK? Aksi yang dilakukan ICW ini untuk mengkritik KPK karena tak kunjung berhasil menangkap buronan kasus korupsi Harun Masiku sejak empat tahun lalu.
-
Kapan DKPP menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU? DKPP menjelaskan, pelanggaran dilakukan Hasyim terkait pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
-
Apa yang dilakukan ICW untuk mengkritik KPK? Aktivis dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar aksi unjuk rasa untuk mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menangkap Harun Masiku di depan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/1/2024).
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Bagaimana cara ICW mengkritik KPK? Saat melancarkan aksinya, para aktivis ini tampil memakai topeng pimpinan KPK yang dimulai dari Nawawi Pomolango, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, hingga Johanis Tanak.
Selain itu, Komisi III juga beralasan terjadi konflik internal di tubuh KPK sehingga perlu ada hak angket.
"Konflik internal itu melanggar UU apa? Kalau dibandingkan dengan penegak hukum lain seperti kepolisian gesek-gesekan juga bahkan anggota bisa nembak komandannya. Harusnya diangket juga kan," ujar Donal.
"Baru-baru kemarin DPD juga anggotanya dibanting. Kenapa enggak diangket? Artinya konflik internal tidak melanggar UU," sambungnya.
Kepada anggota Komisi III DPR, Donal mengingatkan untuk mengkaji kembali UU MD3 Pasal 24 bahwa hak angket digulirkan guna melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah. Hak angket yang didorong ke KPK dianggap salah alamat karena KPK adalah lembaga independen.
"KPK bukan bagian eksekutif, KPK bukan bagian kekuasaan eksekutif. Kalau kita baca ketentuan (UU MD3) ini salah alamat. Kalau begini, dilabrak ketentuan seperti ini lama-lama keputusan MA, MK akan diangket juga sama DPR," ucapnya.
Baca juga:
Angket KPK, pertaruhan citra DPR di mata rakyat
Bertemu Jokowi, KPK inginkan penguatan bukan revisi UU atau angket
Dukung angket KPK, PDIP dinilai belum matang jadi partai penguasa
DPR didesak tak main-main gunakan angket buat KPK
Jaminan politikus DPR hak angket KPK tak akan ganggu Jokowi
Politisi NasDem: Jika angket gagal, DPR jadi kerdil di mata rakyat
Ketua Komisi III santai hak angket KPK lanjut atau berhenti