Ini penjelasan Teras Narang soal Pergub boleh bakar lahan
Menurut Teras Narang, Pergub tersebut diawali dengan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi besar-besaran di tahun 2007.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di beberapa propinsi di Indonesia sudah pada tahap yang mengkhawatirkan. Hal ini karena imbasnya kabut asap pekat menyelimuti beberapa wilayah di Indonesia.
Salah satu sebab maraknya pembakaran hutan itu adalah aturan soal pembukaan lahan. Bahkan Gubernur Kalimantan Timur (dua periode 2005-2010 dan 2010 hingga 2015) Agustin Teras Narang, saat itu ternyata pernah mengeluarkan Pergub pembukaan lahan dengan membakar lahan. Pergub Nomor 52 Tahun 2008 yang kemudian diubah menjadi Pergub nomor 15 tahun 2010 tersebut kini jadi polemik. Pergub tersebut disebut sebagai biang kerok kebakaran hutan di Kalteng.
"Itu perlu ditanya apa benar seperti itu. Kan pembukaan lahan hutan itu harus ada aturannya. Nah kalau ada izin pembakaran seperti itu berarti tidak legal itu," kata Wakil Ketua Umum Partai Hanura, Nurdin Tampubolon di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (23/10).
Lalu apa penjelasan Teras Narang soal Pergub tersebut?
"Pertama pergub itu memang boleh membakar tetapi bukan berarti bebas-sebebasnya. Itu Pergub hanya berlaku untuk warga bukan perkebunan atau perusahaan," ujar Teras Narang kepada merdeka.com melalui sambungan telepon, Jumat (23/10).
Menurut Teras Narang, Pergub tersebut diawali dengan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi besar-besaran di tahun 2007. Saat itu dirinya langsung mengeluarkan aturan agar dilarang membuka hutan dengan cara membakarnya.
"Tetapi setelah ada larang itu, perekonomian warga menjadi menurun. Warga tidak bisa bercocok tanam lagi. Karena untuk bercocok tanam harus dengan membakar hutan dan itu yang sudah dilakukan sejak seratusan tahun lalu di Kalteng. Nenek moyang saya juga demikian," ujar Teras Narang.
Karena perekonomian warga turun, Teras Narang akhirnya memberikan solusi yakni Pergub nomor 52 tahun 2008 yang isinya boleh membuka lahan dengan membakar. Tetapi itu pun ada aturannya dan batasnya. Juga ada izin yang harus ditempuh.
"Kalau warga si A misalnya punya lahan 1 Ha dan ingin dibuka dan bakar harus izin ketua RT. Lebih dari 1 Ha izin lurah atau kepala desa, lebih dari itu harus izin camat dan seterusnya," terangnya.
Dengan begitu pengawasan terhadap pembakaran hutan menjadi lebih efektif. Selain itu pembakaran hutan juga ada batas waktunya.
"A boleh bakar hutan tetapi B bila ingin bakar hutan juga tunggu punya di A padam, begitu seterusnya. Jadi hanya kebakaran lahan skala kecil," terangnya.
Dengan aturan pergub ini warga Kalteng tetap bisa membuka lahan dan kemudian bercocok taman di lahan gambut yang sudah padam. Politisi PDIP ini juga membantah bahwa Pergub ini kemudian dijadikan dasar oleh perkebunan besar untuk membuka lahan dengan cara dibakar.
"Tidak ada perkebunan yang membuka lahan dengan dibakar, ini karena perkebunan dan industri tidak tunduk dengan Pergub ini. Mereka tunduk dengan UU yang lebih tinggi dari sekadar pergub. Mereka tidak boleh mengikuti aturan dalam pergub. Kalau misalnya ada perusahaan membakar 50 atau 100 hektare, mereka izin dari siapa? bisa diusut nanti," ujarnya.
Teras Narang mengklaim sejak adanya Pergub ini kebakaran hutan tidak pernah luas atau besar seperti sekarang ini. Dengan Pergub tersebut kebakaran hutan dan lahan paling lama satu minggu.
"Saya juga prihatin, kenapa begitu saya purna malah jadi seperti ini. Dulu ketika memasuki bulan Juni saya selalu adakan apel siaga antisipasi kebakaran hutan dan lahan," imbuhnya.