Jaringan GUSDURian Kritik Pemkab Kuningan Larang Kegiatan Jalsah Salanah JA, Minta Pemerintah Turun Tangan
Jaringan GUSDURian menilai larangan yang seolah dibuat untuk ketertiban umum, justru mengancam hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.
Jaringan GUSDURian menanggapi kebijakan Pj Bupati Kuningan yang melarangan kegiatan Jalsah Salanah yang diadakan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Pelarangan tersebut disampaikan oleh Penjabat Bupati Kuningan, setelah melakukan rapat pertemuan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), tokoh agama dan tokoh masyarakat, pada Rabu (04/12).
Jaringan GUSDURian menilai larangan yang seolah dibuat untuk ketertiban umum, justru mengancam hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945. Terutama terkait kebebasan beragama, berserikat, dan berkumpul.
"Pelarangan ini menunjukkan adanya kontradiksi antara kebijakan daerah dengan prinsip dasar kebebasan beragama yang harus dilindungi di Indonesia," kata Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, dalam rilis yang diterima merdeka.com, Jumat (6/12).
Jaringan GUSDURian menegaskan beribadah adalah hak dasar yang tidak boleh diintervensi oleh pemerintah daerah. Alissa menyebut tindakan semacam ini tidak hanya berpotensi melanggar nilai-nilai hak asasi manusia, tetapi juga mengancam kehidupan toleran yang telah lama dijunjung tinggi di masyarakat Indonesia.
"Kebebasan beragama adalah pondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yangseharusnya tidak dibatasi oleh kebijakan lokal yang diskriminatif," katanya.
Alissa menambahkan, atas dasar itulah Jaringan GUSDURian mendesak Pemkab Kuningan untuk mencabut larangan tersebut dan memastikan bahwa kebebasan beragama tetap terjaga di Kabupaten Kuningan.
"Pemerintah daerah seharusnya memastikan hak-hak konstitusional warga terlindungi," katanya.
Pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan Mabes Polri juga diminta segera membatalkan kebijakan yang diambil oleh Pemkab Kuningan. Sebab pelarangan itu tidak hanya inkonstitusional, tetapi juga berpotensi menjadi preseden buruk yang dapat memicu diskriminasi serupa di wilayah lain.
"Mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan dialog yang konstruktif dan inklusif guna serta memastikan hak-hak warga negara tetap dihormati.
Kebijakan yang bersifat melarang seperti ini justru berpotensi merusak kohesi sosial dan menghilangkan keadilan yang seharusnya dirasakan oleh semua warga," katanya.
Alissa juga meminta seluruh elemen masyarakat untuk menjaga toleransi dan memperkuat persatuan dalam keberagaman. Serta bersama-sama kembali
meneguhkan komitmen terhadap hak asasi manusia, terutama dalam hal kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Dengan ini, kami menegaskan kembali komitmen Jaringan GUSDURian untuk terus memperjuangkan keadilan, hak asasi manusia, toleransi, dan kebebasan beragama," ujar Alissa.