Kasus Suap, Bupati Labuhanbatu Nonaktif Divonis 7 Tahun Penjara
Bupati Labuhan Batu Divonis 7 Tahun Penjara. Hak politik Pangonal juga dicabut. Dia tidak dapat dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah bebas.
Bupati nonaktif Labuhanbatu, Sumut, Pangonal Harahap (49) dinyatakan bersalah menerima suap. Dia dijatuhi hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Pangonal juga diwajibkan membayar uang pengganti (UP) senilai Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000. Jika tidak dibayar, maka harta bendanya disita dan dilelang. Apabila hasilnya tidak cukup, maka dia harus dipidana selama 1 tahun.
-
Kapan KPK menahan Bupati Labuhanbatu? Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan sejumlah uang hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Erik Adtrada Ritonga di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (12/1/2024).
-
Siapa yang menjadi menantu Bupati Tuban? Salah satu pendakwah yang menjadi menantu bangsawan pribumi awalnya adalah penyebar nilai-nilai Islam di Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
-
Apa dugaan kasus yang membuat Bupati Labuhanbatu ditangkap? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Labuhanbatu Erick Adtrada Ritonga setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
-
Apa yang diresmikan oleh Prabowo Subianto di Sukabumi? Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto meresmikan lima titik sumber air di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2023).
-
Bagaimana KPK menangkap Bupati Labuhanbatu? Keempatnya ditetapkan tersangka usai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Januari 2024 kemarin.
-
Di mana Stasiun Medan berada? Salah satu bangunan peninggalan DSM yang sampai sekarang masih berdiri kokoh adalah Stasiun Medan. Saat ini, Stasiun Medan sudah menjadi stasiun utama milik PT KAI Divisi Regional I Sumatera Utara.
Bukan hanya itu, hak politik Pangonal juga dicabut. Dia tidak dapat dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah bebas.
Putusan itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (4/4).
Pangonal dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 12 huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Pangonal Harahap terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Irwan.
Putusan majelis hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan. Sebelumnya, Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Pangonal dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain pidana penjara, denda, dan kewajiban membayar uang pengganti, penuntut juga meminta agar majelis hakim mencabut hak Pangonal untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun 6 bulan.
Setelah mendengar putusan, Pangonal kemudian berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. Mereka kemudian menyatakan menerima putusan majelis hakim. "Kita sudah memutuskan, kita menerima," kata Herman Kadir, penasihat hukum terdakwa.
Sementara Penuntut Umum KPK masih belum membuat keputusan. "Kita lihat dulu bagaimana putusannya secara lengkap, karena tadi tidak begitu jelas (suara hakim)," ucap Penuntut Umum pada KPK, Mayhardy Indra Putra.
Sebagian kerabat Pangonal yang hadir pada sidang itu menangis begitu mengetahui putusan majelis hakim. Mereka sudah hadir di ruang sidang sejak pagi.
Dalam perkara ini, Pangonal sebagai Bupati Labuhan Batu, telah melakukan beberapa perbuatan berlanjut, yakni menerima hadiah berupa uang yang seluruhnya Rp 42.280.000.000 serta SGD 218.000 dari pengusaha Efendy Sahputra alias Asiong.
Pemberian uang itu berlangsung sejak 2016 hingga 2018 dan diberikan melalui Thamrin Ritonga, Umar Ritonga (DPO), Baikandi Harahap, Abu Yazid Anshori Hasibuan. Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar dia melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Uang Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000 itu diberikan Asiong agar terdakwa memberikan beberapa paket pekerjaan di Kabupaten Labuhan Batu pada Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018 kepadanya. Dan, terdakwa pun memang memerintahkan jajarannya untuk memberikan proyek kepada perusahaan yang digunakan Efendy Sahputra alias Asiong.
Sebelumnya, Efendy Sahputra alias Asiong (48), telah dinyatakan bersalah menyuap Pangonal Harahap senilai Rp 42,28 miliar dan SGD 218.000. Mejelis hakim menghukum Direktur PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA) ini dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan.
Sementara Thamrin Ritonga sedang diadili. Majelis hakim masih memeriksa saksi dalam perkaranya.
Persidangan perkara ini merupakan kelanjutan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Satgas Komisi Pemberantas Korupsi di Jakarta dan Labuhan Batu, Sumut, Selasa (17/7). Dalam OTT ini, KPK menangkap Bupati Labuhan Batu, Pangonal Harahap di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Sementara Efendy Sahputra alias Asiong menyerahkan diri di Labuhan Batu.
Baca juga:
Bupati Labuhan Batu Dituntut 8 Tahun Bui dan Pencabutan Hak Politik 3,5 Tahun
Berkas Rampung, Tangan Kanan Bupati Labuhanbatu Segera Disidang
Tangan Kanan Bupati Labuhanbatu Diperiksa KPK
Diadili Kasus Suap, Bupati Labuhan Batu Menangis Bersama Keluarga
Penyuap Bupati Labuhanbatu Dihukum 3 Tahun Penjara
Usai Diperiksa KPK, Tangan Kanan Bupati Labuhanbatu Bawa Amplop Cokelat