Kasus Tiktokers Bima Disetop, Guru Besar Hukum: Sejak Awal Tidak Ada Unsur Pidana
Menurut Hibnu, sejak awal tidak ada unsur pidana dalam kritikan yang dilayangkan Bima terhadap kondisi pembangunan di kawasan Lampung.
Polda Lampung menghentikan penyelidikan kasus dugaan ujaran kebencian yang menyeret tiktokers Bima Yudho Saputro. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Hibnu Nugroho menilai, langkah tersebut sudah tepat.
Menurut Hibnu, sejak awal tidak ada unsur pidana dalam kritikan yang dilayangkan Bima terhadap kondisi pembangunan di kawasan Lampung.
-
Siapa yang ditangkap polisi di Bandung? Pegi Setiawan adalah satu dari tiga orang yang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pembunuhan Vina. Pegi Setiawan ditangkap tim Ditreskrimum Polda Jabar dan Bareskrim Mabes Polri di Kota Bandung. Momen itu terjadi saat dirinya pulang bekerja sebagai buruh bangunan.
-
Kenapa Saipul Jamil ditangkap polisi di Jelambar, Jakarta Barat? Saipul Jamil pernah terjerat kasus narkoba dan diamankan oleh Polsek Tambora di kawasan Jelambar, Jakarta Barat.
-
Siapa yang berhasil menjadi Bintara Polisi ? Aqiella Nadya berhasil meneruskan karier ayahnya sebagai anggota polisi usai lolos pada seleksi Bintara Polda Jawa Timur.
-
Siapa yang ditangkap polisi? "Kami telah mengidentifikasi beberapa pelaku, dan saat ini kami baru menangkap satu orang, sementara yang lainnya masih dalam pengejaran," ujar Kusworo.
-
Siapa yang mengundurkan diri dari jabatan Sekda Kota Bandung? Ema Sumarna bersama sejumlah anggota DPRD Kota Bandung terseret kasus dugaan korupsi proyek Bandung Smart City. Ia dikabarkan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekda Kota Bandung.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
“Tepat sekali, saya dukung sejak awal (agar kasus dihentikan) karena tak melihat unsur pidana, saya sendiri melihatnya bukan tindak pidana,” kata Hibnu kepada wartawan, Selasa (18/4).
Hibnu menyebut Polda Lampung tidak bisa menolak laporan terhadap Bimo yang dilayangkan oleh Ginda Ansori. Menurutnya, polisi memang harus menerima setiap laporan yang dibuat oleh masyarakat.
“Polda sebagai penegak hukum mekanisme hukum dilakukan, penyelidikan, lalu setelah gelar perkara dinyatakan tidak ada unsur pidana,” ujarnya.
Sejak video kritik Bima viral dan dilaporkan ke polisi, kata Hibnu, dirinya menyampaikan bahwa tak ada unsur pidana dalam kasus ini. Menurutnya, Bima hanya mengutarakan kritik atas pembangunan di daerah asalnya.
“Saya sepakat sejak awal tidak ada tindak pidana,” katanya.
Hibnu berharap pemerintah daerah lebih bijak terhadap kritik yang dilontarkan masyarakat. Dia mengingatkan bahwa kritik merupakan bentuk evaluasi dari masyarakat sehingga sah-sah saja disampaikan.
“Cuma memang kritik yang santun, dengan bahasa yang baik. Jadi kritik-kritik yang menarik masyarakat. Tidak menggunakan istilah yang mengandung SARA,” ujarnya.
Polda Lampung mengungkap alasan menghentikan penyelidikan kasus dugaan ujaran kebencian yang menyeret tiktokers Bima Yudho Saputro dengan akun tiktok @awbimaxeborn. Dirreskrimsus Polda Lampung Kombes Pol. Donny Arief Praptomo mengatakan, penghentian kasus ini lantaran tidak ditemukan unsur pidana.
"Polda Lampung resmi menghentikan penyelidikan kasus (pengguna) Tiktok (nama akun) Awbimax atau Bima Yudho Saputro karena setelah melakukan klarifikasi terhadap saksi-saksi, laporan tersebut tidak memenuhi unsur untuk dilanjutkan ke tahap selanjutnya," kata Donny, Selasa (18/4).
Donny menjelaskan, Polda Lampung telah melakukan klarifikasi terhadap enam saksi. Dengan rincian, tiga saksi ahli dan tiga saksi masyarakat termasuk pelapor.
"Berdasarkan alat bukti yang telah didapatkan, baik dari keterangan klarifikasi maupun saksi, serta melakukan gelar perkara, hasilnya kami menyimpulkan bahwa laporan atas nama terlapor Bima Yudho Saputro tidak memenuhi unsur pidana," katanya.
Berdasarkan pendapat ahli, lanjut Donny, ‘dajjal’ yang diucapkan Bima merupakan kata benda dan tidak merujuk pada suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) tertentu.
"Tidak juga ditemukan kalimat-kalimat lain yang memiliki makna yang dapat menimbulkan rasa benci atau permusuhan berdasarkan SARA. Maka, kasus ini tidak memenuhi unsur Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 454 ayat (2) UUD RI tentang perubahan atas UUD RI nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," jelasnya, dilansir dari Antara.
(mdk/tin)