Kata Ketum PBNU soal Pansus Angket Haji 2024
Pembentukan pansus angket haji 2024 itu sampai ke telinga pimpinan ormas Islam terbesar di Indonesia yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengajukan hak angket dan membentuk panitia khusus haji untuk menelusuri dugaan penyelewengan aturan yang diduga dilakukan Kementerian Agama saat pelaksanaan ibadah haji 2024.
- Anggota Pansus Haji Mengaku Terima Tekanan Hebat dari Pihak Tak Bertanggungjawab
- PKB Ingatkan PBNU soal Khittah NU: Ini Organisasi Ulama, Bukan Pasar Induk
- PKB Bantah Menyerang: PBNU Kok Tiba-Tiba Gila Hormat
- KemenPPPA Minta Pengurus Ponpes di Lumajang yang Nikahi Santri Berusia 16 Tahun Dihukum Kebiri
Pembentukan pansus angket haji 2024 itu sampai ke telinga pimpinan ormas Islam terbesar di Indonesia yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Namun, pimpinan PBNU enggan mengomentari hal tersebut.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf mengatakan, pansus angket haji 2024 sepenuhnya menjadi hak Kementerian Agama untuk menjawab segala tuduhan.
“(Tanya) Kemenag saja,” kata pria karib disapa Gus Yahya di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Selasa (16/7).
Saat ditanya lebih jauh soal adanya dugaan korupsi yang juga ditemukan oleh DPR, Gus Yahya memilih tidak menjawab dan menutup kaca mobilnya.
Sebagai informasi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut merupakan adik kandung dari Gus Yahya.
Diberitakan sebelumnya, ada tiga masalah utama yang menjadi fokus sejumlah fraksi di parlemen dalam pengawasan pelaksanaan haji 2024. Tiga alasan ini mendorong DPR untuk membentuk panitia khusus melalui hak angket.
Pertama, soal indikasi pelanggaran UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah terkait pengalihan kuota haji tambahan ke haji khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan UU dan Keppres BPIH 1445H/2024M.
Pengalihan kuota ini disinyalir sarat akan dugaan adanya dana tambahan yang dibebankan kepada jemaah dan berpotensi tindak rasuah.
Kedua, masalah transportasi, pemondokan, penerbangan serta berbagai layanan terhadap jemaah haji reguler maupun khusus yang dinilai jauh dari standar kelayakan.
Ketiga, terkait kelalaian pemerintah menanggulangi membludaknya jemaah yang tidak menggunakan visa haji resmi pada musim haji sehingga hal itu menimbulkan banyak masalah baik dari sisi perlindungan hukum maupun kualitas layanan bagi jemaah haji resmi.