Kemenag tolak dikaitkan masalah WNI haji pakai visa Filipina
Memang saat ini antrean jemaah haji panjang, bisa belasan bahkan dua puluhan tahun.
Sebanyak 177 warga negara Indonesia (WNI) masih terkatung-katung nasibnya lantaran menggunakan visa Filipina untuk menunaikan ibadah haji. Mereka masih ditahan Imigrasi Filipina. Muncul anggapan bahwa tindakan nekat mereka lantaran ketidakjelasan antrean keberangkatan jemaah haji di Tanah Air.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama (Kemenag), Abdul Djamil membantah keras anggapan itu. Menurutnya, saat ini jadwal keberangkatan jemaah haji telah jelas dan dapat dilihat secara langsung dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
"Tidak relevan kalau dikait-kaitkan. Karena kita telah melengkapi administrasi kita dengan Siskohat, di mana seseorang yang telah mendaftar bisa mengetahui apakah lewat situs resmi Kemenag atau mereka tanya ke Kemenag terdekat. Itu sudah bisa diketahui," kata Abdu Djalil di Kantor Urusan Haji, Jeddah, Minggu sore (28/8).
Abdul Djamil mengatakan, memang saat ini antrean jemaah haji panjang, bisa belasan bahkan dua puluhan tahun. Namun, ini terjadi karena kuota diberikan pemerintah Arab Saudi terbatas.
"Jadi seorang yang daftar haji di Indonesia memang antreannya panjang iya. Karena ini menyangkut kuota terhadap pengirim jemaah haji di seluruh dunia. Kuota diberikan pemerintah Arab Saudi, bukan kita. Tahun ini kita dapat jatah 168.800 dibagi haji reguler dan khusus," ujarnya.
Sementara, lanjut Abdul, yang berminat untuk pergi haji tiap tahunnya mencapai 500 ribuan. Jadi terjadi ketimpangan yang sangat besar antara permintaan dan ketersediaan kuota yang ada.
"Yang berminat untuk pergi haji itu jauh dari kuota, sehingga implikasinya antrean memang panjang. Ini kondisi yang tak terelakkan. Tak hanya kita, Malaysia bahkan menunggu lebih dari 60 tahun," imbuh Abdul.
Kapan Indonesia mendapatkan tambahan kuota, menurut Abdul sepenuhnya ada di tangan pemerintah Arab Saudi. Tapi diharapkan, pemotongan kuota sebesar 20 persen yang sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir tidak lagi diterapkan tahun depan lantaran renovasi Masjidil Haram sudah hampir selesai.
"Kuota sesungguhnya wewenang penuh dari pemerintah Saudi. Soal penambahan kuota tentu terkait dengan kapasitas dari fasilitas di Masjidl Haram. 3 tahun lalu kita dipotong terkait dengan perluasan. kita lihat kondisi haram sekarang, untuk tawaf relatif cukup lebar dan kalau nanti lantai dua dan tiga kelar, tentu bisa diharapkan akan ada penambahan kuota kembali," tutup mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang tersebut.