Kemenkes Ingin Ada Evaluasi Kesehatan Jiwa Orang Tua dan Guru Buntut Marak Kasus Penganiayaan Balita
Imran menyampaikan hal ini merespons maraknya kasus penyiksaan terhadap balita.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara usai maraknya kasus penganiayaan terhadap anak di bawah lima tahun (balita). Baru-baru ini, penganiayaan terhadap balita terjadi di beberapa wilayah.
Di antaranya, penganiayaan balita di salah satu Daycare Depok, perempuan di Jakarta Selatan membanting bayi, pria di Pinrang menyandera anaknya selama 16 jam, hingga bayi di Makassar dianiaya pacar ibunya.
- Pentingnya Merawat Kesehatan Mulut Selama Kehamilan untuk Mencegah Masalah Kesehatan Ibu dan Janin
- Kenali Sejumlah Kesalahan saat Berpuasa yang Berpotensi Membuat Gemuk
- 5 Cara yang Terbukti Ilmiah Bisa Membuat Lebih Sehat di Akhir Pekan
- Bantu Pencernaan Lebih Sehat, Intip 5 Kebiasaan Sehari-hari untuk Bersihkan Usus dengan Efektif
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Imran Pambudi mengatakan, perlu ada evaluasi kesehatan jiwa bagi orang tua dan guru yang merawat para balita. Dibutuhkan pula upaya pencegahan faktor-faktor risiko gangguan kejiwaan.
"Kementerian Kesehatan sudah menyosialisasikan buku pengasuhan positif pada anak dan P3LP (pertolongan pertama pada luka psikologis) untuk guru-guru. Namun untuk daycare, banyak yang belum mendapatkan izin dari Kemendikbudristek karena daycare tersebut memang digabungkan dengan yayasan sekolah TK yang sudah berdiri," ujarnya, Jumat (9/8).
Dia menjelaskan, masalah kesehatan memiliki beberapa aspek yaitu aspek fisik dan psikis. Sebelum pandemi Covid-19, katanya, fokus penanganan kasus kesehatan lebih menekankan aspek fisik. Namun setelah pandemi, kasus kesehatan akibat gangguan psikis dan mental meningkat secara signifikan.
Oleh karena itu, pihaknya berupaya meningkatkan perhatian terhadap penanganan kesehatan mental dengan mengangkat program kesehatan jiwa menjadi salah satu program prioritas, dengan harapan kasus-kasus serupa menurun angka kejadiannya.
Dia menyebutkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) memberikan definisi kesehatan jiwa sebagai kondisi di mana seseorang dapat berkembang secara fisik, mental, sosial, dan spiritual, serta mampu menyadari kemampuan dirinya dan memberikan kontribusi bagi lingkungannya.
Sehingga, kata dia, upaya-upaya kesehatan jiwa yang dilakukan, meliputi promotif, preventif, dan kuratif. Adapun sejumlah upaya pencegahan, lanjutnya, dengan meminimalisir atau mengeliminasi faktor-faktor risiko munculnya gangguan jiwa, antara lain genetik dan biologis, pengalaman hidup yang traumatis, stres berkepanjangan, lingkungan sosial dan ekonomi, serta penyalahgunaan zat.
Dia mengatakan memahami faktor-faktor ini penting untuk pencegahan dan penanganan dini masalah kesehatan jiwa.
"Dengan menerapkan upaya menuju kesehatan jiwa mulai dari kandungan hingga lansia akan melahirkan individu dewasa yang stabil dan sehat jiwa," ucap Imran, dikutip dari Antara.