Ketua DPR hanya setuju revisi 4 poin dalam UU KPK bukan 12
Ade Komarudin sudah berkomitmen tidak akan menambah atau mengurangi kesepakatan empat poin revisi.
Gelombang penolakan terus bergulir terkait revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang kini sudah rampung pembahasannya di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Terkait hal ini, Ketua DPR RI Ade Komarudin menegaskan bahwa pihaknya sudah berkomitmen tidak akan menambah atau mengurangi kesepakatan empat poin revisi.
"Tidak boleh lebih dari itu, dan saya sudah berikan komitmen, saya akan menjaga dengan baik komitmen itu, tidak ada ditambahi, tidak akan dikurangi dari empat itu," ungkap pria yang disapa Akom itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (11/2).
Adapun empat poin yang dimaksud politikus Partai Golkar itu adalah pembentukan dewan pengawas, soal penyadapan yang harus mendapat izin dari dewan pengawas, wewenang mengeluarkan SP3 dan mengangkat penyidik independen.
Soal aspirasi masyarakat dan Pimpinan KPK yang menolak revisi, Akom menekankan pada posisi masing-masing, dan dalam hal ini pihaknya berfungsi sebagai pembuat Undang-Undang (UU).
"Saya tahu aspirasi dan saya tahu di belakang itu (ada penolakan), artinya saya dapat juga, kita harus berada pada posisi masing-masing, saya memahami itu," tukasnya.
Seperti diketahui dalam rapat Baleg terakhir kemarin, ada 12 poin tambahan perubahan yang dibacakan yang kemudian disepakati oleh forum mini fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Memang, dalam penyampaian pandangan, Fraksi Partai Gerindra satu-satunya pihak yang menolak revisi UU KPK. Perubahan itu adalah:
1. Nomenklatur "Kejaksaan Agung Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, pasal 45 ayat 1 dan 2, pasal 45A ayat 2, dan pasal 45B diubah menjadi "Kejaksaan' sebagaimana tertulis dalam undang-undang No 30 tahun 2002 tentang KPK.
2. Nomenklatur "kepolisian Negara Republik Indonesia" dalam pasal 11 ayat 2, 43 ayat 1 dan 2, pasal 43A ayat 2, pasal 43B, pasal 45 ayat 1 dan ayat 2, pasal 45A ayat 2, pasal 45B diubah menjadi "kepolisian" sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.
3. Frasa "Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana" dalam pasal 38 dan pasal 46 ayat 1 diubah menjadi "Undang-Undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana.
4. Pasal 32 ditambahkan ketentuan bahwa "Pimpinan KPK yang mengundurkan diri, dilarang menduduki jabatan publik".
5. Pasal 32 ayat 1 huruf c ditambahkan ketentuan pemberhentian tetap pimpinan KPK yang dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
6. Pasal 37D, tugas dewan pengawas ditambah yakni; a. memberikan izin penyadapan dan penyitaan b. menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan KPK.
7. Pasal 37D, dalam memilih dan mengangkat dewan pengawas, presiden membentuk panitia seleksi.
8. Pasal 37E, ditambahkan 1 ayat dengan rumusan "anggota dewan pengawas yang mengundurkan diri dilarang menduduki jabatan publik".