Ketua KPK: Supervisi Perkara Tindak Pidana Korupsi Kasus Djoko Tjandra Telah Selesai
Terkait dengan pemangkasan hukuman yang dilakukan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Djoko Tjandra, menurut Firli itu sudah menjadi kewenangan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri menyebut supervisi kasus korupsi yang menjerat Djoko Soegiarto Tjandra sudah selesai dilakukan pihaknya. KPK sendiri pernah menerbitkan surat supervisi kasus Djoko Tjandra yang ditangani Kejagung ini pada awal September 2020.
"Supervisi KPK terhadap penanganan perkara tindak pidana korupsi kasus Djoko Tjandra telah selesai saat berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan," ujar Firli kepada Liputan6.com, Kamis (29/7).
-
Bagaimana Firli Bahuri bisa menjadi Ketua KPK? Seperti diketahui, Firli terpilih secara aklamasi sebagai ketua KPK oleh Komisi III DPR pada 2019 lalu.
-
Siapa yang menggantikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK sementara? Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango berpose sesaat sebelum memberi keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/11/2023). Sebelumnya Presiden Joko Widodo, melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara.
-
Apa yang sedang diselidiki Polda Metro Jaya terkait Firli Bahuri? Firli akan diperiksa untuk kasus dugaan pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK pada Syahrul Yasin Limpo (SYL), semasa menjabat mentan. Pemerasan itu berkaitan dengan penanganan kasus dugaan korupsi di Kementan tahun 2021 yang tengah ditangani KPK.
-
Apa yang diusulkan oleh Baleg DPR terkait dengan DKJ? Baleg DPR mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek mengusulkan agar Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi ibu kota legislasi.
-
Siapa yang memberikan kesaksian dalam sidang praperadilan Firli Bahuri? Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dihadirkan sebagai saksi dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
-
Kenapa Firli Bahuri melaporkan hal ini ke Kapolri? "Tapi hal ini sudah kami sampaikan kepada Kapolri, begitu kami mendapat berita ada kiriman bunga kami sampaikan kepada Kapolri," tegasnya.
Menurut Firli, perkara suap Djoko Tjandra telah ditangani dengan baik oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Apa bila perkara berlaru-larut, tidak selesai dan tidak mengungkap pelaku sesungguhnya, membuat perkara berpotensi tidak selesai, dan penanganan perkara terhambat karena melibatkan eksekutif, legislatif, atau yudikatif, maka sesuai pasal 10 A UU No. 19 Tahun 2019 dan Perpres No.102 Tahun 2020, KPK bisa melangkah jauh melebihi peran supervisi. Kenyataanya tidak terjadi," kata Firli.
Terkait dengan pemangkasan hukuman yang dilakukan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Djoko Tjandra, menurut Firli itu sudah menjadi kewenangan hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
"Apabila dalam proses persidangan terdapat hal-hal yang diduga mencederai rasa keadilan, maka masyarakat dapat melaporkan kepada Badan Pengawas Hakim dan atau Komisi Yudisial," kata Firli.
Firli mengatakan, jika dalam putusan terdapat pertimbangan hakim yang memerlukan tindak lanjut penanganan perkara lain seperti pelaku turut serta, maka menjadi kewajiban penuntut umum pada Kejagung melaporkan kepada Jaksa Agung untuk dimintakan perintah tindak lanjutnya.
"Jika dimungkinkan masyarakat juga dapat melaporkan suatu peristiwa tersebut kepada penegak hukum, KPK, Polri, atau Kejaksaan," kata Firli.
Namun Firli belum menjawab saat disinggung soal pelaporan masyarakat tentang adanya sosok King Maker dalam perkara Djoko Tjandra kepada KPK. Diketahui Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAK) melaporkan dan meminta KPK mengungkap sosok King Maker tersebut.
Firli belum menjawab apakah akan kembali menerbitkan surat supervisi yang menelusuri sosok King Maker.
Diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukuman Djoko Soegiarto Tjandra atau Djoko Tjandra. Hukuman Djoko dikurangi dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara dalam upaya hukum banding.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp 100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi amar putusan sepeeti dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung (MA), Rabu (28/7/2021).
Duduk sebagai ketua majelis yakni Muhamad Yusuf dengan anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.
Pada pengadilan tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun dan 6 bulan, denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Djoko Soegiarto Tjandra. Hakim meyakini Djoko Tjandra bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Hakim meyakini Djoko terbukti menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.
Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.
Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar USD500 ribu. Hakim menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Hakim menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa menyebut mereka menjanjikan uang USD10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.
Reporter: Fachrur Rozie
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Komisi Yudisial Kaji Putusan Pemangkasan Hukuman Terdakwa Djoko Tjandra
Banding Dikabulkan, Masa Hukuman Djoko Tjandra Dipotong Jadi 3,5 Tahun
Pengadilan Tinggi Perkuat Vonis 4 Tahun Penjara Irjen Napoleon Bonaparte
MA Tolak Kasasi JPU dan Djoko Tjandra Terkait Kasus Surat Jalan Palsu
Enaknya Jadi Pejabat Korup, Jaksa Pinangki Terima Suap Malah Dihukum Ringan