Kisah miris Deva, anak pemulung yang ditolak di RSUD Margono
Deva tidak bisa berjalan dan kini badannya sering kejang-kejang. Namun RSUD Margono yang jadi tumpuan menolaknya.
Deva (10), bocah kelas 3 SD Karangwangkal Purwokerto masih terbaring lemah di kasur yang berada di kamar rumahnya. Sang ibu, Ratini masih setia mendampingi Deva yang tak bisa bergerak sama sekali. Kondisi ini, bertolak belakang saat Deva masih bisa beraktivitas seperti anak-anak pada umumnya.
"Sebelum kejadian seperti ini, dia anaknya aktif sekali. Bahkan, dia sering ketika pulang sekolah langsung bermain bersama teman-temannya," kata ayah Deva, Satim, Minggu (13/12).
Satim menceritakan, saat berangkat sekolah, Deva pernah terjatuh di selokan depan rumahnya. Satim sendiri mengetahui kejadian tersebut dari teman-teman Deva. "Kejadian itu, sekitar akhir November kemarin. Katanya, kaki doang yang jatuh. Itu kejadiannya hari Kamis," ucapnya mengingat.
Berselang sehari kemudian, lanjut Satim, anaknya mulai terlihat diam. Padahal, sehari sebelumnya anaknya masih beraktivitas seperti biasa. "Terus hari Jumat, dia nggak berangkat sekolah. Setelah saya pulang mulung, saya tanya kenapa nggak sekolah, dia bilang memang nggak ingin berangkat sekolah. Kemudian hari Sabtu juga tidak berangkat," ucapnya.
Pada hari Sabtu, Ratini mulai merasakan ada yang aneh dengan sikap anaknya. Saat itu, Ratini memberitahukan suaminya tentang perubahan yang terjadi dalam perilaku anaknya. "Mamanya bilang, koko hari ini agak berubah. Kemudian saya lihat lidahnya sudah mulai gerak-gerak sendiri, tangannya juga gerak sendiri, kaki kanan jalannya juga agak pincang.
Mengetahu gejala tersebut, dia meminta istrinya untuk membawa Deva ke klinik terdekat. Setelah sampai di klinik, disarankan untuk ke rumah sakit karena ternyata saraf. Saat itu, saya bawa ke puskesmas. Dari puskesmas saya disuruh ke rumah sakit yang ada dokter syaraf di RSUD Margono," ujarnya.
Waktu itu, jelas Satim, hanya ada uang Rp 50 ribu untuk biaya berobat. Saat itu, dia tidak tahu harus naik apa untuk membawa anaknya periksa di rumah sakit. "Akhirnya saya panggil becak, itu dibawanya hari Senin. Saat itu masih mendapat perawatan karena pakai yang umum," ujarnya.
Ratini menambahkan, saat berada di rumah sakit sempat meminta agar anaknya dirawat inap. Namun, lanjutnya, dokter mengarahkan untuk pulang ke rumah. "Saat itu, anak saya masih bisa jalan. Setelah seharian di dokter, Rabu kami disuruh datang lagi. Nah saat saya datang, ternyata tanggal merah dan libur semua," ucapnya.
Akhirnya, Ratini mengantarkan anaknya yang kondisinya semakin parah. Bahkan, kakinya sudah sangat berat. Saat bertemu dengan dokter yang didatangi sebelumnya, Ratini ditanya dokter mengenai alasannya baru datang pada Sabtu, bukan Kamis seperti yang dijanjikan. "Saya bilang, nggak punya uang untuk berobat dan transportasi," ujarnya.
Deva sendiri hanya bisa tiduran, itupun seluruh badannya terus bergerak-gerak tidak tentu arah seperti terkena epilepsi. "Sudah dua hari ini tidak bisa makan, kepalanya terus bergerak-gerak, kalaupun makanan masuk pasti muntah, sampai dia lemas baru bisa dikasih makan," ujar sang ibu.
Kemudian, Satim melanjutkan, rumahnya kedatangan tamu dari guru tempat Deva bersekolah. "Akhirnya, para guru ini berinisiatif membawa Deva ke RS DKT tetapi di sana disuruh ke RS Margono," katanya.
Sesampainya di RS Margono, pendaftaran untuk Jamkesmas sudah tutup. Diakuinya, selama di RSUD Margono hanya diputar-putar saja. Setelah ditunda-tunda akibat tidak ada biaya, kondisi Deva semakin parah, seluruh badannya sudah tidak bisa dikontrol lagi, mulai dari tangan hingga kakinya bergerak tanpa aturan.
"Saat di sana, dokternya bilang ke istri saya dan guru yang mengantar, 'Kalau nggak bisa umum (bayar) mending bawa pulang saja'. Akhirnya, kami pulang diantar mobil guru," ujarnya.
Seorang guru yang ikut mengantar Deva, Endang mengatakan, setibanya sampai di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dokter yang jaga mengatakan Deva harus dibawa ke poli anak. "Namun setibanya di poli anak, ternyata Deva disuruh menuju poli syaraf," ujarnya.
Namun, karena sudah pukul 11.00 WIB, akhirnya loket pendaftaran poli saraf pun tutup. Ratini berusaha membujuk dan meminta agar anaknya dapat tetap didaftarkan. Tak lama, dokter poli saraf menemui mereka. Dokter tersebut sudah mengetahui kondisi Deva, kemudian dia mencoba hubungi dokter jaga di IGD agar dapat mendaftarkan Deva untuk dirawat.
"Di sana kita diputar-putar, dilempar-lempar. Lalu di poli saraf, dokter saraf menghubungi IGD dan bilang sudah telepon IGD supaya masuk nanti akan di observasi, tapi setibanya di IGD, dokter jaga bilang tidak bisa pakai Jamkesmas, bisanya pakai umum, kalau pakai umum uang dari mana?" tuturnya.
Pihak RSUD Margono Soekarjo saat dikonfirmasi wartawan tentang kejadian tersebut, mengaku belum bisa memberikan keterangan. Kepala bagian Umum RSUD Margono Soekarjo, Nurekta mengatakan akan melakukan koordinasi dengan seluruh pihak. "Malam ini kami akan melakukan klarifikasi ke semua bagian, apakah memang benar seperti itu," kata dia.
Dia mengatakan, ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan pasien pengguna Jamkesmas tersebut batal diperiksa. Dia mengemukakan, bisa jadi persyaratan yang dibawa pasien belum lengkap. "Kami bukan membela diri. Pada prinsipnya kami tidak pernah menolak pasien," jelasnya.
Dia juga menjelaskan, jika prosedur perawatan pasien pada saat jam kerja memang harus melalui poli. "Kecuali itu pasien kegawat daruratan. Saya rasa petugas di IGD sudah sangat paham tentang itu," katanya.
Baca juga:
Menengok rumah pasien miskin yang sempat ditolak RS Margono Soekarjo
RSUD Margono akui ada kesalahan komunikasi soal pasien miskin
Sempat ditolak, Deva akhirnya dijemput ambulans ke RSUD Margono
Pasien miskin anak pemulung ditolak berobat di RSUD Purwokerto
-
Di mana rumah sakit yang diperintahkan untuk dikosongkan berada? Pasukan penjajah Israel mengeluarkan perintah evakuasi baru pada Senin di wilayah Khan Younis dan Rafah di Jalur Gaza selatan, Palestina, pada Senin.
-
Kapan Rumah Sakit Pasir Junghuhn didirikan? Menurut keterangan pengelola, bangunan ini berdiri pada 1917 silam dan saat ini usianya mencapai 1 abad lebih.
-
Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, Rumah Sakit Hasan Sadikin, dan Danone-AQUA untuk PKL di sekitar rumah sakit? Pemerintah Kota Bandung dan Rumah Sakit Hasan Sadikin bersama Danone-AQUA bekerja sama dalam program revitalisasi area kuliner RSUP Hasan Sadikin dan juga menyediakan lokasi usaha baru bagi 23 pedagang kaki lima (PKL) yang sebelumnya berjualan di sepanjang jalan Prof. Dr Eyckman, Cipaganti, Bandung.
-
Dimana Rumah Sakit Pasir Junghuhn terletak? Sebuah rumah sakit bergaya Belanda masih berdiri kokoh di tengah hamparan perkebunan teh di Purbasari, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
-
Kenapa RSAM Bukittinggi dipilih sebagai rumah sakit rujukan untuk korban bencana? RSAM Bukittinggi merupakan salah satu rumah sakit rujukan yang relatif dekat dari lokasi bencana di tiga daerah tersebut. Apalagi jalan penghubung dari tiga daerah menuju Padang terputus total.
-
Kapan Rumah Apung Tambaklorok diresmikan? Rumah apung ini telah rampung dibangun dan diresmikan pada tahun 2016 silam.