Komisi II DPR Nilai Putusan PN Jakpus Tunda Tahapan Pemilu Janggal dan Aneh
Dia menyebut, PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan dalam menangani sengketa proses Pemilu hingga menentukan penyelenggaraan Pemilu.
Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 janggal.
"Putusan pengadilan negeri ini agak aneh, janggal, dan tidak lazim. Pengadilan negeri telah bertindak melampaui batas kewenangannya dan terkesan sangat dipaksakan," kata Yanuar, Jumat (3/3).
-
Apa yang dipuji oleh DPR terkait pengamanan Pemilu 2024? Lebih Kondusif, DPR Puji Pengamanan Pemilu 2024 Pemandangan ini berbeda apabila dibandingkan dengan Pemilu 2019 yang mengakibatkan rusaknya sejumlah fasilitas umum.
-
Mengapa DPR memuji pengamanan Pemilu 2024? “Tentu saya sepakat dengan Pak Kapolri, Pemilu 2024 ini jauh lebih kondusif. Saya melihat ada peningkatan kedewasaan berdemokrasi di masyarakat. Dan tentu selain itu, ini juga tidak terlepas dari peran TNI-Polri yang solid dan humanis dalam memastikan situasi di lapangan. Hampir tidak ada, atau bahkan tidak ada laporan aparat yang aneh-aneh saat hari H atau pasca pencoblosan,” ujar Sahroni dalam keterangan, Kamis (25/4).
-
Kapan Pemilu 2024? Sederet petahana calon legislatif (caleg) yang sempat menimbulkan kontroversi di DPR terancam tak lolos parlemen pada Pemilu 2024.
-
Bagaimana Pemilu 2024 diatur? Pelaksanaan Pemilu ini diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Regulasi ini diteken KPU RI Hasyim Asyari di Jakarta, 9 Juni 2022.
-
Bagaimana cara DPR menilai pengamanan Pemilu 2024? “Jadi good job buat TNI-Polri, semuanya maksimal, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan. Semua jajaran mengikuti instruksi yang telah diberikan pimpinan masing-masing." "Karena bagaimanapun, momen pemilu memang sangat sakral di dalam negara demokrasi, perlu pengamanan ekstra. Dan TNI-Polri berhasil lakukan itu dengan baik,” tutup Sahroni.
-
Apa yang menjadi kekhawatiran DPR terkait keterlibatan Ormas dan satpam dalam pengamanan Pemilu 2024? Sebab Sahroni melihat, akan ada saja oknum yang berpotensi menyalahgunakan program yang diinisiasi Polda Metro Jaya ini. “Jangan karena telah dilibatkan, jadi ada oknum yang ‘mentang-mentang’ dan menggunakan posisinya dengan semena-mena di lapangan. Untuk menekan masyarakat lah atau apa pun itu, malah hilang nanti esensi program ini," katanya.
Yanuar menjelaskan, jalur penyelesaian sengketa verifikasi partai politik ada pada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Sedangkan yang berkaitan dengan etika diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Tak ada satu pun perintah dalam undang-undang yang memberi kewenangan kepada pengadilan negeri untuk memutus perkara perselisihan verifikasi partai politik," katanya.
Dia melanjutkan, PN Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan dalam menangani sengketa proses Pemilu hingga menentukan penyelenggaraan Pemilu.
"Aturan tentang penyelenggaraan Pemilu, bahkan penundaan Pemilu adalah domain undang-undang, dan kewenangan untuk membuat undang-undang ini dipegang DPR dan pemerintah," ujarnya.
Yanuar menilai PN Jakarta Pusat tidak memahami hukum kepemiluan karena memenangkan gugatan perdata Partai Prima terkait sengketa sengketa proses pemilu.
Dia mempertanyakan tuntutan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) yang meminta penundaan tahapan Pemilu karena merasa dirugikan tidak lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2024.
"Logikanya yang dituntut mestinya soal pembatalan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai PRIMA sebagai peserta Pemilu," imbuhnya.
Yanuar mengatakan, apabila PN Jakarta Pusat memahami aturan hukum kepemiluan seharusnya menolak gugatan Partai PRIMA tersebut.
Dia menyebut putusan kontroversial PN Jakarta Pusat itu tidak saja mengacaukan sistem pengambilan keputusan berkaitan dengan seluk beluk Pemilu. Namun semakin membuat keadaan lebih tidak terkendali.
"Seakan tidak ada lagi kepastian hukum dan hubungan kewenangan antarinstitusi di negara ini. Semua lembaga bisa semau-maunya bikin putusan," terangnya.
Yanuar menganggap keputusan PN Jakarta Pusat sebagai 'kejahatan hukum'
yang menyiratkan masih adanya kekuatan menghendaki Pemilu 2024 untuk ditunda.
"Semakin membenarkan asumsi publik bahwa masih ada kekuatan yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda. Kekuatan ini tak berhenti untuk mencari celah penundaan Pemilu 2024," ucapnya.
Termasuk, ujarnya, membuat DPR kehilangan kendali atas kewenangannya karena mengalienasi lembaga legislatif itu untuk dapat ikut campur dalam urusan tersebut.
"Parpol koalisi pemerintah juga dibikin tak berkutik menghadapi sepak terjang para 'penjahat hukum' ini," kata Yanuar, dilansir dari Antara.
Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com
(mdk/tin)