Komisi IX DPR desak Kejagung tuntaskan kasus vaksin palsu
Komisi IX DPR desak Kejagung tuntaskan kasus vaksin palsu. Komisi IX DPR mendesak Kejaksaan Agung cepat menuntaskan kasus vaksin palsu. Dari 25 tersangka, Kejaksaan Agung baru menyatakan tiga berkas tersangka yang lengkap.
Komisi IX DPR mendesak Kejaksaan Agung cepat menuntaskan kasus vaksin palsu. Dari 25 tersangka, Kejaksaan Agung baru menyatakan tiga berkas tersangka yang lengkap.
"Dari awal sebenarnya kami sudah mendesak, kasus ini harus diproses sampai selesai. Namun, prosesnya tetap harus berjalan sesuai Undang-Undang yang mengatur. Kita tunggu saja prosesnya," kata Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay kepada wartawan, Jumat (7/10).
Sebelumnya, Kejagung menyatakan berkas tiga tersangka pelaku vaksin palsu atas nama, Sutarman bin Purwanto, Irnawati, dan Mirza telah lengkap alias P21.
Saleh mengatakan, DPR akan terus mengawasi proses tersebut. "Beberapa kali kami juga sudah memanggil menteri kesehatan, BPOM, dan Polri, sekarang juga ada yang dituntut," kata Saleh.
Sebelumnya, berkas 25 jaringan vaksin palsu ini, sempat mandek di Kejagung karena dinyatakan belum lengkap. Kejaksaan Agung ingin berkas dipisah menjadi 25 berkas sesuai dengan jumlah tersangka.
"Berdasarkan petunjuk P-19 jaksa, berkas perkara diminta agar di-split menjadi 25 sesuai jumlah tersangka. Jadi dipisah masing-masing tersangka satu berkas," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Irjen Agung Setya.
Bila berkas perkara dijadikan satu yang melibatkan semua jaringan dari pembuat vaksin palsu hingga pengguna (dokter dan bidan) maka akan terlihat jelas kejahatan para pelaku dalam satu kesatuan sehingga hukuman maksimal bisa diterapkan.
Namun, jika berkas dipisah masing-masing tersangka, maka penerapan hukuman tidak akan maksimal karena kejahatan dalam jaringan vaksin palsu tidak terlihat.
Lambannya penanganan kasus vaksin palsu diduga terkait intervensi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam proses penegakan hukum dalam kasus peredaran vaksin palsu. Pasalnya, sejumlah dokter dijadikan tersangka dalam kasus peredaran vaksin palsu. IDI pernah menyatakan, akan membela mati-matian para dokter tersebut.
Terkait dugaaan adanya intervensi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Saleh menilai, hal itu tidak akan memengaruhi proses hukum. "Asosiasi itu kan dibentuk tujuannya untuk membela anggotanya. Tapi bukan berarti tugas dan kewajibannya dilupakan. Proses hukum akan tetap berjalan," ujar Saleh.
Sementara itu, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI), Marius Widjaja mengungkapkan, Kejagung harus transparan dalam menangani kasus jaringan vaksin palsu. Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi terkait perkembangan kasus tersebut.
"Masyarakat berhak tahu ending dari kasus vaksin palsu ini. Kejagung jangan menutup-menutupi. Harus dituntaskan secepatnya," ujar Marius.
Kata Marius, UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, masyarakat memiliki hak untuk didengar dan mendapatkan informasi.
"Kasus vaksin ini jelas ada dampaknya, karena sesuatu disuntikan ke dalam tubuh. Bohong kalau ada yang bilang tidak ada dampaknya. Berikan masyarakat informasi yang mencerdaskan," kata Marius.