Komisi VIII DPR Sebut Ada Indikasi Pelanggaran UU Terkait Penambahan Kuota Haji Khusus
Wisnu Wijaya menyebut, ada indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota haji khusus oleh Kementerian Agama.
Menurut Wahyu, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024, terungkap Kemenag mengubah secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680.
- Kecewanya Komisi VIII DPR Menag Yaqut Absen Rapat: Persiapan Haji 2025 Kian Mundur!
- Timwas Pelaksanaan Haji Bakal Dalami Alokasi Tambahan Kuota Haji Khusus di Pansus
- Timwas Kritik Kuota Tambahan Haji Malah Dialihkan untuk ONH Plus
- Ketua Komisi VIII DPR Dukung Pembentukan Kementerian Haji, Ini Pertimbangannya
Komisi VIII DPR Sebut Ada Indikasi Pelanggaran UU Terkait Penambahan Kuota Haji Khusus
Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS, Wisnu Wijaya menyebut, ada indikasi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan terkait penambahan kuota haji khusus oleh Kementerian Agama.
“Salah satu putusan dari hasil rapat panitia kerja (Panja) terkait penetapan BPIH 1445H/2024M pada 27 November 2023 adalah Komisi VIII DPR dan Menteri Agama menyepakati kuota haji Indonesia 1445H/2024M sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian kuota untuk haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280,” kata Wisnu dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (18/6).
Menurut Wahyu, dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024, terungkap Kemenag mengubah secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680.
Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 kuota karena dialihkan untuk jemaah haji khusus.
“Meskipun kebijakan (perubahan kuota haji reguler dan khusus) itu disebut atas dasar kebijakan otoritas Arab Saudi lewat sistem E-Hajj, Kementerian Agama seolah tidak mengindahkan hasil rapat panja dengan tetap meneken MoU dengan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Januari 2024,” terang Wisnu.
Legislator PKS itu menyatakan, tindakan Kemenag yang tetap meneken MoU dengan Arab Saudi kendati di salah satu butir MoU tersebut diduga memuat ketentuan yang tidak sesuai dengan kesepakatan Panja BPIH yang mengacu pada ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 2019 terkait Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi akar masalah yang membuat Kemenag terindikasi melanggar undang-undang.
Selain offside, Wisnu mengungkapkan Kemenag tidak melibatkan Komisi VIII DPR terkait perubahan alokasi kuota haji yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan Panja BPIH.
“Tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami terkait perubahan itu sehingga wajar jika barang tersebut dianggap ilegal,” tegasnya.
Dia mengingatkan, akibat dari keputusan sepihak tersebut membuat sebanyak 8.400 jemaah haji reguler kehilangan haknya untuk bisa menunaikan haji pada tahun 1445H/2024M karena kuotanya diserahkan kepada jemaah haji khusus.
“Seharusnya sebelum meneken MoU mereka bisa secara proaktif melobi kebijakan alokasi penambahan kuota haji bagi Indonesia dari Arab Saudi agar sesuai dengan hasil rapat panja,” terang Wisnu.
Anggota Tim Pengawas Haji DPR ini menambahkan, sejak tanggal 6 November 2023 pihaknya telah mengingatkan Kemenag agar kuota tambahan tersebut diprioritaskan bagi jemaah haji reguler lansia.
“Masalah masa tunggu ini yang menjadi keprihatinan banyak calon jemaah. Mengingat ada yang harus menunggu hingga 40 tahunan lebih, sementara usia mereka saat ini ada yang sudah kadung menginjak 65 tahunan,” pungkas Wisnu.