Komnas HAM Fokus Pengujian Hasil Autopsi Brigadir J daripada Dilakukan Ulang
Menurutnya, pengujian tersebut dipilih sebagai langkah untuk memastikan tolak ukur kebenaran hasil yang telah didapat pihak kepolisian. Dimana diketahui, jika aparat kepolisian sudah sedari awal melakukan tindakan forensik tersebut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memilih untuk melakukan pengujian terhadap hasil autopsi yang telah dilakukan aparat kepolisian, terhadap jasad Brigadir J. Demikian disampaikan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
"Komnas HAM enggak mau ngomong apakah butuh atau tidak. Komnas HAM mau membuat form atas penilaian internal Komnas HAM sendiri," kata Anam kepada wartawan, dikutip Kamis (21/7).
-
Apa yang dilakukan penerus para jenderal polisi? Penerus Sang Jenderal Putra para Jenderal Polisi ini mengikuti jejak sang ayah.
-
Siapa saja penerus para Jenderal Polisi? Ipda Muhammad Yudisthira Rycko anak Komjen Rycko Amelza Dahniel. Yudisthira lulusan Akpol 51 Adnyana Yuddhaga. Ipda Jevo Batara anak Irjen Napoleon Bonaparte. Jevo polisi muda berparas tampan. Iptu Ryan Rasyid anak Irjen Hendro Pandowo. Ryan baru lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ipda Adira Rizky Nugroho anak Irjen (Purn) Yazid Fanani. Adira peraih Adhi Makayasa Dia lulusan Akpol Angkatan ke-53 tahun 2022. Iptu Danny Trisespianto Arief Anak mantan Kapolri Sutarman.
-
Kenapa pangkat polisi penting? Selain itu pangkat juga merupakan syarat mutlak yang perlu dimiliki oleh anggota Polri jika hendak mendapatkan amanat untuk mengemban jabatan tertentu.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
-
Siapa yang ditangkap polisi? "Kami telah mengidentifikasi beberapa pelaku, dan saat ini kami baru menangkap satu orang, sementara yang lainnya masih dalam pengejaran," ujar Kusworo.
-
Siapa yang memimpin Polisi Istimewa setelah Proklamasi Kepolisian? Setelah Proklamasi Kepolisian, pimpinan prajurit yang merupakan orang Jepang yaitu Sidookan Takata dan Fuko Sidookan Nishimoto dicopot. Mengutip Instagram @museasurabaya, Markas Polisi Istimewa selanjutnya dipimpin oleh Inspektur Polisi Tingkat I Mohammad Jasin.
Menurutnya, pengujian tersebut dipilih sebagai langkah untuk memastikan tolak ukur kebenaran hasil yang telah didapat pihak kepolisian. Dimana diketahui, jika aparat kepolisian sudah sedari awal melakukan tindakan forensik tersebut.
"Baru itu jadi bekal mengukur bagaimana kerja teman-teman di kepolisian, khususnya di Dokkes yang melakukan autopsi," tutur dia.
"Apakah prosedurnya benar, apakah yang terlihat dari berbagai dokumen itu benar? Apakah lukanya juga benar? Apakah fisik utuhnya dan lain sebagainya. Dari situ lah kita akan ngomong," tambah dia.
Alasannya, kata Anam, belajar dari pengalaman kasus-kasus sebelumnya. Tidak semua kasus pembunuhan selalu berujung untuk dilakukan autopsi ulang. Lantaran, Komnas HAM telah punya berbagai metode untuk membuka kasus secara terang benderang.
"Komnas HAM pernah punya pengalaman meminta autopsi, Komnas HAM juga pernah mengatakan gak perlu autopsi. Langkah pertama saja belum kita lakukan (pengujian keterangan). Kok langsung menyimpulkan?" tutur dia.
Kendati demikian, Anam tak menyoal apabila ada pihak yang ingin meminta adanya autopsi ulang. Termasuk terbaru dikabulkannya permintaan autopsi yang datang dari kuasa hukum keluarga Brigadir J.
"Tetapi kalau ditanya Komnas HAM kami langkahnya menguji dulu penilaian kami dengan ahli, abis itu kami menguji kerja Dokkes yang melakukan autopsi. Baru kami akan simpulkan apa kebutuhan kami dan apa langkah kami ke depan untuk membuat peristiwa ini terang benderang," terang dia.
Dia pun mengklaim jika sejauh ini pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti yang akan membuat kasus ini terungkap. Dengan melakukan pengujian termasuk temuan soal luka-luka yang ada di jasad Brigadir J.
"Tali di leher sebelah mana? Saya kira informasi yang didapatkan oleh Komnas HAM cukup secara internal menilai dan akan mengujinya dengan ahli apakah itu bekas jahitan," beber dia.
"Apakah peristiwa yang lain, apakah itu kayak pengacara bilang jeratan dan sebagainya, di internal kami sendiri punya penilaian. Itu yang akan kami uji," tambahnya.
Sebelumnya, kepolisian telah mengabulkan untuk dilakukannya autopsi ulang terhadap jenazah Brigadir J. Hal itu menyusul desakan yang telah dilayangkan berbagai pihak, salah satunya keluarga.
"Tadi sudah laksanakan gelar awal bersama tim penyidik dan saat ini masih berlangsung proses klarifikasi. Dalam pertemuan awal tadi juga, keluarga meminta untuk dilaksanakan ekshumasi atau autopsi ulang," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (20/7).
Permintaan tersebut pun, bakal ditindaklanjuti pihak kepolisian dengan menggandeng kedokteran forensik eksternal, sebagaimana surat permohonan autopsi ulang yang dilayangkan keluarga.
"Ini akan segera saya tindak lanjuti dengan cepat. Saya akan berkoordinasi dengan Kedokteran Forensik, termasuk juga tentunya akan melibatkan unsur-unsur di luar Kedokteran Forensik Polri, termasuk persatuan Kedokteran Forensik Indonesia," tutur Andi.
Selain itu, Andi menyampaikan dalam proses ini juga bakal berkomunikasi dengan tim eksternal dari Kompolnas dan Komnas HAM agar proses ekshumasi dan autopsi Brigadir J berjalan transparan dan akuntabel.
"Termasuk juga Kompolnas atau Komnas HAM akan saya komunikasikan untuk menjamin proses ekshumasi nanti tentunya bisa berjalan lancar dan juga hasilnya valid," jelasnya.
(mdk/eko)