Kontroversi Firli Bahuri: Naik Heli Berujung Sanksi
Ketua KPK itu terbukti melanggar kode etik karena memakai helikopter milik PT Air Pasifik Utama.
Firli Bahuri kena sanksi gara-gara naik heli. Dewan Pengawas KPK menjatuhi Firli sanksi ringan berupa teguran tertulis 2. Ketua KPK itu terbukti melanggar kode etik karena memakai helikopter milik PT Air Pasifik Utama.
Helikopter mewah itu digunakan Firli dan keluarga untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan, pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.
-
Bagaimana Firli Bahuri bisa menjadi Ketua KPK? Seperti diketahui, Firli terpilih secara aklamasi sebagai ketua KPK oleh Komisi III DPR pada 2019 lalu.
-
Siapa yang menggantikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK sementara? Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango berpose sesaat sebelum memberi keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/11/2023). Sebelumnya Presiden Joko Widodo, melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara.
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Kenapa Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? Wakil ketua KPK itu menyebut laporannya ke Bareskrim Mabes Polri sehubungan dengan proses etik yang tengah menjerat dirinya karena dianggap menyalahkan gunakan jabatan.
-
Siapa yang memberikan kesaksian dalam sidang praperadilan Firli Bahuri? Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata dihadirkan sebagai saksi dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
Helikopter itu menurut keterangan Firli digunakan saat menengok makam orang tua di Baturaja. Helikopter itu disewa Rp7 juta per jam. Orang yang mengatur penyewaan helikopter adalah ajudan Firli bernama Kevin.
Penggunaan helikopter itu karena Firli ingin segera mengikuti rapat di Kementerian Politik, Hukum dan HAM (Polhukam) pada Senin, 22 Juni 2020 seperti yang diminta oleh Luhut Binsar Panjaitan.
Dalam sidang etik, Kamis (24/9), Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean menyatakan Firli tidak mengindahkan kewajiban dan menunjukkan keteladanan seperti diatur pasal 4 ayat 1 huruf n dan pasal 8 ayat 1 huruf f peraturan Dewan Pengawas No 02/2020 tentang penegakan kode etik dan pedoman perilaku KPK.
Ada sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan dalam perbuatan Firli. Hal yang memberatkan karena Firli tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan. Sementara yang meringankan adalah Firli belum pernah dihukum karena pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku, kooperatif dan memperlancar jalannya persidangan.
Firli Menerima dan Minta Maaf
Terhadap sanksi tersebut, Firli menerimanya. Dia juga meminta maaf kepada masyarakat atas ulah yang diperbuat. "Saya pada kesempatan ini memohon maaf kepada masyarakat yang merasa tidak nyaman. Putusan terima dan saya pastikan tidak akan mengulangi, terima kasih," kata Firli.
Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar saat membacakan keterangan Firli mengatakan bahwa Firli merasa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut.
"Terperiksa tidak tahu salahnya di mana dan tidak pernah berpikir ketika naik helikopter ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti. Terperiksa merasa hal itu tidak merugikan KPK karena tidak merugikan kelembagaan KPK," kata Artidjo.
Namun, menurut Artidjo, Firli memohon maaf kepada majelis hakim atas perbuatannya tersebut.
"Tetapi terperiksa merasa tidak menghambat tugas KPK dan terperiksa tetap bekerja dengan baik. Terperiksa tidak berpikir bisa saja dilihat orang dan tidak merasa risih saat naik helikopter tapi kalau makan malam dan main golf mungkin saja," kata Artidjo.
Tak Ada Unsur Gratifikasi
Meski begitu, Dewas KPK menyatakan tidak menemukan adanya dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon dari helikopter yang digunakan Firli. Hal tersebut telah diklarifikasi oleh Firli dan pihak PT Air Pasifik Utama.
"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan. Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," kata Tumpak.
Dalam pertimbangan majelis etik Dewas, disebutkan bahwa bukan Firli yang menginisiasi penyewaan helikopter, tapi ia hanya menyampaikan informasi soal helikopter.
"Tidak ada perintah langsung ke Kevin (ajudan Firli) terkait penyewaan heli, tapi secara implisit terperiksa minta Kevin untuk mencari informasi maka Kevin selaku ajudan pun mencarikan informasi tersebut," ungkap Tumpak.
Kevin lalu mengatakan ada helikopter yang disewakan PT Air Pasifik Utama dengan sewa Rp7 juta per jam. "Lalu terperiksa menyampaikan 'coba cek betul harga sewanya berapa dan berapa lama penerbangan sampai ke sana?' Setelah itu Kevin mengatakan lebih cepat durasi waktu perjalanan dari Palembang ke Baturaja dibanding hanya menggunakan mobil yang butuh waktu lebih kurang 5 jam," ujar Tumpak.
Namun, uang sewa sebesar Rp7 juta/jam menurut Firli tidak diketahui apakah diskon atau bukan. "Terperiksa mengaku penggunaan helikopter itu bukanlah menunjukkan kesombongan atau 'life sytle', bukan bertujuan tidak menunjukkan gaya hidup terperiksa yang berlebih-lebihan, beda cerita kalau seminggu sekali sewa pesawat dan makan di restoran mewah dan itu tidak pernah dilakukan terperiksa," ungkap Artidjo.
Berpotensi Rusak Citra KPK
Anggota majelis etik Albertina Ho menilai pelanggaran kode etik dan perilaku yang dilakukan Firli berpotensi menimbulkan pandangan negatif di publik.
"Sehingga berpotensi menimbulkan turunnya kepercayaan atau 'distrust' masyarakat terhadap terperiksa sebagai Ketua KPK dan setidaknya berpengaruh pula terhadap pimpinan KPK seluruhnya," ungkap Albertina.
Menurut Dewas, Firli terbukti pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku pasal 4 ayat 1 huruf m Peraturan Dewan Pengawas No 02 tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK yaitu "menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai Insan Komisi" dan pasal 8 ayat 1 huruf f yaitu "menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari".
"Yang memberikan dampak menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap terperiksa sebagai Ketua KPK dan setidak-tidaknya kepada pimpinan lain. Karena terperiksa terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku KPK maka harus dinyatakan bersalah dan harus dijatuhi hukuman," tambah Albertina.
Firli Seharusnya Disanksi Berat
Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keputusan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang hanya memberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis kepada Ketua KPK, Firli Bahuri. Menurut mereka, tindakan Firli menggunakan helikopter seharusnya dijatuhi sanksi berat.
"Mengingat secara kasat mata tindakan Firli Bahuri yang menggunakan moda transportasi mewah itu semestinya telah memasuki unsur untuk dapat diberikan sanksi berat berupa rekomendasi agar mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana.
ICW memberikan lima catatan atas putusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi ringan kepada Firli. Pertama, sikap Firli tidak menyadari pelanggaran yang telah dilakukan sangat tidak masuk akal.
Kurnia mengatakan sebagai Ketua KPK, semestinya Firli memahami dan mengimplementasikan Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Namun, sikap Firli justru tidak menggambarkan sosok pemimpin dari lembaga antirasuah.
"Tindakan Firli itu juga bersebrangan dengan nilai Integritas yang selama ini sering dikampanyekan oleh KPK, salah satunya tentang hidup sederhana," ucap dia.
Kedua, ICW menyebut Dewan Pengawas tidak menimbang sama sekali pelanggaran etik Firli saat menjabat sebagai Deputi Penindakan. ICW menuturkan Firli pernah dijatuhkan sanksi pelanggaran berat oleh KPK atas dugaan melakukan pertemuan dengan pihak yang sedang berperkara.
Ketiga, Kurnia menilai Dewan Pengawas mengabaikan tindakan Firli sebagai rangkaian atas berbagai kontroversi yang sempat dilakukan. Mulai dari, tidak melindungi pegawai saat diduga disekap ketika ingin melakukan penangkapan hingga pengembalian penyidik KPK Kompol Rossa Purbo Bekti.
Keempat, putusan Dewan Pengawas terhadap Firli dinilai tidak akan mengangkat reputasi KPK yang kian terpuruk. Sebab, sanksi ringan itu bukan tidak mungkin akan jadi preseden bagi pegawai atau Pimpinan KPK lainnya atas pelanggaran sejenis.
Kelima, Dewan Pengawas seharusnya mendalami kemungkinan adanya potensi tindak pidana suap atau gratifikasi dalam penggunaan helikopter tersebut. Dalam putusannya, Dewan Pengawas hanya menyatakan bahwa menaiki helikopter merupakan bagian dari pelanggaran etika hidup sederhana.
Kontroversi Firli Jadi Pelajaran KPK
Ketua Komisi III DPR Herman Herry mengatakan pelanggaran kode etik Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus menjadi pelajaran bagi lembaga ad hoc tersebut. Dia mengingatkan bahwa setiap kerja institusi pemberantasan korupsi itu harus dijalankan dengan penuh integritas serta dalam koridor profesionalisme dan kode etik.
"Keputusan ini harus menjadi pelajaran bagi pimpinan dan seluruh pegawai KPK untuk lebih berhati-hati dalam melaksanakan setiap kerja-kerja di KPK," kata Herman.
Herman menyampaikan apresiasi atas kinerja Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam mengambil putusan dengan profesional dan putusan terhadap Firli itu menjawab keraguan publik terhadap kinerja Dewas KPK.
“Selain itu, rangkaian putusan Dewas KPK selama 2 hari terakhir ini juga tentu menjawab keraguan publik selama ini yang menganggap Dewas akan menghambat kerja-kerja KPK," ujarnya.
(mdk/ray)