Kronologi Terungkapnya Kasus Guru Perkosa 12 Santri Hingga Hamil dan Melahirkan
Kasus ini tak terungkap ke permukaan hingga akhirnya terbongkar saat persidangan.
Seorang guru di pondok pesantren, Herry Wirawan (36), memperkosa 12 santrinya. Bahkan, tujuh santri yang jadi korbannya telah melahirkan sembilan bayi.
Korban diketahui merupakan santriwati di pesantren TM yang ada di Cibiru, Kota Bandung. Usia para korban juga masih di bawah umur. Rata-rata usia 16-17 tahun.
-
Kenapa keluarga korban meminta pelaku dipenjarakan? “Kalau misal ada undang-undangnya saya minta untuk dipenjarakan saja. Biar ada efek jera. Karena itu anak telah melakukan kejadian yang sangat brutal,”
-
Kenapa orang tua rela berkorban demi anak? Dalam setiap langkah yang orang tua ambil, baik itu dalam mencari nafkah, memberikan pendidikan, atau memberikan dukungan emosional, orang tua selalu berfokus pada kepentingan di atas diri mereka sendiri.
-
Siapa yang bergantian mengasuh anak? Di sinilah peran Irfan Bachdim sebagai suami terlihat jelas. Ia tak segan untuk bergantian menggendong anak bungsu mereka yang masih membutuhkan banyak perhatian, memberikan Jennifer ruang untuk fokus pada pekerjaannya.
-
Apa yang dilakukan pelaku terhadap korban? Pelaku melakukan aksinya tersebut saat kondisi rumah korban dalam keadaan sepi."Pamannya melakukan kekerasan seksual kepada yang bersangkutan itu sebanyak empat kali kali sehingga korban hamil dan sudah melahirkan," kata Tri.
-
Apa yang dilakukan anak tersebut kepada ibunya? Korban bernama Sufni (74) warga Jalan Nelayan Kelurahan Sri Meranti Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru. Sedangkan pelaku Hendri (52), dan istrinya N (51). Setelah mendapat video tersebut Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra bersama anak buahnya langsung datang ke rumah pelaku.
Polisi membeberkan kronologi terungkapnya kasus tersebut. Polda Jabar mendapat laporan pada Mei 2021. Kasus ini langsung dikebut hingga berkas perkara dilimpahkan ke kejaksaan. Namun mengenai dugaan eksploitasi anak korban yang dilakukan oleh Herry, pihak kepolisian menunggu laporan dan pengaduan.
"Berawal di bulan Mei hanya menerima laporan terkait dengan pencabulan terhadap anak di bawah umur, nah kemudian di situ kita lakukan penyelidikan dan penyidikan kemudian setelah lengkap berkas perkara dengan adanya P21 kita limpahkan ke kejaksaan," kata dia, Kamis (9/21).
Polisi menjelaskan alasan tidak mengungkap kasus ini ke media. Karena menyangkut dampak psikologis dan sosial korban. Meski tidak mengungkap ke permukaan, proses hukum kasus ini tetap berjalan.
"Kasihan kan mereka itu. Tapi kita tetap menuntaskan kasus yang dilaporkan kepada kita dan faktanya memang sudah berkas dan tersangka sudah diterima ke kejaksaan dan sekarang sudah disidangkan," ucapnya.
Terungkap di Persidangan
Kasus ini tak terungkap ke permukaan hingga akhirnya terbongkar saat persidangan. Persidangan dimulai 17 November 2021 dan hingga kini masih berjalan. Perbuatan terdakwa dilakukan dalam tentang waktu 2016 hingga 2021.
LPSK mengungkap fakta persidangan Fakta persidangan, anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu. Mereka dieksploitasi oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Polisi belum menyelidiki kasus dugaan eksploitasi.
Alasannya, saat proses penyelidikan, penyidik fokus pada kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh Herry. Polisi berharap pihak yang mengetahui kasus ini untuk melapor. Disertai bukti-bukti.
"Kalau memang ada yang menyampaikan atau mengetahui suatu rencana meyatim-piatukan dengan tujuan komersil atau bagaimana, bisa dilaporkan ke kepolisian dengan bukti yang ada sehingga kita bisa mengusutnya dengan adanya bukti petunjuk yang dia dapatkan," kata dia.
Wakil Ketua (LPSK), Livia Istania DF Iskandar menyampaikan dalam fakta persidangan, pelaku mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.
"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil Pelaku," tulis dia melalui keterangan pers yang diterima.
Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru.
(mdk/noe)