LBH APIK Dorong Revisi UU ITE Karena Gagal Atasi Kekerasan Berbasis Gender Online
Selama ini, kata Uli, sering kali korban KBGO takut untuk menempuh jalur hukum karena korban merupakan orang pertama yang mengirimkan foto/ video asusilanya ke orang lain.
Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jakarta mendorong pemerintah untuk merevisi Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengenai pelanggaran kesusilaan.
Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta Uli Pangaribuan mengatakan bahwa pasal tersebut tidak bisa melindungi korban kekerasan seksual. Khususnya kekerasan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).
-
Apa bentuk pelecehan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa filsafat UGM? Dalam video itu, si pria mengaku ada delapan orang korbannya. Pria itu juga meminta maaf atas kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal yang telah dilakukannya.
-
Bagaimana cara Fakultas Filsafat UGM menangani kasus pelecehan seksual? Pada prinsipnya Fakultas Filsafat UGM konsisten untuk penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Laporan tentang adanya korban dan lain sebagainya belum ada," urai Iva.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan seksual? Video itu berisikan pengakuan dan permintaan maaf seorang pria atas pelecehan seksual yang dilakukannya.
-
Dimana kekerasan seksual itu terjadi? Tersangka melakukan kekerasan seksual di sekitar rumah dan di kebun.
-
Bagaimana pelaku melakukan pelecehan seksual? Korban penyandang disabilitas tidak bisa berteriak atau menolak. Dia merasa takut dan ketergantungan," katanya.
-
Bagaimana rangsangan payudara memengaruhi gairah seksual wanita? Sebuah penelitian oleh Roy Levin dari University of Sheffield dan Cindy Meston dari University of Texas menemukan bahwa merangsang payudara atau puting payudara meningkatkan gairah seksual sekitar 82 persen dari wanita yang diikutsertakan dalam penelitian tersebut.
Selama ini, kata Uli, sering kali korban KBGO takut untuk menempuh jalur hukum karena korban merupakan orang pertama yang mengirimkan foto/ video asusilanya ke orang lain.
Dalam kasus ini, laporan korban biasanya tidak diterima atau bahkan korban juga akan dipidanakan karena korban lah yang pertama kali mengirimkan foto/ video tersebut, hingga bisa tersebar ke masyarakat luas.
"Muatan pasal 27 ayat 1 sebaiknya melindungi korban yang mengirimkan video atau foto asusila yang namun hanya untuk kepentingan pribadi, bukan untuk disebarluaskan ke masyarakat umum. Jadi harusnya dia tidak dipidanakan," kata Uli dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh ICJR dan IJRS, Selasa (20/4).
Uli bercerita bahwa LBH APIK sering mendapatkan laporan dari para korban KBGO yang diancam, diintimidasi, hingga diperas oleh oknum yang menerima foto-foto seksualnya. Namun laporan para para korban KBGO itu sering ditolak oleh pihak kepolisian. Penolakan itu terjadi karena korban juga merupakan pelaku yang pertama kali mengirimkan foto/video seksual tersebut.
"Di bulan Maret 2020, ada mitra kami yang video intimnya tersebar di twitter tapi dia tidak berani menempuh jalur hukum karena takut terjerat Pasal 27 ayat 1 UU ITE. karena dia lah yang pertama kali mengirimkan video intimnya ke pelaku," kata Uli menceritakan kisah mitranya.
Sekalipun korban bukan yang mengirimkan video asusilanya pertama kali, atau korban direkam tanpa izin oleh pelaku, Uli mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada payung hukum yang melindungi korban-korban yang berada dalam dua situasi tersebut. Untuk itu, dia mendorong agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.
"Kami mendorong RUU PKS untuk segera disahkan, lalu dalam pelaporan pasal 27 ayat 1 itu, menurut kami pelapor haruslah korban yang dirugikan secara langsung," ujarnya.
Dia kemudian menceritakan kasus mitranya yang direkam tanpa izin oleh pelaku. Pelaku bahkan memeras dan mengancam korban. Namun sayangnya, polisi menolak laporan korban dengan berbagai alasan.
"Pernah juga di tahun 2019, mitra kami (V) tinggal di Tangerang dan berkenalan dengan R (warga Padang). Mereka berkenalan di aplikasi Camfrog, R merekam V tanpa izin. Video rekaman V kemudian dijadikan alat untuk mengancam dan memeras V hingga V rugi Rp50 juta, tapi saat V melaporkan ke Mabes Polri, Mabes menolak dengan berbagai alasan," lanjut dia.
"Alasan yang disebutkan misalnya karena kerugian V belum mencapai Rp25 miliar, lalu korban atau tersangka merupakan publik figur atau pejabat, dan terakhir karena lokasi korban dan pelaku di dua tempat yang berbeda," ujarnya.
Baca juga:
ICJR Soroti Pasal UU ITE Tentang Melanggar Kesusilaan
Jubir Kemkominfo sebut Konten Paul Zhang telah Diblokir
Polisi Sebut Permohonan Praperadilan Kasus Penangkapan Penghina Gibran Cacat Formal
Sidang Praperadilan, Penangkapan Penghina Gibran Dinilai Salahi Prosedur
Jubir Wapres Ungkap Revisi UU ITE Masih Digodok Kemen Polhukam dan Kominfo