Mantan Pimpinan KPK Bicara Kasus IUP 'Blok Medan', Singgung Reinkarnasi KKN di Istana Negara
Reinkarnasi dinasti itu berefek langsung atau tidak langsung terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Jajaran mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tergabung pegiat anti korupsi IM57+ Institute mendatangi dan beraudiensi dengan ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango. Audiensi itu membahas seputar permasalahan di KPK.
Mantan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengatakan, dalam audiensi itu sempat membahas salah satu kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Maluku Utara (Malut). Dalam salah satu blok pertambangan itu, terdapat 'Blok Medan' yang dikaitkan dengan nama Wali Kota Medan, Bobby Nasution dan istrinya Kahiyang Ayu.
- Mantan Danjen Kopassus Ini Punya Karir Cemerlang, dari Pimpinan DPR hingga Wakil Menteri
- 15 Mantan Pegawai KPK Terlibat Pungli Segera Diadili, Didakwa Memeras Rp6,3 Miliar
- Begini Persiapan Pimpinan KPK Jalani Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik di Dewas
- Mantan Penyidik Sebut Siapa Saja Bisa Daftar Jadi Calon Pimpinan KPK, Termasuk Irjen Karyoto
Menurut Busyro, dugaan keterlibatan Bobby di 'Blok Medan' itu muncul karena ada reinkarnasi dinasti yang terpusat di Istana Negara.
"Sudah ada proses reinkarnasi, nepotisme yang dulu di era orde baru telah dilarang oleh salah satu TAP MPR, sekarang malah mengalami pembangkitan, kebangkitan kembali secara lebih mengeras yaitu dinasti politik, nepotisme," ujar Busyro di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (14/8).
Menurut Busyro, reinkarnasi dinasti itu berefek langsung atau tidak langsung terhadap penegakan hukum di Indonesia.
"Yang terkait dengan KPK ada tiga hal yang nanti secara rinci disampaikan. Yang tiga hal itu singkatnya tentang Blok Medan," ujar Busyro.
Seleksi Capim KPK
Busyro juga menyoroti terkait seleksi Calon Pimpinan (Capim) KPK yang saat ini masih berproses. Menurut Busyro, ada beberapa pertimbangan kriteria yang diabaikan panitia seleksi Capim KPK.
"Seleksi pimpinan KPK yang menyangkut kriteria yang seharusnya dipertimbangkan oleh pansel maupun KPK. Karena KPK berkepentingan untuk itu, yaitu menyangkut etika," tegas Busyro.
Selain dugaan kasus pertambangan di Maluku Utara dan seleksi Capim KPK, Busyro mengatakan, dalam diskusi itu juga membahas kasus dugaan suap mantan Ketua KPK, Firli Bahuri yang ditangani Polda Metro Jaya.
Sebagaimana diketahui hingga saat ini kepolisian masih enggan untuk melakukan penahanan terhadap Firli. Padahal Firli sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak November 2023 lalu.
Di saat bersamaan, mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua turut menyoroti soal Blok Medan tersebut. Dia kemudian menyinggung soal kasus korupsi yang menjerat menjerat besan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Aulia Tantowi Pohan.
Dia dijerat atas kasus korupsi aliran dana BI sebesar Rp 100 miliar kepada para mantan pejabat BI dan anggota DPR.
Berkaca dari kasus itu, menurut Abdullah, semestinya KPK yang saat ini juga bisa menjerat orang yang terlibat di Blok Medan tersebut.
"Jadi kalau besan SBY yang waktu presiden ditangkap oleh KPK, apalagi cuma mantu dari Presiden (Bobby Nasution). Oleh karena itu maka blok Medan itu harus diseriusi oleh pimpinan KPK, sehingga demikian, baik mantu maupun siapa saja yang berkaitan dengan presiden itu diproses," tegas Abdullah.
Dia pun mendukung era pimpinan KPK sekarang yang hanya tersisa masa jabatannya kurang lebih empat bulan lagi untuk bisa mengungkap kasus tersebut.
"Khususnya pak ketua, maka itu akan mengembalikan eksistensi dan marwah KPK seperti masa-masa sebelumnya. Itu saja," tuturnya.
Sementara itu, Ketua IM57+ Praswad Nugraha mendorong Nawawi Pomolango agar bisa mengungkapkan kasus korupsi IUP Blok Medan di Malut tersebut. Sebab hal itu menurut dia harus bisa ditegakkan.