Masyarakat minta militer tak dilibatkan di revisi UU terorisme
Koalisi Masyarakat Sipil untuk reformasi sektor keamanan meminta pemerintah untuk tidak melibatkan militer dalam revisi UU terorisme No 15 tahun 2003. Mereka merasa bahwa militer sebaiknya dipakai untuk diperbantukan.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk reformasi sektor keamanan meminta pemerintah untuk tidak melibatkan militer dalam revisi UU terorisme No 15 tahun 2003. Mereka merasa bahwa militer sebaiknya dipakai untuk diperbantukan.
Mereka menilai pelibatan militer dalam mengatasi terorisme sesungguhnya sudah diatur secara tegas dalam pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) UU No 34 tahun 2004 tentang TNI.
Sebab sebelumnya Presiden Joko Widodo pada 29 Mei 2017 mengatakan perlunya pelibatan militer (TNI) dalam revisi UU tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. Mengacu pada pasal itu sebenarnya presiden sudah memiliki otoritas dan landasan hukum yang jelas untuk dapat melibatkan militer dalam mengatasi terorisme sepanjang ada keputusan politik negara.
"Dalam praktiknya selama inipun, militer juga sudah terlibat dalam mengatasi terorisme sebagaimana terjadi dalam operasi perbantuan di Poso," kata Kepala Divisi Pusat Riset San Pengembangan LBH Pers, Asep Komaruddin di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (30/5).
Pelibatan militer dalam mengatasi terorisme dalam UU TNI merupakan bentuk tugas perbantukan untuk menghadapi ancaman terorisme. Artinya pelibatan militer menjadi pilihan terakhir dapat digunakan presiden jika seluruh komponen pemerintah lainnya sudah tidak lagi dapat mengatasi aksi terorisme.
Dalam konteks ini, lanjut dia alangkah lebih tepat jika pelibatan militer dalam penanganan terorisme cukup mengacu pada UU TNI saja. Sehingga langkah yang seharusnya diambil yakni pemerintah dan DPR segera membentuk UU tentang tugas perbantukan sebagai aturan main lebih lanjut.
Untuk menjabarkan seberapa jauh dan dalam situasi apa militer dapat terlibat dalam operasi militer selain perang yang salah satunya mengatasi terorisme.
"Jika presiden tetap berkeinginan mengatur tentang pelibatan militer dalam revisi UU anti terorisme, maka pelibatan itu hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik presiden. Pada titik ini militer tidak bisa melaksanakan operasi mengatasi terorisme tanpa adanya keputusan dari presiden dan pelibatan itu pun merupakan pilihan yang terakhir," terang Asep.
Dengan demikian lanjut dia, presiden perlu menjelaskan apa maksud dari keinginannya untuk memasukkan tentang pelibatan TNI dalam revisi UU anti terorisme.
"Sudah sepatutnya presiden mempertimbangkan aturan hukum yang sudah ada yakni UU TNI yang sudah mempertegas bahwa pelibatan militer dalam mengatasi terorisme harus atas dasar keputusan politik."
Baca juga:
Pimpinan DPR setuju TNI dilibatkan berantas teroris
Jenderal Mulyono: TNI kalau di hutan itu segar, kaya lagi Idul Fitri
Ketua DPR sepakat libatkan TNI dalam pencegahan terorisme
Kata TB Hasanuddin soal pelibatan TNI dalam memerangi terorisme
Pemerintah tak boleh asal libatkan TNI dalam berantas teroris
Menhan sebut terorisme ancaman negara, TNI layak dilibatkan
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Bagaimana cara mencegah tindakan terorisme? Cara mencegah terorisme yang pertama adalah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengetahuan tentang ilmu yang baik dan benar ini harus ditekankan kepada siapa saja, terutama generasi muda.
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kenapa prajurit TNI mengamankan 'penyusup' tersebut? Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Di mana ledakan gudang amunisi TNI terjadi? Lokasi ledakan Gudang Amunisi Daerah (Gudmurad) Desa Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/3) lalu menyisakan pertanyaan.
-
Bagaimana cara BNPT membantu para penyintas terorisme agar tetap berdaya? Selain itu, BNPT juga sering mengadakan agenda gathering yang ditujukan untuk menumbuhkan semangat hidup dan mengembalikan kepercayaan diri bagi para korban terorisme agar tetap berdaya.