Mengenal Fastemi, Program Baru Kemenkes untuk Pasien Serangan Jantung
Fastemi saat ini masih dalam tahap uji coba di dua daerah.
Program ini guna membantu masyarakat dengan risiko tinggi penyakit jantung.
Mengenal Fastemi, Program Baru Kemenkes untuk Pasien Serangan Jantung
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan program FASTEMI (Farmako Invasif Strategi Tatalaksana ST Elevation Myocardial Infarction/STEMI), yang saat ini masih dalam tahap uji coba di dua daerah. Program ini guna membantu masyarakat dengan risiko tinggi penyakit jantung.
Dikutip dari siaran pers Kemenkes, Senin (15/7), dua tempat itu adalah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dan Kabupaten Pasaman, Barat Sumatera Barat.
Pemimpin proyek percontohan (Pilot Project) Program FASTEMI, Isman Firdaus menjelaskan, program ini bertujuan untuk mempersiapkan dan memberikan pertolongan bagi pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI.
"Adanya inisiatif program FASTEMI ditujukan sebagai upaya pertolongan pertama pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil, daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Kalau di kota besar ada cath lab untuk penanganan serangan jantung," kata Isman.
Dia menjelaskan, serangan jantung tipe STEMI terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah arteri koroner secara total, sehingga otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen.
STEMI, ujarnya, merupakan jenis sindrom koroner akut yang memiliki risiko komplikasi serius dan kematian.
Menurut Isman, pertolongan serangan jantung STEMI selama ini hanya bisa dilakukan di provinsi dan kota besar dengan membuka pembuluh darah yang tersumbat total.
Prosesnya, pasien dengan keluhan nyeri dada dan angina akan melakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), kemudian ketika hasil diagnosa positif serangan jantung STEMI langsung ditangani dengan catheterization laboratory.
Penanganan cath lab untuk dilakukan kateterisasi jantung yang bertujuan membuka sumbatan pembuluh darah jantung. Cara ini hanya dapat dilakukan di ibu kota provinsi atau kota besar di rumah sakit rujukan provinsi atau rumah sakit swasta.
"Bagi daerah yang tidak punya cath lab dan dokter jantung, pasien dengan serangan jantung tersebut bisa ditolong dengan tata laksana FASTEMI, yakni menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah," katanya.
Artinya, penatalaksanaan pertolongan pertama serangan jantung tipe STEMI tidak dengan cath lab atau kateterisasi maupun pemasangan ring, melainkan dengan pemberian obat-obatan penghancur bekuan darah yang disebut fibrinolitik atau trombolitik.
"Obat-obatan fibrinolitik akan disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak ada fasilitas cath lab, sehingga apabila ada pasien serangan jantung STEMI bisa langsung disuntik. Obat ini hanya disuntik, salah satu jenis yang dipilih, yaitu tenecteplase yang sekali suntik saja,” ujar dia.
Isman menambahkan, obat tersebut rencananya disalurkan ke seluruh puskesmas di Indonesia.
Namun, karena ini adalah permulaan, di mana mereka juga menunggu kesiapan obat-obatan, maka hanya puskesmas-puskesmas terpilih dari masing-masing kabupaten dan kota yang diberikan terlebih dahulu.
Isman mengatakan, proyek FASTEMI yang melibatkan puskesmas dan 34 rumah sakit pengampu dilakukan secara bertahap, sebab terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh puskesmas.
Mulai dari kesiapan sumber daya manusia (SDM) kesehatan hingga ketersediaan alat pertolongan kegawatdaruratan untuk pasien serangan jantung.
Dia menjelaskan, program tersebut diharapkan dapat mengurangi angka kematian akibat serangan jantung melalui pertolongan pertama di puskesmas.