Mengenali Gejala TBC yang Sebabkan 93.000 Kematian per Tahun di Indonesia
Penyakit tuberkulosis (TBC) masih mengintai masyarakat Indonesia. Kasus TBC yang ditemukan di negeri ini tercatat sebesar 824.000 dan kematian 93.000 per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
Penyakit tuberkulosis (TBC) masih mengintai masyarakat Indonesia. Kasus TBC yang ditemukan di negeri ini tercatat sebesar 824.000 dan kematian 93.000 per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam.
TBC terbagi menjadi dua jenis, yaitu TBC laten dan TBC aktif. TBC aktif dapat dilihat gejalanya. Sedangkan TBC laten perlu diwaspadai karena tidak terlihat gejalanya dan bisa muncul kapan pun.
-
Bagaimana cara menularnya penyakit tuberkulosis? Penularan penyakit ini pun bisa menyebar melalui udara.
-
Apa yang diluncurkan oleh BPJS Kesehatan dan Kemenkes untuk mengatasi masalah pengobatan Tuberkulosis? Dalam acara ini diluncurkan Inovasi Pembiayaan Kesehatan Strategis Tuberkulosis melalui metode pendanaan JKN.
-
Bagaimana cara mencegah penularan TBC? Mencegah penularan TBC (Tuberkulosis) sangat penting untuk menghentikan penyebaran penyakit ini. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mencegah penularan TBC: Hindari Kontak Dekat dengan Penderita TBC: Jika seseorang batuk, bersin, atau berbicara, mereka dapat menyebarkan droplet yang mengandung bakteri TBC ke udara. Hindari berada di ruangan tertutup tanpa ventilasi bersama penderita TBC untuk waktu yang lama.Gunakan Masker: Menggunakan masker saat berada di tempat umum atau saat bekerja di fasilitas kesehatan dapat membantu mencegah penularan TBC.Cuci Tangan: Mencuci tangan dengan sabun dan air selama setidaknya 40 detik dapat membantu menghilangkan kuman, termasuk bakteri TBC. Jaga Daya Tahan Tubuh: Meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara berolahraga teratur, mengonsumsi makanan bergizi, menjaga berat badan ideal, cukup tidur, mengelola stres, dan menghindari merokok serta alkohol.Vaksinasi BCG: Vaksin BCG dapat memberikan perlindungan terhadap TBC, terutama pada anak-anak.Etika Batuk dan Bersin: Tutup mulut dengan tisu atau siku bagian dalam saat batuk atau bersin untuk mencegah penyebaran kuman.Pengobatan TBC yang Berkualitas: Memberikan pengobatan yang tepat dan teratur pada pasien TBC hingga sembuh sangat penting untuk mencegah penularan kepada orang lain. Ventilasi Udara yang Baik: Memastikan ventilasi udara yang baik di rumah dan tempat kerja dapat mengurangi risiko penularan TBC.Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan kesadaran tentang cara penularan dan pencegahan TBC sangat penting, terutama di negara-negara dengan tingkat penularan TBC yang tinggi.Pemeriksaan Rutin: Jika Anda memiliki risiko tinggi atau gejala TBC, lakukan pemeriksaan medis secara rutin.
-
Bagaimana cara mencegah penularan TBC pada anak? Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang dapat menyebar melalui percikan air liur saat berbicara, batuk, atau bersin. Berikut adalah beberapa cara mencegah penularan TBC pada anak: Vaksinasi BCG: Anak perlu mendapatkan vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG) sejak usia 2 bulan. Vaksin ini membantu melindungi dari infeksi TBC.Hindari kontak dengan penderita TBC: Jauhi kontak dengan orang yang menderita TBC, terutama jika mereka batuk, bersin, atau bicara. Risiko penularan lebih tinggi dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi bersama penderita TBC. Gunakan masker: Saat berada di tempat umum, gunakan masker untuk menghindari penularan dari orang yang tanpa sengaja batuk atau bersin di dekat Anda.Cuci tangan: Cuci tangan dengan sabun selama minimal 40 detik untuk menghilangkan bakteri TBC yang mungkin ada di tangan.Jaga daya tahan tubuh: Makan gizi seimbang, berolahraga, tidur cukup, dan hindari merokok untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
-
Di mana angka penderita TBC meningkat? Angka penderita penyakit Tuberculosis atau TBC terus meningkat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
-
Gejala apa saja yang biasanya dialami penderita TB paru? Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal menderita TB paru, biasanya mereka akan: • batuk berdahak • batuk darah • mengalami demam yang konsisten, termasuk demam ringan • mengalami keringat malam • mengalami nyeri dada • mengalami penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
Ketua Yayasan Stop TB Partnership Nurul HW Luntungan mengatakan, penyakit TBC laten disebabkan bakteri yang bersembunyi di dalam tubuh seseorang, sehingga orang tersebut nampak tidak memiliki penyakit TBC.
"Penyakit TBC ini disebabkan oleh bakteri, dan bakteri TBC ini beda dengan bakteri lain. Bakteri TBC ini bisa sembunyi di dalam tubuh dan orang yang kena bakterinya belum tentu terlihat sakit TBC," katanya dikutip dari siaran pers Kemenkes, Rabu (23/3).
Kuman Bisa Aktif Sewaktu-waktu
Koordinator Substansi TBC, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Menular Kemenkes Tiffany Tiara Pakasi mengatakan, infeksi TBC laten terjadi saat seseorang terpapar kuman TBC namun memiliki imunitas yang bagus sehingga menyebabkan dia tidak bergejala. Tapi sebenarnya kuman tersebut tidak hilang melainkan dalam posisi tertidur.
"Sehingga sewaktu-waktu kalau daya tahan tubuhnya turun dan lain-lain, dia bisa memicu kuman tersebut sehingga terjadi tuberkulosis aktif," katanya.
Pemerintah kini menjadikan pengendalian TBC laten sebagai salah satu program eliminasi untuk mengakhiri TBC tahun 2030. Salah satu bentuk pengendalian ini dengan melakukan skrining besar-besaran terhadap kontak erat TBC semua usia.
Skrining kontak erat dilakukan melalui pertanyaan dan pemeriksaan dengan tes tuberkulin di kulitnya, atau pemeriksaan melalui darah. Kalau diketahui ada TBC laten maka orang tersebut akan diberikan obat pencegahan TBC.
Dalam tes tuberkulin, sejumlah kecil protein yang mengandung bakteri TBC akan disuntikkan ke kulit di bawah lengan. Bagian kulit yang disuntikkan lalu diperiksa setelah 48 sampai 72 jam. Jika hasilnya positif, berarti orang tersebut telah terinfeksi TBC.
Namun, lanjut Tiara, karena TBC laten tidak bergejala, kebanyakan masyarakat tidak mau melakukan skrining. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan dalam menemukan dan mengobati orang dengan TBC.
"Di sini memang diperlukan juga edukasi. Bagi orang yang diketahui positif TBC minum obatnya tidak sekali minum, minum obat paling cepat itu 3 bulan seminggu sekali, ada juga yang 6 bulan tiap hari, sehingga memang perlu diyakinkan masyarakatnya yang sudah kita tes berisiko TBC laten untuk mau minum obat," ucap Tiara.
Banyak Ditemukan di Daerah Padat Penduduk
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Didik Budijanto mengungkapkan sebanyak 91 persen kasus TBC di Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di sekitarnya. Saat ini, penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi telah dilakukan di beberapa daerah di antaranya Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.
Sementara daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
"Sebenarnya TBC itu biasanya ada di daerah yang padat, daerah kumuh, dan daerah yang PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat)-nya kurang, di situ potensi penularan TBC nya tinggi," jelas Didik.
Dia kemudian mengungkapkan gejala-gejala awal muncul TBC yang perlu dikenali masyarakat. Misalnya seseorang mengalami batuk karena TBC menyerang saluran pernapasan dan juga organ pernapasan.
Batuk yang terjadi berdahak terus-menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih. Kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apa pun.
(mdk/yan)