Mengurai Penyebab Ibu Kandung di Bekasi Tusuk Anak 20 Kali hingga Tewas, Benarkah Ada Gangguan Psikologis?
Saat diperiksa polisi, pelaku alias ibu kandung korban kerap tertawa sendiri
Saat diperiksa polisi, pelaku alias ibu kandung korban kerap tertawa sendiri
Mengurai Penyebab Ibu Kandung di Bekasi Tusuk Anak 20 Kali hingga Tewas, Benarkah Ada Gangguan Psikologis?
Pelaku pembunuhan bocah berusia 5 tahun, inisial SNF (26) mengaku mendapatkan bisikan gaib sehingga ia terdorong melakukan aksi keji tersebut kepada buah hatinya sendiri di kediamannya, Burgundy Residence, Kawasan Summarecon Bekasi pada Kamis (7/3).
Ia menjatuhkan sekitar 20 tusukan pada seluruh tubuh korban saat korban sedang tidur.
Kini jasad korban sedang diamankan di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur untuk menjalani autopsi, Sedangkan saksi yang ditahan oleh polisi berjumlah tiga orang, "Iya baru diamankan, belum dimintai keterangan, makanya dari Dirkrimum langsung datang ke sini," ujar Kapolsek Bekasi Kompol Yuliati.
Pihak kepolisian menduga bahwa pelaku mengalami gangguan kejiwaan berdasarkan hasil interogasinya, "Kondisinya tadi dimintai keterangan oleh tim penyidik dari PPA maupun Satreskrim Polres Metro Bekasi Kota, kondisi yang bersangkutan masih stabil, dan mohon maaf tadi pada saat diambil keterangan sempat ketawa," terang Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra.
Psikolog Deandra menjelaskan bahwa ia sebelumnya pernah menemui kasus yang pelakunya juga mengaku mendapat bisikan atau suruhan untuk melakukan sesuatu, namun belum pernah menemui yang sampai tega melakukan pembunuhan.
"Kalau intensi sampai membunuh tidak pernah, hanya sampai menyakiti diri atau orang sekitar karena ada bisikan atau suruhan. Kaitannya dengan salah satu gangguan jiwa, ada gejala halusinasi, ada gejala delusi juga. Itu ada kaitannya dengan gangguan skizofrenia," papar Deandra saat dihubungi merdeka.com, Jumat (8/3).
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang mempengauhi kemampuan seseorang untuk berperilaku dengan baik, merasakan, dan berpikir secara jernih. Deandra melanjutkan halusinasi yang dialami oleh pengidap skizofrenia dapat berupa halusinasi suara atau visual, berhubungan dengan panca indra.
"Perlu di assesment kembali apakah dia benar-benar mendengar (suara), terus juga sebagai pemeriksa harus melihat bagaimana latar belakang pelaku. Apakah ada stressor yang berat atau ibu ini sudah punya gangguan jiwa dari dulu," ungkapnya. Untuk penanganan skizofrenia, beberapa kasus dibutuhkan perawatan seumur hidup dengan melibatkan obat psikoterapis dan layanan khusus terkoordinasi.
Deandra juga menerangkan bahwa yang dilakukan pelaku ada kemungkinan terhubung dengan gangguan jiwa lain. "Pembunuhan yang melibatkan kekerasan ekstrem seperti menusuk korban berkali-kali bisa terkait dengan gangguan kejiwaan tertentu, seperti psikosis, gangguan kepribadian antisosial, atau gangguan kontrol impuls,"
papar Deandra.
Hal yang mempengaruhi gangguan jiwa ekstrem bisa bervariasi, Deandra menyebutkan diantaranya adalah faktor genetik, lingkungan, pengalaman traumatis, ketidakseimbangan kimia otak, dan stres.
Deandra menambahkan bahwa trauma mungkin dialami oleh adik korban yang saat itu berada di TKP, "Enggak jarang ada anak 2 tahun yang sudah paham bahwa itu adalah hal yang tidak baik, hal yang mengerikan untuk mereka," imbuhnya.
Anak tersebut harus didampingi dengan baik dan diperiksa lebih lanjut apakah kejadian yang dilakukan oleh ibunya mempengaruhi kondisi mentalnya.
Di sisi lain, ahli kriminologi Soeprapto menjelaskan bahwa kasus kriminalitas yang dilakukan ibu terhadap anaknya bukan hal yang sepenuhnya baru.
"Untuk pembunuhan yang bermotif tidak tega terhadap kondisi ekonomi, biasanya tidak dilakukan dengan penganiayaan, tapi dengan cara halus yang kadang si korban tidak menyadari apa yang dilakukan ibunya," ujar Soeprapto ketika dihubungi Merdeka.com.
Soeprapto memaparkan kerap terjadi kasus yang berujung pada pembunuhan sadis ke anak kandung, dilatarbelakangi kodisi kesal dari pelaku. Entah itu ayah atau ibu kandungnya.
"Sementara untuk kasus kasus pembunuhan yang disertai dengan penganiayaan, penyiksaan, dan apalagi dilakukan terhadap lebih dari satu anak, maka setidaknya diawali dengan kondisi kesal bagi si ibu. Terlepas dari apakah anak anak itu nakal atau hanya karena si ibu lelah ngurus rutinitas bagi anak-anaknya," jelas Soeprapto.
Hal tersebut menurut Soeprapto kemungkinan dialami oleh ibu yang menjalani roda kehidupannya sendiri sehingga merasa kesepian. Biasanya para pelaku memiliki sifat tertutup atau terkucil, dan memiliki intensitas interaksi yang sedikit bersama orang lain.
Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah juga bisa memperparah tekanan psikologis yang dialaminya, faktor-faktor ini lah yang dianggap menjadi latar belakang aksi pembunuhan Ibu 26 tahun itu.