Miris Nasib 50 WNI Korban TPPO di Sydney: Dipaksa jadi PSK, Gaji Ditahan dan Bekerja 12 Jam Sehari
Polisi mengungkapkan kejadian nahas yang dialami 50 WNI korban TPPO di Sydney Australia
Polri bersama Australian Federal Police (AFP) mendalami kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang dialami Warga Negara Indonesia (WNI) sebagai pekerja seks komersial (PSK) di Sydney.
- Momen Keakraban Taruna Akpol dengan Polisi Australia Kelahiran Jakarta, Bikin Sang Komandan Salut
- PSSI menyatakan PHK massal tak akan ganggu persiapan Timnas Indonesia lawan Australia: Semoga saja.
- VIDEO: Detik-Detik Penangkapan Penjual 50 Wanita Jadi PSK Ke Australia, Raup Rp 500 Juta
- Polri Bongkar Kasus TPPO 50 WNI Modus Dipekerjakan Jadi PSK di Australia
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengungkapkan kontrak kerja yang dibuat oleh dua tersangka FLA (36) dan SS alias Batman kepada 50 WNI yang menjadi korban TPPO.
“Ditemukan juga file draf perjanjian kerja sebagai PSK di dalam laptop tersangka yang mana perjanjian kerja tersebut diberikan kepada calon PSK sebelum berangkat ke Sydney Australia,” kata Djuhandani saat jumpa pers, Selasa (23/7).
Isi dari perjanjian itu, tidak memuat secara detail hak-hak korban seperti asuransi, gaji, jam kerja maupun jenis pekerjaan, melainkan hanya berupa biaya sewa dan kewajiban bekerja selama berada di Sydney.
“Memuat tentang biaya sewa tempat tinggal 1 minggu sebesar 100 AUD, gaji 1 bulan pertama ditahan sampai 3 bulan atau kontrak selesai. Jam kerja 10-12 jam/hari, kerja minimal 20 hari/bulan,” tuturnya.
Selain itu, korban diminta untuk menandatangani surat perjanjian utang piutang. Konsekuensi wajib membayar Rp50 juta apabila memutus kontrak kerja secara tiba-tiba dalam tempo waktu tiga bulan sejak pertama bekerja.
"Korban harus membayar utang tersebut (kalau memutus kontrak kerja)" ujar dia.
Lewat bisnis ilegalnya sejak 2019 itu, tersangka FLA yang bertugas merekrut sampai mengirim korban ke Sydney dan SS selaku mucikari meraup keuntungan ratusan juta rupiah.
“Dari pengakuan tersangka jaringan ini sudah melakukan aktivitas sejak tahun 2019. Dimana jumlah WNI yang direkrut dan diberangkatkan sebagai pekerja seks komersial di Australia kurang lebih 50 orang. Dan tersangka dalam hal ini sudah mendapatkan keuntungan kurang lebih Rp500 juta,” jelasnya.
Akibat perbuatannya, FLA ditangkap di Indonesia dijerat Pasal 4 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun.
"Kami akan terus bekerjasama dengan AFP, Divhubinter Polri dan Kemlu untuk menelusuri tersangka lainnya dan membantu mengidentifikasi para korban yang telah diberangkatkan oleh jaringan ini," katanya.