MK Tolak Sengketa Pileg PDIP untuk DPRD Kalimantan Selatan
MK mencatat hal disoal pemohon terhadap hasil penghitungan perolehan suara seharusnya disampaikan saat proses rekapitulasi.
Saksi mandat Pemohon mengajukan keberatan atas peningkatan suara Pihak Terkait.
MK Tolak Sengketa Pileg PDIP untuk DPRD Kalimantan Selatan
- MK Tolak Gugatan Syarat Usia Calon Kepala Daerah, Kaesang Terganjal Maju Pilgub
- PKB Sebut Ada Penggelembungan Suara ke PKN di Dapil Sumsel 9
- Gugat Hasil Pileg 2024 ke MK, PAN Duga Perolehan Suara di Dapil Aceh 2 dan Pidie Jaya 1 Berpindah ke PPP
- Sidang Lanjutan Sengketa Pilpres, KPU dan Bawaslu Masing-Masing Hadirkan Saksi-Ahli
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan sengkea Pileg 2024 DPRD Kalimantan Selatan yang diajukan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) selaku pemohon.
Menurut Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah, penolakan didasari oleh keterangan para saksi KPU selaku Termohon di Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu yang menyatakan tidak terdapat keberatan dari Pemohon saat rekapitulasi di tingkat kabupaten
."Ihwal tiadanya keberatan dari para saksi partai politik saat rekapitulasi di tingkat Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Tanah Bumbu dikuatkan oleh saksi Pihak Terkait, yaitu Wahyudi yang merupakan saksi mandat Partai Golkar di tingkat Kecamatan Pulau Laut Sigam dan Kabupaten Kotabaru, serta Azhar yang merupakan saksi mandat Partai NasDem di tingkat Kabupaten Tanah Bumbu," ujar Guntur saat sidang putusan di ruang rapat pleno Gedung MK, Jakarta, Senin (10/6).
Sementara pada tingkat Kota Banjarmasin, sambung Guntur, saksi mandat Pemohon mengajukan keberatan atas peningkatan suara Pihak Terkait dan menolak hasil dari rekapitulasi. Meski demikian, menurut keterangan saksi Termohon, yaitu Subhani, keberatan saksi mandat Pemohon saat rekapitulasi di tingkat Kota Banjarmasin, tidak dipermasalahkan lagi dalam proses rekapitulasi tingkat provinsi.
"Hal itu dikuatkan dengan adanya pembubuhan tanda tangan saksi mandat Pemohon pada berita acara rekapitulasi tingkat provinsi," jelas Guntur.
Selain itu, sambung Guntur, terhadap pertimbangan Putusan Bawaslu Republik Indonesia yang melakukan penghitungan mandiri berdasarkan data hasil pengawasannya terhadap perolehan suara Pihak Terkait, setelah penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional adalah tidak tepat.
MK menilai hal itu melampaui kewenangan yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan, sehingga harus dikesampingkan.
"Berdasarkan ketentuan di atas, dalam hal terdapat keberatan terhadap selisih rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara dapat diterima maka PPK dan KPU Kabupaten Kota seketika melakukan pembetulan, dan apabila keberatan tidak dapat diselesaikan, maka dicatat sebagai kejadian khusus untuk ditindaklanjuti dalam pelaksanaan rekapitulasi di tingkat provinsi," terang Guntur.
Sebagai informasi, Pemohon menyoal perbedaan suara antara C.Hasil Salinan dan D.Hasil Kecamatan, D Hasil Kabupaten/Kota, D.Hasil Provinsi dan D.Hasil Nasional.
Namun, MK mencatat hal disoal pemohon terhadap hasil penghitungan perolehan suara seharusnya disampaikan saat proses rekapitulasi secara berjenjang agar dilakukan pembetulan.
Sehingga apabila tidak dicatat dan tidak diselesaikan, bisa dicatat sebagai kejadian khusus untuk ditindaklanjuti dalam proses rekapitulasi pada jenjang yang lebih tinggi.