Ombudsman Desak Polisi Selidiki Unsur Pidana Siswa SD Dihukum 'Push Up' Gara-gara SPP
Ombudsman menilai tindakan sekolah tersebut tak tepat. Aksi tersebut dinilai Ombudsman termasuk kekerasan terhadap anak dan melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak khususnya Pasal 9 ayat 1a.
Ombudsman menyoroti dugaan terjadinya maladministrasi dalam kasus guru hukum push up siswa di SDIT di Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ombudsman mendesak polisi menyelidiki unsur pidana dilakukan guru tersebut.
"Kasus tersebut jelas terdapat aspek maladministrasi pelayanan publik dan aspek hukum pidananya. Penyidik dapat langsung mengusut kasus ini tanpa adanya laporan dari korban," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/1).
-
Apa bentuk kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan? KPAI menilai segala bentuk kekerasan anak pada satuan pendidikan mengakibatkan kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian. Bahkan lebih ekstrem, anak memilih mengakhiri hidupnya.
-
Apa yang dilakukan dosen muda ini di kelas? Sebelum masuk ke kelas, dosen muda bernama Akbar ini memang sudah berkenalan dengan mahasiswanya yang masih baru. Saat masuk ke kelas, mahasiswanya pun bertanya apakah ia kakak tingkat.
-
Siapa yang diduga melakukan pelecehan di sekolah? Korban diduga telah melakukan pelecehan terhadap para siswi di sekolah.
-
Kenapa ucapan kelulusan sekolah dianggap penting? Ucapan tersebut juga menjadi penyemangat untuk membantu mereka ketika mereka memulai tahap kehidupan selanjutnya.
-
Kapan kaki seribu sering terlambat sekolah? Soalnya kakinya banyak, jadinya kalau pakai sepatu kelamaan.
-
Apa yang dilarang oleh Ganjar Pranowo di sekolah? Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo tegaskan "Iya tinggal beberapa, yang biasanya punya problem (menahan ijazah), suruh kirim ke kami, dan nanti kalau ada kami urus. Apakah itu negeri atau swasta," tegas Ganjar Pranowo saat menghadiri Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Ikatan Penyuluh Keluarga Berencana (IPeKB) Jateng di GOR Tri Sanja, Slawi, Kabupaten Tegal, Rabu (26/7/2023).
Ombudsman menilai tindakan sekolah tersebut tak tepat. Aksi tersebut dinilai Ombudsman termasuk kekerasan terhadap anak dan melanggar Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak khususnya Pasal 9 ayat 1a.
Aturan dalam ayat itu menyatakan setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
"Tindakan yang dilakukan oleh pengajar di SDIT dengan memaksa siswa melakukan push up masuk dalam praktik kekerasan dan tindakan tersebut tidak dapat ditolerir," tegas Teguh.
Ombudsman turut menyelidiki apakah terjadi sekolah tersebut melakukan pelanggaran maladministrasi lantaran menjadikan iuran SPP sebagai dasar menghukum murid. Sebab, berdasarkan Permendikbud 44/2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, sekolah yang sudah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari Pemerintah tidak sepatutnya menjadikan SPP sebagai pungutan wajib.
"Pihak sekolah harus bertanggung jawab, kepala Dinas Pendidikan juga harus ikut bertanggung jawab terkait dengan apa yang terjadi di SDIT Bina Mutjama Bogor, jangan ada lagi kekerasan dan tindak pelaku sesuai hukum," kata Teguh.
Sebelumnya diberitakan, murid kelas IV di salah satu SDIT kawasan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berinisial GNS mengaku dihukum push up pihak sekolah. Bocah itu mengaku harus melakukan 'push up' sebanyak 100 kali karena belum melunasi uang Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).
Dia mengalami hal itu pada pekan lalu. Saat ini GSN mengalami trauma dan tidak mau bersekolah karena malu.
GNS menceritakan, ketika dia sedang belajar, dihampiri oleh kakak kelasnya. Dia diminta untuk menghadap kepala sekolah. Kemudian dia pun memenuhi panggilan tersebut.
"Yang nyuruh kepala sekolah. Gara-gara belum dapat kartu ujian, belum bayaran," katanya di rumahnya di Kampung Sidamukti, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Depok.
Dia pun merasa sangat sedih atas peristiwa tersebut. Sebelumnya GNS pernah juga mengalami hal serupa. Namun saat itu, dia hanya diminta push up 10 kali saja. Namun hukuman terakhir kemarin yang dia jalani membuatnya merasa sakit.
"Perutnya sakit habis disuruh push up," ceritanya.
GNS pun menjadi tidak mau bersekolah di sekolah tersebut. Karena dia takut jika nanti disuruh push up lagi jika belum bayar SPP. Pihak keluarga pun berencana memindahkan GNS ke sekolah lain. Karena GSN sudah benar-benar tidak mau sekolah di sekolah tersebut.
Ketika Sekretaris Daerah Depok Hardiono mendatangi rumahnya, salah satu kakaknya sempat tidak bersedia ditemui. Kedatangan Sekda ke rumah GNS atas instruksi Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad yang sedang menjalani ibadah umroh.
Namun setelah diberi penjelasan akhirnya kakak GNS bersedia ditemui. Pembicaraan antara kakak GNS dan pihak Pemerintah Kota Depok berjalan tertutup. "Saya datang atas instruksi Wali Kota. Beliu meminta untuk memberikan perhatian dan bantuan pada anak ini (GNS)," kata Hardiono, Selasa (29/1).
GNS sendiri saat ini ada di dalam rumah namun tidak berani menemui Sekda karena sangat trauma. Sehingga dia hanya bicara dengan kakak GNS dan paman GNS. "Ya sangat trauma, dia ketakutan kalau bertemu orang yang tidak dikenal. Kondisi ini harus dipulihkan terlebih dahulu," ungkapnya.
Pihaknya berjanji akan memberikan bantuan pada GNS. Termasuk untuk membantu melunasi tunggakan SPP GNS. "Pak Wali menyarankan agar anak itu dipindahkan ke sekolah di Depok. Dan tunggakan SPP akan ditanggung oleh pak Wali," tukasnya.
Pihaknya juga akan melakukan kroscek ke sekolah GNS untuk mendapatkan informasi yang berimbang. Setelah itu baru akan diambil langkah-langkah yang tepat. "Ya kita akan berkomunikasi dengan dinas pendidikan setempat. Kita kordinasi terlebih dahulu," pungkasnya.
GNS mengalami trauma setelah mengaku mendapat hukuman berupa push up sebanyak 100 kali karena dia menunggak uang SPP selama 10 bulan. Atas kejadian tersebut GNS mengalami sakit perut dan trauma tidak mau sekolah lagi.
Baca juga:
Wali Kota Depok Sarankan Siswa yang Dihukum 'Push Up' karena SPP Pindah Sekolah
Soal Siswi SD Depok, KPAI Kritik Komite Sekolah Harusnya Membantu Bukan Menghukum
Siswi SD Dihukum 'Push Up' karena SPP, Wakil Wali Kota Depok Janji Bantu
Belum Bayar SPP, Siswi SD Dihukum 'Push Up' Sampai Trauma