PDIP nilai SBY tergesa-gesa minta maaf ke Malaysia & Singapura
Menurut Tjahjo, dengan meminta maaf seolah-olah Indonesia pihak yang paling bersalah dalam peristiwa kebakaran hutan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tiba-tiba meminta maaf kepada pemerintah Malaysia dan Singapura terkait kebakaran hutan yang terjadi di Riau. Tindakan presiden ini dinilai sebagai upaya yang terburu-buru.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan, presiden terlalu terburu-buru meminta maaf kepada Malaysia dan Singapura. Dia menilai seharusnya sebelum meminta maaf dibentuk tim terpadu terlebih dahulu untuk mengetahui siapa yang salah dalam peristiwa kebakaran hutan itu.
"Seharusnya tidak tergesa-gesa untuk minta maaf. Perlu tim terpadu Indonesia, Malaysia, Singapura, ini perusahaan milik siapa," kata Tjahjo di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (25/6).
Tjahjo mengatakan, dengan meminta maaf seolah-olah Indonesia pihak yang paling bersalah dalam peristiwa kebakaran hutan itu. Padahal, hingga kini belum jelas siapa yang harus bertanggung jawab.
"Tapi bukan itu (minta maaf), yang penting adalah bagaimana pemerintah cepat memadamkan itu. Ini kan menunjukkan adanya kesalahan sebuah negara kepada negara lain," imbuhnya.
Namun demikian, dia berpendapat, sah-sah saja jika memang Presiden SBY meminta maaf kepada negara tetangga. Akan tetapi, lanjutnya, yang terpenting adalah mengungkap siapa dalang di balik kebakaran hutan tersebut.
"Kalau saya punya rumah tangga dan mengganggu sah-sah saja. Hanya saja, bukan minta maafnya, tapi masalahnya kenapa," tandasnya.
Seperti diketahui, SBY secara resmi menyampaikan permintaan maaf kepada Singapura dan Malaysia atas ketidaknyamanan akibat kabut asap dari Indonesia. SBY menegaskan, pemerintah Indonesia akan berupaya untuk menangani kebakaran hutan di wilayah Sumatera yang asapnya sampai ke kedua negara tersebut.
"Meminta maaf dan meminta pengertian saudara-saudara kita di Malaysia dan Singapura. Tentu tidak ada niat dari Indonesia atas apa yang terjadi ini," kata Presiden SBY dalam keterangan persnya di Kantor Presiden Jakarta, Senin (24/6).