Pembantaian Rawagede, DPR terima permintaan maaf Belanda
Pada 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer I sebanyak 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini.
Kerajaan Belanda berencana meminta maaf kepada Pemerintah Indonesia terkait 'dosa lama' yang mereka lakukan dalam tragedi pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap warga pribumi di daerah Rawagede, Kerawang.
"Saya kira ini menunjukkan sikap yang baik dalam rangka menjalin hubungan erat lagi," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanudin di Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (2/9).
Menurut TB Hasanudin, permintaan maaf Belanda dapat menjadi pelajaran untuk Indonesia dalam menyelesaikan sejumlah pelanggaran HAM masa lalu. Sebagai wakil rakyat, dia pun mengaku antusias dan menerima permintaan maaf Belanda.
"Jadi permintaan maaf Belanda ini, walau baru dilakukan setelah sekitar 60 tahun lalu dari peristiwanya, kita bisa terima," terangnya.
Sebelumnya, Kerajaan Belanda akan meminta maaf kepada Indonesia, terkait peristiwa pembantaian yang dilakukan selama periode penjajahan 1945 sampai 1949 atau dikenal dengan agresi militer Belanda I.
Rencananya, Duta Besar Belanda untuk Indonesia akan secara resmi menyatakan permintaan maaf di Jakarta pada 12 September nanti.
Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang). Lokasi Rawagede berada di antara Karawang dan Bekasi.
Pada 9 Desember 1947 sewaktu melancarkan agresi militer I sebanyak 431 penduduk menjadi korban pembantaian ini. Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang.
Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan pembersihan.
Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede dibunuh tanpa alasan jelas. Peristiwa dikira menjadi inspirasi dari sajak terkenal Chairil Anwar berjudul 'Antara Karawang dan Bekasi'. Namun ternyata dugaan tersebut tidak terbukti.
Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya.