Penahanan tersangka penyuap panitera pengganti PN Jaksel diperpanjang
KPK memperpanjang masa tahanan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection, Yunus Nafik. Perpanjangan masa penahanan diberlakukan selama 40 hari ke depan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa tahanan Direktur Utama PT Aquamarine Divindo Inspection, Yunus Nafik. Perpanjangan masa penahanan diberlakukan selama 40 hari ke depan.
"Dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari dari 1 September 2017 sampai dengan 20 Oktober 2017 untuk tiga tersangka," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/9).
Saat ini, Yunus tersangka kasus suap kepada panitera pengganti PN Jakarta Selatan Tarmizi melalui kuasa hukum PT ADI Akhmad Zaini ditahan di Mapolres Jakarta Pusat.
Diketahui, Yunus menyuap Tarmizi agar yang bersangkutan mengatur putusan, dan menolak gugatan PT Eastern Jason Fabrication Service (EJFS) Ltd.
Perusahaan Singapura itu menggugat PT ADI ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 4 Oktober 2016, karena PT ADI dianggap tidak mampu memenuhi kewajibannya terhadap PT EJFS dalam tenggat waktu yang ditentukan.
"Untuk mengamankan kasus tersebut diduga lakukan komunikasi antara AKZ (Akhmad Zaini) kuasa hukum PT ADI dengan TMZ, Panitera yang menangani perkara tersebut kemudian disepakati dana Rp 400 juta untuk menolak gugatan tersebut jadi latar belakangnya itu," ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo saay melakukan konferensi pers di gedung KPK, Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (21/8).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, PT ADI bergerak di bidang jasa konstruksi dengan spesifikasi survey bawah laut. Ada beberapa perusahaan yang bekerjasama dengan PT ADI salah satunya PT EJFS, perusahaan yang bermarkas di Singapura, dan China National Offshore Oil Coorporation (CNOOC), yang bermarkas di Tiongkok.
Dengan PT EFJS, PT ADI bekerjasama dalam penambatan dan pemasangan FSO Federal II sejak tahun 2014, dan kerjasama dengan PT CNOOC meliputi servis alat sejak 2014.
Ditengah perjalanannya, kerugian PT EJFS atas wanprestasi PT ADI sebesar USD 7.603.198.45, dan SGD 131.070.50, dengan rincian sebagai berikut;
Kerugian materiil sebesar USD 3.217.355.45 dan SGD 131.070.50, sedangkan penggugat mendapatkan hasil dari kontrak kerjasama dengan PT ADI sebesar USD 3.114.000, dan denda kepada China National Offshore Oil Coorporation (CNOOC) sebesar USD 1.271.843.00.
Yunus dan Akhmad berstatus tersangka setelah tim satgas KPK melakukan operasi tangkap tangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam OTT itu diamankan kuasa hukum PT ADI Fajar Gora, Tarmizi; panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Teddy Junaedi; honorer Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan Solihan; sopir rental.
Penangkapan dilakukan setelah KPK menduga telah terjadi transaksi bentuk suap atas perkara yang membelit PT ADI.
"Pemberian oleh AKZ, selaku kuasa hukum agar gugatan PT EJFS ltd. Terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI," ungkap Agus.
Agus menjelaskan sebagai pemulus niatannya tersebut, Ahkmad berkomunikasi langsung dengan Tarmizi. Negosiasi harga pengurusan perkara. Disebutkan bahwa dalam negosiasi itu Tarmizi meminta Rp 750 juta. Nominal tersebut disampaikan dengan memggunakan istilah 'sapi' dan 'kerbau'. Sapi diartikan sebagai ratusan juta, kambing artinya puluhan juta.
Akhmad keberatan atas permintaan Tarmizi, sehingga keduanya menemukan kesepakatan harga 4 sapi, alias Rp 400 juta.
"TMZ sempat meminta 7 sapi 5 kambing. Akhirnya disepakati 4 sapi," tukasnya.
Realisasi pembayaran harga atas pengurusan perkara dilakukan Akhmad dengan mentransfer ke rekening Teddy Junaedi, honorer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Transfer rekening Teddy dijadikan dalam kongkalikong itu dijadikan sebagai rekening tampungan.
Kendati kesepakatan harga Rp 400 juta, rekening Tarmizi mendapat kucuran dana Rp 425 juta.
"Sebelumnya diterima 22 Juni melalui transfer BCA AKZ ke rekening TJ Rp 25 juta. 16 Agustus Rp 100 juta dan disamarkan keterangannya dengan keterangan DP pembayaran tanah. 21 Agustus transfer Rp 300 juta keterangannya pelunasan tanah. Total Rp 425 juta," ungkap Agus merinci.
KPK pun telah menyita barang bukti berupa buku tabungan milik Teddy dan Akhmad yang digunakan sebagai transaksi suap.
Atas perbuatannya, Tarmizi selaku pihak penerima suap disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan Akhmad selaku penyuap disangkakan telah melanggar Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.