Peneliti Jogja Kembangkan Mesin Nitridasi Plasma, Bikin Irit Kendaraan dan Awet
Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) Yogyakarta berhasil menciptakan mesin nitridasi plasma pertama di Indonesia untuk keperluan industri permesinan dan otomotif dalam negeri. Mesin yang juga telah dipatenkan oleh PSTA ini mampu membuat permukaan komponen mesin menjadi jauh lebih keras, anti karat, dan awet.
Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) Yogyakarta berhasil menciptakan mesin nitridasi plasma pertama di Indonesia untuk keperluan industri permesinan dan otomotif dalam negeri. Mesin yang juga telah dipatenkan oleh PSTA ini mampu membuat permukaan komponen mesin menjadi jauh lebih keras, anti karat, dan tahan lama.
Peneliti PSTA, Suprapto mengatakan, bila diterapkan untuk bidang otomotif seperti sepeda motor, kendaraan nantinya bisa jadi lebih irit bensin.
-
Apa yang dikerjasamakan oleh PKBH FH UMY dan PTUN Yogyakarta? Penandatanganan MoU dan Perjanjian Kerja Sama antara Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (PKBH FH UMY) dengan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta tentang Pemberian Layanan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di PTUN Yogyakarta.
-
Siapa yang memimpin penelitian mengenai Wolbachia untuk pengendalian demam berdarah di Yogyakarta? Adi Utarini telah menjadi pemersatu dalam menjalankan uji coba yang kompleks ini.
-
Dimana tempat penelitian ini dilakukan? Bukti ini ditemukan lewat studi yang dipimpin oleh Gaia Giordano dari Universitas Milan, Italia.
-
Apa yang diamati oleh para ilmuwan? Para ilmuwan berhasil menyaksikan dua pasang lubang hitam supermasif yang hampir bertabrakan. Dua fenomena alam itu terletak jutaan hingga miliaran tahun cahaya dari Bumi.
-
Apa yang ditemukan di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan? Kepolisian menemukan lima mayat di Universitas Prima Indonesia (UNPRI) Kota Medan usai menggeledah kampus swasta tersebut.
-
Apa yang ditemukan oleh para ilmuwan? Ilmuwan menemukan dua spesies dinosaurus baru, yang hidup 66 juta tahun lalu.
"Komponen mesin jadi keras, tahan aus, tahan korosi, kemudian koefisien geseknya rendah. Dampaknya kalau koefisien gesek rendah, efisiensi mekaniknya tinggi. Kalau efisiensi mekanik tinggi, bahan bakar irit. Itu akibat nitridasi disamping umurnya jadi dua kali lebih panjang," tutur Suprapto kepada Liputan6.com di Gedung PSTA, Yogyakarta, Rabu (20/3/2019).
Ia menjelaskan, teknologi ini sebenarnya memang sudah lebih dulu ada di luar negeri. Namun, bila Indonesia sampai harus membelinya, biaya yang dibutuhkan sangatlah mahal.
Lagipula, teknologi nitridasi plasma sendiri juga termasuk salah satu yang masih sulit untuk dibeli atau dipelajari cara pembuatannya. Negara pun saling bersaing untuk dapat masing-masing mengembangkannya.
"Permasalahannya kan kita tidak boleh menggantungkan di luar negeri, nah kita kan harus swasembada jadi artinya harus membuat sendiri," ujar Suprapto.
"Sebetulnya teknologi itu hanya ada dua, yaitu satu dibeli, satu lagi dicuri. Negara maju tidak akan memberikan teknologi ke negara berkembang. Kalau mau patennya atau ahli teknologinya, itu membeli. Nah, tapi kalau mencuri pakai otak, pakai IPTEK, pakai ilmu pengetahuan," lanjutnya.
Suprapto pun berharap agar hak paten mesin ini dapat dibeli oleh industri di Indonesia. Menurutnya, sangat disayangkan bila mesin ini sampai tidak digunakan.
"Harapannya bisa dipakai di industri di Indonesia. Nah ini sebetulnya kami sudah menyiapkan untuk ekspan (mesin) ini yang bisa dikatakan semi industri. Yang besar itu bisa untuk industri, sudah ada modelnya kami siapkan, yang model kecil ini hanya untuk laboratorium," tukasnya.
Kembangkan Siklotron, Dapat Deteksi Kanker Secara 3 Dimensi
PSTA Yogyakarta juga berhasil merancang teknologi akselerator siklotron miliknya sendiri yang juga telah dipatenkan. Peneliti PSTA, Darsono menjelaskan, nantinya alat ini dapat digunakan untuk keperluan rumah sakit dalam mendeteksi kanker secara tiga dimensi.
"Produk siklotron sendiri akan menghasilkan radioisotop F-18, sehingga nanti kalau dengan radioisotop itu tubuh bisa memancarkan (bagian yang) kanker dan sebagainya. Bisa ketahuan secara 3 dimensi," tutur Darsono.
Ia menjelaskan, sebelum PSTA mengembangkan siklotron tersebut, Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) belum mampu untuk mengembangkan teknologi itu. Padahal, negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Jerman, dan beberapa negara di Eropa lainnya telah banyak mengoperasikan siklotron di rumah sakitnya. Sebagian rumah sakit di Indonesia pun sudah memiliki fasilitas teknologi serupa hasil membeli dari luar negeri.
Namun, Peneliti PSTA Susilo Widodo menegaskan, Indonesia tidak bisa bergantung terus pada luar negeri. Sebab, harga mesin ini sangatlah mahal.
Susilo berharap, nantinya unit siklotron yang terus dikembangkan di PSTA ini dapat segera digunakan oleh rumah sakit di Indonesia. "Kita sendiri punya kemampuan desain ini, unit kedua atau ketiga sudah harus bisa diset di rumah sakit mana yang membutuhkan, karena siklotron ini untuk keperluan rumah sakit," tandasnya.
PSTA sendiri merupakan salah satu pusat penelitian yang telah diakui dan termasuk sebagai Pusat Unggulan Iptek (PUI) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Pembiayaan dari Kemenristekdikti memungkinkan PSTA melakukan terobosan dalam bidang nuklir serta pengembangan sistem manajemen untuk industri.
Peneliti PSTA, Aris Bastianudin menjelaskan, sejauh ini sudah ada 6 produk unggulan dari PSTA yang dapat diaplikasikan untuk kebutuhan industri maupun ilmu pengetahuan di Indonesia.
"Produk unggulannya ada 6. Jadi yang pertama mesin berkas elektron (electron beam machine), ini bisa untuk iradiasi lateks karet alam. Kemudian ada nitridasi plasma, ini untuk pengerasan permukaan bahan. Kemudian ada siklotron, ini untuk produksi isotop medis teknologinya. Ini di bidang akselerator," tuturnya.
"Di bidang proses, ada tiga produk unggulan. Yang pertama ada teknologi pemisahan dan pemurnian logam tanah jarang, yang kedua ada zirkonium, yang ketiga untuk titanium," lanjut Aris.
Aris berharap, dengan ini Kemenristekdikti dapat terus mendukung pengembangan teknologi yang ada di PSTA agar dapat bersaing di kancah internasional. Sebab, ia yakin bahwa IPTEK Indonesia tidaklah kalah canggih dengan milik luar negeri.
Reporter: Ratu Annissa Suryasumirat
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Ilmuwan Cegah Pemanasan Global Dengan Halau Cahaya Matahari, Caranya?
Ilmuwan Jepang Coba 'Bangkitkan' Mammoth Dari Kepunahan, Hampir Berhasil
Menristekdikti Sebut Peneliti Indonesia Sudah Sejahtera
Diprediksi Akan Ada Badai Matahari, Ini Penjelasan dan Bahayanya!
Malam Ini Ada Fenomena Super Snow Moon, Ini Penjelasannya!
Global Innovation Index: Anggaran Riset dan Pengembangan (R&D) Indonesia Lemah