Penuh Emosi, Begini Momen Perdana Orangtua Balita Korban Penganiayaan Daycare Wensen Depok di Meja Hijau
Emosi Arif tidak terbendung setelah perdana bertemu dengan terdakwa Tata di Pengadilan Negeri Depok dalam sidang lanjutan digelar, Rabu (23/10).
Arif, salah satu orangtua balita korban penganiayaan Meita Irianty alias Tata pemilik daycare Wensen School Indonesia (WSI), Depok, Jawa Barat tidak kuasa menahan emosi melihat pelaku. Emosi Arif tidak terbendung setelah perdana bertemu dengan terdakwa Tata di Pengadilan Negeri Depok dalam sidang lanjutan digelar, Rabu (23/10).
Arif mengaku pertama kali bertemu terdakwa setelah pemeriksaan di Polres pada 31 Juli. Dia mengaku melihat tadi rasanya campur aduk antara kesal, marah dan takut.
- Segini Biaya Daycare di Depok yang Lakukan Penganiayaan Anak
- Imbas Balita Dianiaya di Daycare Depok, Orang Tua Ramai-Ramai Tarik Anak dari Wensen School
- Orang Tua Ungkap Dampak Fisik yang Dialami Anak Korban Penganiayaan Pemilik Daycare di Depok
- Selain Balita, Bayi 7 Bulan jadi Korban Penganiayaan Daycare di Depok
"Perasaan saya campur-campur, ada rasa marah, ada rasa sesal, ada rasa emosi, masih ada rasa takut juga. Karena seingat saya Bu Tata itu ada keluarganya anggota DPRD dan saya itu kan masih orang biasa. Dan kalau dia main ekstrim, kalap istilahnya ada cara-cara tertentu lah. Saya takut keluarga saya terancam keselamatannya, saya takut anak saya mendapatkan lebih dari yang ini. Istilahnya ada gangguan untuk perkara sidang gitu loh, saya takut kita diganggu, saya enggak bisa menggambarkan itu gimana, hematnya kita diganggu untuk melaksanakan sidang," kata Arif.
Arif mengatakan, proses persidangan berjalan sebagaimana harusnya walaupun memakan durasi waktu sangat lama karena ada sejumlah saksi yang diperiksa. Tadi juga sempat dihadirkan bukti berupa rekaman video yang membuatnya sangat kaget dan terpukul.
“Walaupun durasinya lama dari pagi hingga magrib, ini tergolong lama. Dan untuk orang tua kami lumayan agak terpukul karena dihadirkan barang bukti video yang sangat jelas. Jadi kami terulang gimana anak kami dianiaya oleh pelaku. Ini yang jelas pertama kali, kalau yang saya lihat selama ini di sosial media dengan kondisi agak buram atau di blur dibagian tertentu,” ujar Arif.
Arif mengaku tidak percaya kalau anaknya menjadi korban kekejaman Tata. Dia berfikir anaknya mendapat perlakuan yang layak di daycare milik Tata.
“Saya sangat terguncang dan saya sangat menyesal karena saya tidak tahu kalau anak saya mengalami penganiayaan disana, saya pikir anak saya mendapatkan pelayanan yang selayaknya, diperlakukan sebagaimana anak kecil dan saya merasa gagal sebagai orang tua untuk melindungi anak saya,” kata Arif.
Yang lebih menyakitkannya, Arif mengatakan anaknya adalah anak pertama yang sangat dinantikan kehadirannya oleh dia dan istrinya. Pertama kali mengetahui dan melihat video anaknya disiksa, Arif merasa sangat terpukul.
“Wah, ketika pertama kali tahu saya merasa terkhianati, tertipu, saya tidak tahu lagi mana yang benar mana yang salah, karena selama ini selalu update di sosial media mereka, di story mereka, anak saya ikut kegiatan mereka, anak saya sedang makan siang, anak saya sedang ceria, lalu setiap kali saya antar dan dijemput saya juga selalu tanya sama guru-guru dan saya lihat interaksi anak saya juha bahagia gitu. Jadi ketika saya tahu ada video seperti ini, anak saya dianiaya, itu saya tidak percaya lagi mana yang benar mana yang salah, saya bingung bedain, saya sangat terguncang waktu itu bahkan sampai sekarang. Sebulan pertama setelah itu saya sangat terguncang sekali. Saya merasa berat sekali,” ujar Arif menahan sedih.
Arif berharap kasus ini diproses sesuai hukum yang adil tanpa ada intervensi. Dia meminta terdakwa diberi hukuman yang setimpal. Dia berharap anaknya juga dapat tumbuh sebagai anak sehat.
“Saya berharap anak saya tetap tumbuh kembang dengan sehat, saya tidak ingin anak saya ada gangguan masalah pada perkembangannya,” kata Arif.
Sementara itu, kuasa hukum korban, Irfan Maulana mengatakan, agenda sidang adalah mendengarkan keterangan saksi korban dari orang tuanya K. Dalam keterangannya, saksi menjelaskan mengenai peristiwa tindakan kekerasan yang dialami anaknya.
“Itu memang faktanya ada, dibuktikan dengan jaksa menghadirkan hasil visum dan keterangan yang disampaikan oleh saksi korban sudah membuktikan bahwa tindak pidana kekerasan terhadap anak yang bersangkutan sudah terjadi. Ditambah dengan pengakuan dari terdakwa sudah mengakui dan menyesali atas perbuatannya. Cuma mungkin yang disayangkan dalam kesempatan itu terdakwa tidak sempat untuk meminta maaf terhadap orang tua korban,” kata Irfan.
Hari ini dihadirkan lima orang saksi yaitu orang tua K, orang tua bayi E yang berusia 8 bulan dan dua orang lagi saksi guru. Saksi yang dihadirkan hari ini atas permintaan dari Kejaksaan Negeri Depok untuk membuktikan adanya peristiwa pidana tersebut.
“Jadi dari saksi 5 orang ini masing-masing memberi keterangan yang berbeda tapi ada relevansinya dengan pokok perkara. Misalkan saksi dari orang tuanya Bbaby Kay menerangkan peristiwa pada saat dia menerima CCTV dari guru yang saksi namanya Bu Awul, terus ditambah dengan saksi dari ayahnya Baby E, dia menerangkan kejadian anaknya mendapatkan luka juga kan di dalam video itu terlihat jelas. Jadi 5 orang saksi ini semuanya ada korelasinya dalam satu peristiwa tindak pidana kekerasan,” ujar Irfan.
Menanggapi soal permintaan dari kuasa hukum terdakwa yang meminta agar Tata dijadikan tahanan rumah, Irfan mengatakan, kewenangan itu ada di pihak kejaksaan. Hanya saja jika dilihat dari alasan pengajuan penahanan rumah menurut pihaknya kami belum masuk kriteria. Menurutnya kondisi terdakwa walau dalam kondisi mengandung tidak lantas membuat terhambatnya proses jalannya persidangan.
“Buktinya terdakwa bisa dihadirkan dalam persidangan dan keadaan baik-baik saja. Jadi menurut kami tidak memenuhi syarat untuk diajukannya proses penahanan rumah,” tegas Irfan.
Untuk selanjutnya pihaknya berharap proses ini tetap berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang seharusnya diberikan sanksi terhadap pelaku. Dikatakan, jika berdasarkan bukti-bukti maka tindakan Tata sudah tak terbantahkan lagi. Dibuktikan dengan adanya bukti rontgen yang menyebabkan luka dalam dan termasuk kriteria penganiayaan dan menyebabkan luka berat.
“Jadi dengan adanya terbukti luka berat itu ya seharusnya pelaku ini dapat dikenakan Pasal 80 ayat 2 yang menyebabkan luka berat dengan ancaman lima tahun penjara,” tandas Irfan.