Penyelesaian pelanggaran HAM, Kejagung masih upayakan non-judicial
Namun hingga kini, perkembangan penyelesaian dengan cara non-judicial masih terus dibicarakan.
Kejaksaan Agung tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM 1965 secara non-judicial. Hal ini sudah ditegaskan kejaksaan agung beberapa waktu lalu sebelum adanya putusan terkait kesimpulan akhir dari Majelis Hakim Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal/IPT).
"Kalau sekarang dari sana kan itu pak jaksa Agung juga sudah bilang akan diselesaikan secara non Judicial," Kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Roem di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (21/7).
Namun hingga kini, perkembangan penyelesaian dengan cara non-judicial masih terus dibicarakan. Hingga kini belum ada keputusan apapun yang dibuat oleh pemerintah.
"Masih terus masih terus kita laksanakan (soal HAM 1965)," tutupnya.
Selain itu, Kejagung juga belum menyiapkan tim khusus untuk menyelesaikannya.
"Belum ada tim Khusus yang dibentuk (menyikapi tim khusus untuk mempersiapkan non-judicial)," katanya.
-
Di mana banjir Jakarta pada tahun 1960 terjadi? Mengutip dari buku Sejarah Kota Jakarta 1950-1980 karya Edi Setyawati dkk mengatakan, pada awal tahun 1960 terjadi banjir di Jakarta, setelah mengalami musim hujan yang hebat sehingga 7 kelurahan sangat menderita, terutama daerah Grogol dan sekitarnya.
-
Kapan Roestam Effendi mengucapkan "Indonesia Merdeka!" di parlemen Belanda? Selama 19 tahun tinggal di Belanda, Roestam dinobatkan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang duduk menjadi anggota Majelis Rendah atau Tweede Kamer mewakili partainya itu. Meski bergabung dengan partai di Belanda, namun jiwa perjuangan untuk tanah airnya masih terus mengalir di dalam tubuhnya. Ia nekat mengucapkan "Indonesia Merdeka!" saat upacara pembukaan parlemen yang dihadiri oleh Ratu Belanda.
-
Siapa yang menyampaikan terkait peristiwa 1965 di Sulawesi Tengah? Mahfud mengatakan Gubernur Rusdy menyampaikan terkait peristiwa 1965 di Sulteng.
-
Dimana Soekarno dipenjara oleh Belanda? Di tahun 1929, orator ulung itu sempat ditawan Belanda karena gerakan pemberontakannya terhadap kolonialisme di Partai Nasional Indonesia (PNI). Ia diculik pasukan kolonial dan dijebloskan ke sebuah penjara kuno di Jalan Banceuy, bersama tiga tokoh lain, yakni R. Gatot Mangkoepradja (Sekretaris II PNI), Maskoen Soemadiredja (Sekretaris II PNI Bandung), dan Soepriadinata (Anggota PNI Bandung).
-
Apa yang diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 5 Agustus 1962? Hotel Indonesia diresmikan pada tanggal 5 Agustus 1962 oleh Presiden RI Pertama, Soekarno, guna menyambut pagelaran Asian Games IV tahun 1962.
-
Kenapa Jaka Sembung melawan Belanda? Ia juga akan meyakinkan masyarakat bahwa kolonialisme merupakan bentuk perbudakan dan akan merugikan kampung ketika sudah berhasil dikuasai.
Dia menjelaskan bahwa saat ini hanya berkas terkait hasil dari Komnas HAM masih dipelajari oleh penyidik kejaksaan agung. "Nanti kita lihat dulu, ini kan kejadian sudah lama. Gak gampang benar dan sebentar," kata dia.
Diketahui sebelumnya, Majelis Hakim International People Tribunal (Pengadilan Rakyat Internasional) 1965 menyatakan pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas 10 kejahatan kemanusiaan berat pada kurun 1965-1966. Selain itu, pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia turut terlibat membantu pelanggaran hak asasi manusia tersebut.
Putusan dibacakan Rabu (20/7) oleh Ketua Majelis Hakim Zak Yacoob melalui kanal streaming online. Keputusan majelis didasarkan atas proses pengadilan selama 10-13 November 2015 di Kota Den Haag, Belanda.
"Genosida di Indonesia harus dimasukkan dalam genosida-genosida utama di dunia pada abad ke 20," demikian pernyataan majelis hakim, seperti dikutip dari situs tribunal1965.org.
Data-data pelanggaran HAM berat selepas G30S didasarkan pada kesaksian korban selamat, saksi ahli, serta laporan mendalam yang dikumpulkan dari 40 peneliti asal Indonesia maupun luar negeri.
Salah satu fakta adanya pelanggaran HAM adalah terbunuhnya lebih dari 500 ribu orang di seluruh Indonesia atas tuduhan terlibat Partai Komunis Indonesia. Pemerintah dinyatakan bersalah memfasilitasi pembantaian tersebut, yang melibatkan organisasi paramiliter, ormas keagamaan, serta warga sipil.
Selain itu, pemerintah Indonesia menahan lebih dari 600 ribu orang di kamp konsentrasi Pulau Buru tanpa peradilan yang layak. Tuduhan ini mencakup pula penyiksaan tahanan diduga komunis, penghilangan paksa, serta kekerasan seksual yang dialami tahanan politik perempuan oleh aparat keamanan selama Gestok.
"Panel hakim merekomendasikan agar pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas dan keluarga mereka," kata majelis hakim.
Laporan sejenis sebetulnya sudah dihasilkan dari penyelidikan Komnas HAM serta Komnas Perempuan sebelum IPT digelar. Namun pemerintah tidak menindaklanjuti temuan-temuan lembaga negara tersebut.
Hal yang memberatkan pemerintah Indonesia adalah tidak adanya upaya untuk mencegah terjadinya pembantaian massal maupun menghukum mereka yang menjadi aktor intelektual genosida.
"Jika terjadi perbuatan pidana yang dilakukan terpisah dari pemerintah, atau tindakan yang biasa disebut aksi lokal spontan, bukan berarti negara dibebaskan dari tanggung jawab. Negara wajib menghalangi kembali berulangnya kejadian, dan menghukum mereka yang bertanggung jawab," kata Yacoob.