Perempuan Lebih Berisiko Alami Migrain Ketimbang Laki-Laki, Ternyata Ini Penyebabnya
Dokter spesialis neurologi, Restu Susanti mengatakan, perempuan lebih berisiko mengalami migrain dibandingkan laki-laki.
Migrain adalah nyeri kepala berulang yang terjadi di satu sisi. Gejala migrain bisa bertambah berat apabila penderitanya melakukan aktivitas fisik intens.
-
Kenapa wanita lebih sering mengalami migrain? Jenis kelamin. Wanita tiga kali lebih mungkin terkena migrain dibandingkan pria.
-
Kenapa wanita lebih rentan terkena migrain? Dr. Restu menjelaskan bahwa serangan migrain pada perempuan memiliki keterkaitan erat dengan hormon. Perubahan hormon estrogen, terutama dalam siklus menstruasi atau selama kehamilan, berperan dalam peningkatan kadar calcitonin gene-related peptide (CGRP), yang bisa memicu serangan migrain.
-
Kapan migrain pada wanita biasanya lebih sering terjadi? Migrain pada perempuan biasanya mulai meningkat pada masa pubertas, memuncak pada masa reproduksi, dan menurun saat memasuki masa menopause. Ini menunjukkan bahwa fluktuasi hormon memiliki pengaruh besar terhadap frekuensi dan intensitas serangan migrain.
-
Kapan Migrain Sering Menyerang? Faktanya, migrain merupakan penyakit neurologi dan menyerang seseorang pada masa puncak kehidupannya, antara usia 30 dan 49 tahun.
-
Kenapa migrain bisa terjadi pada perempuan? Secara umum, migrain lebih sering terjadi pada perempuan karena mereka mengalami perubahan hormon, terutama saat sedang menstruasi.
-
Siapa yang berisiko tinggi terkena migrain? Jika Anda mempunyai salah satu anggota keluarga yang menderita migrain, kemungkinan besar Anda juga akan terkena migrain.
Perempuan Lebih Berisiko Alami Migrain Ketimbang Laki-Laki, Ternyata Ini Penyebabnya
Dokter spesialis neurologi, Restu Susanti mengatakan, perempuan lebih berisiko mengalami migrain dibandingkan laki-laki.
"Perempuan mempunyai peluang untuk menderita migrain tiga sampai empat kali lebih sering dibandingkan pria," kata Restu, Kamis (13/6).
Dia menjelaskan, migrain adalah nyeri kepala berulang yang terjadi di satu sisi. Gejala migrain bisa bertambah berat apabila penderitanya melakukan aktivitas fisik intens.
"Biasanya disertai dengan gejala mual, muntah, ataupun pasiennya merasa sensitif terhadap suara atau cahaya terang," ucap dokter sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ini.
Menurut dia, gejala migrain pada perempuan biasanya terjadi dalam durasi lebih lama serta memiliki risiko kambuh lebih tinggi dan waktu pemulihan lebih lama dibandingkan pada pria.
Restu menjelaskan, serangan migrain pada perempuan memiliki keterkaitan dengan hormon.
Peningkatan hormon estrogen pada perempuan, terutama dalam siklus menstruasi atau kehamilan, berperan dalam peningkatan kadar calcitonin gene-related peptide (CGRP), yang bisa memicu serangan migrain.
"Pada wanita akan terjadi perubahan hormonal mulai dari pubertas, menstruasi, hamil, dan menopause. Dikatakan bahwa pada wanita estrogen memegang peran penting terhadap CGRP sebagai pencetus migrain," jelas Restu.
Menurut dia, intensitas migrain pada perempuan biasanya mulai meningkat pada masa pubertas dan memuncak pada masa reproduksi serta menurun saat perempuan memasuki masa menopause.
Serangan migrain terus-menerus, kata Restu, dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan gangguan emosional yang berujung pada masalah dalam bersosialisasi serta mempengaruhi pengasuhan anak pada penderita yang sudah berkeluarga.
"Apabila hal ini (migrain) terus berlanjut, tentu dampak yang didapatkan adalah penderita yang memiliki anak akan mempengaruhi parenting dan prestasi akademik anaknya," katanya, dikutip dari Antara.
Dia mengemukakan, gejala migrain bisa dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat, yang mencakup olahraga teratur, makan sehat, serta tidur cukup dan teratur.
Selain itu, dia menyampaikan pentingnya menerapkan manajemen stres, membatasi konsumsi kafein, menghindari minuman beralkohol, berhenti merokok, dan minum obat teratur sesuai anjuran dokter dalam upaya mengatasi migrain.