Promosikan Tenun Ikat Kediri Lewat Pagelaran Busana Bertema Jayabaya
Pagelaran busana The 5th Dhoho Street Fashion (DSF) di Kota Kediri menampilkan berbagai pakaian bertema Pride of Jayabaya. Tahun ini, DSF digelar di hutan kota Kediri, Kamis (5/12). DSF merupakan upaya dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri, mempromosikan tenun ikat lokal ke kancah internasional.
Pagelaran busana The 5th Dhoho Street Fashion (DSF) di Kota Kediri menampilkan berbagai pakaian bertema Pride of Jayabaya. Tahun ini, DSF digelar di hutan kota Kediri, Kamis (5/12).
DSF merupakan upaya dari Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Kediri, mempromosikan tenun ikat lokal ke kancah nasional hingga internasional.
-
Apa yang menjadi salah satu ciri khas budaya di Kecamatan Gegesik, Cirebon? Masyarakat Cirebon mengenal Gegesik sebagai salah satu kecamatan yang terletak di sisi barat kota tersebut. Selain identik dengan kuliner Gayamnya, ternyata wilayah ini juga dikenal sebagai pelestari budaya lokal, salah satu yang unik adalah berburu tikus.
-
Apa makna dari budaya mencium tangan di Indonesia? Biasanya, budaya cium tangan atau salim tangan ini dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai tanda hormat dan sopan santun.
-
Kapan Gereja Merah Kediri ditetapkan sebagai cagar budaya? Gereja Immanuel Kediri telah diakui sebagai cagar budaya sejak 2005.
-
Bagaimana Desa Wisata Osing Kemiren menjaga kelestarian budaya? Masyarakat desa ini masih mempertahankan bentuk rumah sebagai bangunan yang memiliki nilai filosofi. Keistimewaan tersebut masih menjaga tradisi-tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang mereka seperti, barong ider bumi, tumpeng sewu, arak-arakan dan seni barong. Masyarakat di Desa Wisata Osing juga hidup berdampingan dengan jiwa gotong royong, tradisi musyawarah yang terus terjaga.
-
Mengapa Gereja Merah Kediri disebut sebagai cagar budaya? Gereja Immanuel Kediri telah diakui sebagai cagar budaya sejak 2005. Penetapan ini berdasarkan SK Menteri No. PM.12/PW.007/MKP/05.
-
Bagaimana Syekh Wasil mendekati masyarakat dalam penyebaran Islam di Kediri? Saat pertama kali datang ke Kediri, Syekh Wasil tidak secara langsung menyebarkan Islam ke masyarakat. Ia menggunakan pendekatan tertentu, yakni memulai dakwahnya dengan mendekati para raja yang saat itu berada dalam masa pemerintahan Prabu Sri Aji Jayabaya.
"Memberi inspirasi bagi masyarakat bahwa tenun bisa disajikan dalam busana yang beragam, tak hanya formal tapi juga kasual, baik laki-laki maupun perempuan," kata Ketua Dekranasda Kota Kediri Ferry Silviana Abu Bakar.
Raja Jayabaya diketahui memerintah kerajaan Kadiri tahun 1135–1157 M. Pada masa inilah slogan yang terkenal Panjalu Jayati atau Kadiri Menang tertuliskan pada Prasasti Hantang.
Prasasti ini sebagai penanda kembalinya Jenggala menjadi bagian dari Kerajaan Kadiri. Panjalu dan Jenggala merupakan wilayah pecahan Kerajaan Kahuripan yang saling berebut kekuasaan usai mangkatnya Raja Airlangga. Selain itu, Jayabaya memberikan warisan berupa ramalan yang terkenal dengan sebutan Jangka Jayabaya. Ramalan-ramalan itu kerap menjadi wacana kekinian.
Bila penggunaan material tenun ikat Kediri semakin banyak, harapannya akan semakin menumbuhkan pasar kain tenun ikat yang diproduksi para perajin tenun di Kelurahan Bandarkidul, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Selanjutnya akan meningkatkan value dari tenun ikat Kediri sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan para penenunnya. Di sisi lain, penenun muda akan tertarik untuk melanjutkan produksi kekayaan wastra Kota Kediri ini.
Dekranasda Kota Kediri mengundang tiga perancang busana bereputasi nasional untuk tampil di DSF yaitu Priyo Oktaviano (24 outfit), Didiet Maulana (24 outfit), dan Samira M. Bafagih (12 outfit).
Selain ketiga desainer tamu di atas, DSF juga akan memberikan kesempatan kepada desainer lokal dan peserta didik SMK Negeri 3 Kediri untuk menampilkan 4 outfit. Desainer lokal terdiri dari Numansa (4 outfit), Azzkasim (5 outfit), dan Luxecesar (4 outfit).
Kepemimpinan Prabu Jayabaya yang bijak dan tegas menginspirasi Priyo Oktaviano membuat koleksi bertema Neon Future Kediri. Dalam koleksinya kali ini Priyo Oktaviano menampilkan karya dengan gaya yang berani namun tetap elegan menggunakan warna-warna kontras dari kain tradisional tenun ikat tenun kediri.
"Saya mencoba memberikan satu influence untuk anak muda kota Kediri agar berani berpakaian dengan motif tenun lokal Kediri yang bisa di-mix and match sehingga menjadi casual, fun, young, dan modern looks yang tidak meninggalkan khasanah budaya lokal," kata Priyo Oktaviano, desainer kelahiran Kota Kediri.
Berdasarkan penelusuran sejarah, kerajinan tenun ikat yang dibuat secara tradisional dengan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) telah ada di Kota Kediri sejak awal era 1900-an. Jejak historis keberadaan wastra lokal ini adalah beberapa lembar kain tenun asal Kediri buatan tahun 1910 yang tersimpan sebagai koleksi Tropenmuseum di Amsterdam, Kerajaan Belanda.
Situasi pasang surut mengiringi perjalanan industri tenun di Kota Kediri. Kebangkitan Tenun Ikat Kediri ditengarai terjadi pada tahun 1950-an, ketika pengusaha keturunan Tionghoa dan Arab mendirikan usaha tenun dengan ATBM. Kemudian sempat menurun ketika diterpa badai politik pada tahun 1965. Banyak pengusaha tenun gulung tikar hingga tinggal beberapa yang bertahan.
Tahun 2016, Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengeluarkan Peraturan Wali Kota Kediri bahwa seluruh ASN Kota Kediri harus mengenakan pakaian kerja berbahan tenun ikat kediri pada hari tertentu. Dari sanalah, permintaan terhadap tenun ikat Kediri meningkat signifikan.
Baca juga:
UNESCO: Borobudur adalah Contoh Paling Hebat dari Harmonisasi Agama
Hikayat Gandalia, Alunan Musik Petani di Banyumas Untuk Menjaga Lahan
Geger Pengakuannya, Ini 10 Potret Agnez Mo Promosikan Budaya Indonesia
Ngobeng, Tradisi Khas Palembang yang Semakin Tergerus Zaman Kekinian
Joki Cilik Pacuan Kuda Beresiko Tinggi, Budaya yang Harus Dikoreksi
Joki Cilik di Lintasan Berkuda, Tradisi atau Eksploitasi?