Respons KPK soal Putusan MK Beri Lampu Hijau Usut Kasus Korupsi Libatkan Prajuti TNI Aktif
Apakah kedepannya akan memperkuat kerjasama untuk pemeriksaan dan lain-lainnya?
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, merespons soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan wewenang lembaga antirasuah mengusut kasus korupsi yang melibatkan militer atau TNI.
Marwata mengatakan, sebetulnya di dalam undang-undang KPK sendiri memberi kewenangan kepada KPK dalam mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, penuntutan yang dilakukan oleh orang sipil dan melibatkan dari anggota TNI.
- Deretan Kekalahan KPK Lawan Tersangka Kasus Korupsi di Sidang Praperadilan
- Respons Menag Usai Dilaporkan ke KPK Atas Dugaan Korupsi Kuota Haji
- Respons KPK soal Menag Yaqut Cholil Dan Wamenag Dilaporkan Dugaan Korupsi Kuota Haji
- Mengintip Setumpuk Berkas Tuntutan SYL, Tebalnya Berlapis Capai 1.576 Halaman
"Sepertinya sudah ada di sana disebutkan itu, mungkin putusan kemarin itu penegasan kali-yah. Jadi kalau dari awal perkaranya ditangani KPK enggak perlu lagi dilimpahkan kan begitu, putusannya seperti itu," kata dia, saat ditemui di acara Pertemuan Pimpinan Lembaga Antikorupsi Negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ke-20 atau ASEAN-PAC, di Sanur, Denpasar, Bali, Selasa (2/12).
"Tapi kalau dari pihak TNI dari awal dia yang kemudian melakukan penyelidikan-penyidikan dari anggota dan staf TNI yang diduga melakukan korupsi dari Puspen TNI sendiri, merekalah yang akan memproses, kan begitu," imbuhnya.
Namun saat ditanya, apakah kedepannya akan memperkuat kerjasama untuk pemeriksaan dan lain-lainnya. Menurutnya, sebetulnya itu juga koordinasi dan itu pasti akan berjalan lebih baik.
"Misalnya ini, TNI anggota aktif biar saya menangani, selama ini kan begitu, dari beberapa case yang melibatkan oknum anggota TNI itu KPK menangani yang sipil saja. Yang anggota aktif ditangani mereka kan begitu, makanya dengan adanya putusan MK kemarin KPK itu tidak wajib menyerahkan," ujarnya.
"Apakah bisa KPK bisa menyerahkan,?. Loh bisa saja, kan begitu kan bisa saja menyerahkan, tetapi tidak ada kewajiban untuk menyerahkan, kan begitu. Kalau sebelumnya kan seolah-olah kalau TNI aktif harus diserahkan, kan begitu, saya pikir itu," lanjutnya.
Kemudian, pihaknya mengaku dengan adanya putusan MK tersebut kedepannya akan melakukan koordinasi dengan melalukan Memorandum of Understanding (MoU),"Iya kita sedang berusaha menjajaki untuk mendatangani MoU, nota kesepahaman seperti itu," jelasnya.
Kendati demikian, pihaknya belum berkoordinasi dengan pihak Puspen TNI setelah keluarnya putusan MK tersebut.
"Setelah putusan ini belum. Sepertinya belum, dari pihak Puspen sendiri kan akan mendalami mempelajari putusan MK sendiri," ujarnya.
Kemudian, saat ditanya apakah dari KPK sendiri akan bertemu dengan Menteri Pertahanan (Menhan) ataupun Panglima TNI. Pihaknya mengaku belum mengetahui hal tersebut.
"Saya tidak tahu yang periode sekarang ini kan tinggal dua minggu, saya tidak tahu apakah akan sempat mungkin nanti kepemimpinan KPK yang baru," ujarnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian tuntutan uji materi Pasal 42 UU KPK sebagaimana telah teregister dengan nomor perkara: 87/PUU-XXI/2023.
Pasal 42 UU KPK berbunyi, "KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum."
MK menyatakan Pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 selama tidak ditambahkan frasa di akhir Pasal.Tambahan frasa tersebut berbunyi, "Sepanjang perkara dimaksud proses penegakan hukumnya ditangani sejak awal atau dimulai/ditemukan oleh KPK."
MK memberi penekanan sepanjang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh unsur sipil dan militer penanganannya sejak awal dilakukan oleh KPK, maka perkara tersebut akan ditangani oleh KPK. Kewenangan itu berlanjut hingga ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Sebaliknya, terhadap perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada peradilan militer yang ditemukan dan dimulai penanganannya oleh lembaga penegak hukum selain KPK, maka tidak ada kewajiban bagi lembaga hukum lain tersebut untuk melimpahkannya kepada KPK," bunyi pertimbangan MK.
Kasus Korupsi Eks Gubernur Kalsel
Di samping lain, Marwata menegaskan mantan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin telah dicegah ke luar negeri.Marwata mengatakan, bahwa Sahbirin Noor telah dicekal untuk ke luar negeri, "Sepertinya sih sudah (dicekal ke luar negeri)," katanya.
Marwata juga menyampaikan, soal keberadaan Sahbirin Noor apakah sudah terlacak keberadaannya hal itu sudah ditindaklanjuti oleh penyidik KPK.
"Nanti penyidiklah itu yang akan menindaklanjuti, tentu ketika penyidik itu memanggil pihak-pihak untuk diperiksa dia pasti punya dasar," katanya.
Kemudian, saat ditanya apakah kedepannya akan melakukan jemput paksa kepada Sahbirin Noor. Ia menerangkan, kalau jemput paksa itu kalau statusnya sudah tersangka dan saat ini statusnya masih saksi.
"Jemput paksa itu mungkin kalau statusnya sudah tersangka, kalau saksi kemarin sudah dua kali panggilan, ya kita tunggu aja tindakan penyidik apa yang pasti akan dilaporkan ke pimpinan. Sejauh ini pimpinan belum mendapatkan informasi apa upaya penyidik untuk menghadirkan yang bersangkutan," ujarnya.