Sejauh mana keterlibatan TNI hadapi aksi teror di Indonesia?
Muradi menegaskan ketiga opsi tersebut harus dibahas dalam Revisi UU Terorisme. "Supaya mereka tidak liar. Konsepnya mereka hanya terlibat ketika High Alert Security," ucapnya.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto meminta agar militer dilibatkan dalam pemberantasan terorisme di dalam negeri. Hal itu ia tuangkan dalam surat yang ditujukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pengamat militer dari Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan bahwa hal itu sah-sah saja jika dilihat dari sisi penegakkan hukum.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Kapan TNI dibentuk secara resmi? Sehingga pada tanggal 3 Juni 1947 Presiden Soekarno mengesahkan secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
-
Kenapa prajurit TNI mengamankan 'penyusup' tersebut? Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Di mana ledakan gudang amunisi TNI terjadi? Lokasi ledakan Gudang Amunisi Daerah (Gudmurad) Desa Ciangsana, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/3) lalu menyisakan pertanyaan.
"Posisi dari UU antiteror dari sisi penegakan hukum sah-sah saja. Posisi TNI adalah komponen pendukung," ujar Muradi saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (29/1).
Muradi menjelaskan posisi TNI di garda terdepan jika negara tengah mengalami ancaman dari luar. "Kalau itu dilakukan, otomatis TNI di depan," tuturnya.
Terkait militer dilibatkan dalam memberantas terorisme di Indonesia, Muradi menilai ada 3 opsi yang bisa dijabarkan dalam undang-undang nantinya.
"Yang pertama mereka (militer) terlibat pada proses ancaman teror yang tidak dalam tinggi. Contohnya dalam fase kontraradikal," jelasnya.
Dalam opsi pertama itu, lanjut Muradi, TNI merumuskan dan menyampaikan data intelijen terkait pergerakan teroris di sejumlah kota. "Mereka mendorong fungsi teritorial. Tapi mereka tidak dalam fungsi aktif. Hanya support," paparnya.
Kemudian, untuk opsi kedua. Muradi mengatakan TNI akan terlibat aktif ketika negara dalam posisi High Alert Security atau ancaman yang bersifat tinggi.
"Contoh ketika di Poso ada pergerseran ancaman dari kriminal luar biasa menjadi lebih besar. Misalnya mereka (teroris) mengambil pemerintahan," tuturnya.
"Nah, fungsi TNI harus terdepan," ucapnya.
Ia menambahkan, untuk opsi ketiga ialah ketika ancaman sudah ditentukan. Kemudian ditentukan pula keduanya baik TNI dan Polri sejauh mana akan terlibat.
"Artinya mereka bersamaan dan ditentukan sejauh mana keterlibatan keduanya," ujarnya.
Muradi menegaskan ketiga opsi tersebut harus dibahas dalam Revisi UU Terorisme. "Supaya mereka tidak liar. Konsepnya mereka hanya terlibat ketika High Alert Security," ucapnya.
"Ketiganya bisa dirumuskan atau terpisah-pisah. Kalau saya condong pada opsi kedua. Tinggal gimana hal-hal yang partisipatif mereka," tuturnya.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dikatakan Muradi mempunyai peran penting.
Ia menilai BNPT yang harus menentukan levelisasi peran TNI dalam pemberantasan terorisme.
"Contohnya kalau ada ancaman yang lebih serius maka levelisasi dilakukan oleh BNPT. Perlu penegasan posisi mereka (TNI) sedang tidak di depan atau ketika high alert security. Siapa yang membatasi, ya BNPT," tutupnya.
(mdk/rhm)