Suara Ironi Petani dari Jambi di Hari Tani: Dikepung Konflik dan Janji Tak Terealisasi
Para Petani kecewakan terhadap Gubernur Jambi yang tidak ada dikantornya.
Ratusan petani yang datang dari 11 kabupaten/kota di Jambi untuk demo di Kantor Gubernur Jambi. Mereka menuntut 10 poin yang selama ini tidak dipenuhi oleh pemerintah.
Bertepatan dengan Hari Tani Nasional, para petani menyampaikan orasinya di halaman Gubernur Jambi. Tampak para petani juga menggunakan topeng para kandidat calon Gubernur Jambi yaitu Al Haris dan Romi Hariyanto.
- Warga Jambi Digegerkan Pasutri Gantung Diri, Polisi Temukan Surat Wasiat Berisi Permintaan Terakhir
- Naik Skuter, Pasangan Petahana Al Haris-Abdullah Sani Daftar Calon Gubernur Jambi ke KPU
- Berhasil Meredam Konflik Politik, Komjen Andap Budhi Dapat Gelar Kolakino Liwu Pancana
- Saat Ngobrol dengan Petani di Magelang, Ganjar Malah Dimintai Uang Oleh Ibu-ibu
Para Petani kecewakan terhadap Gubernur Jambi yang tidak ada dikantornya.
Munawir masyarakat Desa Gambut Jaya menyampaikan, dirinya tinggal di Desa Gambut Jaya, tepatnya Kabupaten Muaro Jambi.
“Kami terus dijanjikan oleh pemerintah untuk dapat lahan pertanian namun malah kami diabaikan oleh pemerintah,”katanya, saat menyampaikan orasinya di halaman Kantor Gubernur Jambi, Selasa (24/9).
Menurut dia, saat ini merasa progam yang selama ini pemerintah berikan kepada masyarakat yang katanya ada lahan perkebunan yang akan dibagi ke masyarakat namun tidak adak.
“Kami minta tolong kepada pemerintah agar diselesaikan persoalan tersebut,” tutupnya.
Selain itu, menurut catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Jambi, sebanyak 17 letusan konflik agraria terjadi di Provinsi Jambi sepanjang tahun 2023, dengan luasan 23.120 hektar yang berdampak langsung terhadap nasib hidup 6.247 ribu kepala keluarga di Jambi.
“Letusan konflik masih didominasi oleh sektor perkebunan dengan 13 letusan konflik, sektor kehutanan dua letusan konflik, serta sektor properti dua letusan konflik,” kata Frandodi, Koordinator KPA Wilayah Jambi, pada Selasa (24/9).
Selamat itu, Direktur WALHI Jambi Abdullah mengatakan alih-alih menjalankan amanat UUPA 1960, pemerintah dan dewan perwakilan rakyat malah mengesahkan Undang- Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Undang-undang ini akan menjadi legitimasi pemerintah untuk memberikan karpet merah kepada para pengusaha merampas tanah rakyat.
“Kedaulatan harus dikembalikan kepada rakyat banyak, selesaikan seluruh persoalan rakyat, tata kuasa atas sumber sumber kehidupan harus diatur ulang, barulah berbicara soal kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,”katanya.
Menurut dia, Hari Tani Nasional (HTN) diperingati pada tanggal 24 September setiap tahunnya, bertepatan dengan hari lahirnya Undang-Undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Lahirnya peraturan ini adalah bukti bahwa tidak boleh ada ketimpangan penguasaan dan peruntukkan hak atas tanah di Indonesia.
"Pemerintah daerah harus serius menjalankan komitmennya untuk menyelesaikan konflik agraria. Karena kasus konflik agraria di Jambi masih tinggi dan belum selesai,bahkan setelah bertahun-tahun,"jelasnya.
Maka dari itu, di dalam momentum memperingati HTN tahun ini, berbagai organisasi ikut demo yaitu KPA Wilayah Jambi, Persatuan Petani Jambi, Eksekutif Daerah Walhi Jambi, Perkumpulan Hijau, AJI Jambi, Rambu House, Lingkar Studi Mahasiswa Marhaenis(LSMM).
Dalam hal ini, ada 10 tuntutan para petani di Jambi yaitu Tolak Bank Tanah, Tolak Proyek Strategis Nasional yang Merugikan Petani, Cabut UU Cipta Kerja,Laksanakan Undang-Undang Pokok Agraria 1960, Segera Sahkan Undang-Undang Masyarakat Adat dan Bebaskan Ibu Dewita,Tindak Tegas Korporasi Pembakar Hutan dan Lahan, Hentikan Kriminalisasi dan Intimidasi terhadap Petani, Buruh, Mahasiswa, Aktivis Agraria dan Aktivis Lingkungan Tolak Tambang di Jambi, Stop Impor Pangan, Berantas Mafia Tanah di Jambi.