Tabrak PP, DPR nilai pembebasan Corby inkonstitusional
"Apakah kepentingan besar itu berkait dengan negara dan rakyat? Patut diragukan," terang Bambang.
Pembebasan bersyarat terhadap gembong narkoba kelas kakap, Schapelle Leight Corby, hingga kini terus menuai polemik. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mempertanyakan pembebasan bersyarat kepada terpidana narkoba asal Australia tersebut.
"Apakah dalam kasus Corby, Permen Nomor 21 Tahun 2013 itu sudah dihadap-hadapkan dengan PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkotika dan terorisme," ujar Bambang kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (11/2).
Anggota Komisi Hukum DPR itu mengaku heran, apakah pembebasan Corby yang didasarkan pada Peraturan Menteri (Permen) Nomor 12 Tahun 2013 itu sudah sesuai dan sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang pengetatan remisi bagi terpidana kasus korupsi, narkotika dan terorisme.
Menurut dia, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin boleh saja berpegang pada Permen Nomor 21 Tahun 2013 yang dibuatnya sendiri. Tetapi, di atas Permen itu, ada PP Nomor 99 Tahun 2012 yang wajib dipatuhi menteri. "Kalau Permen melangkahi PP, tidakkah itu inkonstitusional?," kata Bambang.
"Jangan-jangan, pembebasan bersyarat Corby sengaja tidak mengacu pada PP. Ironis, karena PP itu justru digagas oleh Amir dan Wamenkum HAM Denny Indrayana. Bagaimana bisa mengatakan bermartabat jika tidak konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang dirancangnya sendiri," ujarnya.
Politisi Golkar itu menuding Menkum HAM telah nekat membebaskan Corby dengan hanya bermodalkan Permen dan menabrak PP. Bambang mensinyalir, pasti ada kepentingan besar yang sedang dipertaruhkan pemerintah terhadap pembebasan bersyarat terpidana gembong narkoba itu.
"Apakah kepentingan besar itu berkait dengan negara dan rakyat? Patut diragukan," terang Bambang.