Tidak ada kuburan massal korban 65, alasan pemerintah tak minta maaf
Tim pencari fakta tak menemukan bukti-bukti pembantaian massal yang kerapkali disebutkan beberapa pihak.
Meski sudah menggelar simposium Tragedi 1965, pemerintah tidak akan meminta maaf pada korban peristiwa tersebut. Alasannya, tidak ditemukan kuburan massal yang jadi bukti telah terjadi pembantaian dan pelanggaran berat hak asasi manusia. Tim pencari fakta tak menemukan bukti-bukti pembantaian massal yang kerapkali disebutkan beberapa pihak.
"Tidak benar bahwa kami tidak mungkin minta maaf, yang saya buka kalau ada mass grief (kuburan masal), bisa diidentifikasi dengan jelas, bisa saja peluang untuk melakukan itu. Tapi sampai hari ini, kepada siapa saya mau minta maaf, yang jelas sudah ada enam jenderal TNI yang dibunuh, itu sudah jelas yang lain kan belum ada," kata Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Senin (25/4).
-
Kapan peristiwa G30S/PKI terjadi? Tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965, menjadi salah satu hari paling kelam bagi bangsa Indonesia.
-
Kapan peristiwa G30S PKI terjadi? Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 1975, G30S PKI adalah peristiwa pengkhianatan atau pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965, termasuk gerakan atau kegiatan persiapan serta gerakan kegiatan lanjutannya.
-
Apa tujuan utama dari peristiwa G30S PKI? Terdapat latar belakang dan tujuan tertentu yang berada di balik sejarah G30S PKI yang kelam ini. G30S PKI dilakukan bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan saat itu.
-
Mengapa Soebandrio dianggap terlibat dalam G30S/PKI? Bagi AD, Soebandrio dianggap terlibat PKI, atau setidaknya memberi angin terjadinya G30S.
-
Mengapa Brigjen Soepardjo terbang ke Jakarta jelang G30S/PKI? Jelang Pecahnya G30S/PKI, Soepardjo Mendapat Radiogram: Anak Sakit Dia terbang ke Jakarta. Tak cuma menemui keluarganya, Ternyata Soepardjo juga menemui tokoh-tokoh Gerakan 30 September.
-
Siapa yang memimpin pasukan yang menculik para jenderal pada peristiwa G30S/PKI? Doel Arif mendapat tugas menculik para Jenderal Angkatan Darat di malam kelam itu. Doel Arif menjadi Komandan Pasukan Pasopati dalam Gerakan 30 September.
Saat ini pihaknya menunggu laporan Agus Widjojo, ketua pengarah simposium nasional tragedi 1965. Tim pencari fakta pelanggaran HAM juga masih berjalan untuk melakukan investigasi mendalam. "Nah kalau ada ya silakan kita lihat," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan bahwa pemerintah tak meminta maaf saat simposium nasional tragedi 1965 karena korban pertama Jenderal Ahmad Yani, yang diikuti oleh Jenderal TNI lainnya. Tentara juga menjadi korban meski mereka pelaku tragedi peristiwa 1965.
"Tapi tahu enggak siapa korban pertama? 6 jenderal, jadi jangan mengira bahwa tentara ini (pelaku), korban pertama Pak Yani, dan Sutoyo, DI Panjaitan, lima jenderal. Jadi bagaimana meminta maaf kalau korbannya itu pertama Jenderal. Kita memperingati itu pahlawan dan jenderal itu, seperti itu," kata Jusuf Kalla di Kantornya, Jakarta, Selasa (19/4).
Dia juga menambahkan, penyelesaian tragedi 65 tak bisa melalui jalur hukum karena pemerintah juga menjadi korban pembunuhan.
"Mau diselesaikan bagaimana coba? kita punya salah kan pasti, masyarakat pasti punya salah kan kejadian apapun. tapi anda harus pahami yang mana, siapa yang korban. Bukan hanya pulau buru yang korban, lima jenderal satu malam. pernah ada kejadian di dunia ini nggak? nggak ada kejadian di dunia seperti itu," ucapnya.
(mdk/noe)