Trauma yang Tersisa Seusai Gempa
"Selain getaran, ada juga hal lain yang membuat saya trauma, yaitu suara ledakan. Itu karena sebelum gempa kami mendengar suara ledakan yang sangat keras seperti bom, jadi saya tidak menyangka itu adalah gempa bumi awalnya tapi kemudian terjadi getaran gempa yang sangat keras sekali," kata Ayi.
Sejumlah warga Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat yang menjadi korban gempa bumi memilih mengungsi ke Kabupaten Garut, Jawa Barat. Mereka takut akan terjadi gempa susulan sehingga mengancam keselamatan.
Ayi (50), salah seorang pengungsi asal Kampung Gunung Lanjung, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur bercerita saat ini tinggal dengan nyaman dan tenang di Garut. Sebelum ke Garut, ia sempat tinggal di tenda pengungsian yang ada di sekitar lokasi kejadian.
-
Kenapa Pantai Cemara Cipanglay sempat viral? Sebelumnya, Pantai Cemara Cipanglay sempat viral di media sosial, karena jadi salah satu pantai yang tersembunyi dan belum banyak diketahui masyarakat umum.
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
-
Sampah apa yang membuat viral tumpukan sampah di Kota Baru Jogja? Dalam sebuah video viral yang diunggah akun Instagram @merapi_uncover, tampak tumpukan sampah pada salah satu sudut jalanan Kota Yogyakarta. Tumpukan sampah itu memanjang mencapai 50 meter.
-
Mengapa Kampung Seuseupan di Cianjur viral di media sosial? Sebelumnya, deretan galon di kampung tersebut viral di media sosial usai diunggah oleh warga setempat bernama Tia Novia.
-
Kenapa Situ Cipanten viral di media sosial? Tak ayal, lokasi wisata ini sempat viral di media sosial karena keindahannya, dan didatangi pengunjung dari berbagai daerah.
-
Kenapa Hanum Mega viral belakangan ini? Baru-baru ini nama Hanum Mega tengah menjadi sorotan hingga trending di Twitter lantaran berhasil membongkar bukti perselingkuhan suaminya.
Selama tinggal di tenda tersebut, rasa was-was kerap menghantuinya dan keluarganya karena khawatir terjadi lagi gempa. Apalagi kampung halamannya paling parah terdampak dibanding yang lainnya.
Dia mengatakan, gempa yang terjadi memang memberikan rasa trauma yang cukup mendalam.
"Selain getaran, ada juga hal lain yang membuat saya trauma, yaitu suara ledakan. Itu karena sebelum gempa kami mendengar suara ledakan yang sangat keras seperti bom, jadi saya tidak menyangka itu adalah gempa bumi awalnya tapi kemudian terjadi getaran gempa yang sangat keras sekali," kata Ayi, Jumat (16/12).
Ayi langsung meminta seluruh keluarganya keluar rumah. Termasuk sang adik Ahmad yang merupakan penyandang disabilitas dari dalam rumah.
Suasana hari itu benar-benar panik. Cucunya berusia 4 tahun tertimpa reruntuhan.
"Cucu saya tertimpa reruntuhan bangunan sehingga tulang iganya patah," ungkapnya.
Setelah berhasil keluar dari rumah, Ayi mengaku pasrah dengan kondisi tempat tinggalnya. Meski rumahnya saat itu tidak luluh lantak, namun kondisinya sudah tidak mungkin kembali ditinggali lagi.
Kondisi bangunan di sekitar kampungnya tidak jauh beda. Rumah tetangganya banyak yang hancur dan tidak bisa ditinggali juga.
Ayi bersama keluarganya akhirnya tinggal di tempat pengungsian dengan kondisi yang serba terbatas. Hingga kemudian setelah 12 jam pasca kejadian, ia bersama sejumlah korban gempa di kampungnya dijemput oleh pihak pesantren Limus Bunder, Garut dan kemudian dibawa keluar dari kampung halamannya agar bisa mengungsi dengan aman dan nyaman.
"Saya tidak berpikir dua kali untuk ikut ke Garut. Kami memilih tinggal di Garut daripada harus tinggal di tenda pengungsian. Di sini kondisi kami lebih nyaman dan merasa lebih aman juga," jelasnya.
Bagi Ayi, bertahan di tenda pengungsian bukanlah sesuatu hal yang mudah bahkan cenderung akan lebih repot. Itu karena ia harus mengurus adiknya yang penyandang disabilitas.
"Untuk dapat air bersih bila mau buang air cukup susah," katanya.
Sepengetahuannya, warga Cianjur yang mengungsi di Garut bersamanya ada 25 kepala keluarga, dengan jumlah jiwa lebih dari 100 orang. Mereka tidak tinggal di satu tempat yang sama, ada yang di perumahan, ada juga di rumah yang berada di dua kampung berbeda.
Ayi bersama keluarnya, saat ini tinggal di kawasan perumahan Bumi Malayu asri.
"Di sini ada 7 kepala keluarga dengan jumlah jiwa ada 25 orang. Sisanya ada yang di Kampung Cipepe dan Ciocong," sebutnya.
Sementara itu, Ketua Rukun Warga 10, Desa Mekarwangi, Kecamatan Tarogong Kaler, Garut, Saepuloh membenarkan adanya 25 orang warga korban gempa Cianjur di wilayahnya.
"Sampai sekarang mungkin sudah tinggal selama tiga mingguan," ucapnya.
Sapuloh mengatakan bahwa terkait kehadiran mereka, ia sudah melaporkannya kepada Pemerintah Desa Mekarwangi untuk kemudian diteruskan ke tingkat Kecamatan. Dari 25 orang yang tinggal di wilayahnya, satu di antaranya mengalami luka patah tulang akibat tertimpa reruntuhan rumah saat gempa dan satu penyandang disabilitas.
"Kehadiran mereka di ini karena memang difasilitasi oleh pihak Pesantren Limus Bunder. Keterlibatan pihak pesantren dalam hal ini karena ada korban yang sebelumnya sempat mondok di pesantren itu," jelas Saepuloh.
Baginya dan warga sekitar, diakuinya, kehadiran puluhan korban gempa Cianjur itu tidak memberatkan sama sekali. Yang ada mereka ingin ikut membantu meringankan beban para korban.
"Jujurnya, yang kami khawatirkan itu adanya miss persepsi dari pemerintahan di Cianjur. Tapi mudah-mudahan tidak seperti itu," pungkasnya.
Baca juga:
Memitigasi Bencana, Mencegah Korban
Bocah Korban Gempa Cianjur Tertimpa Puing Selama 3 Hari 2 Malam, Begini Kabarnya
Belajar dari Gempa Cianjur
BNPB: Tidak Ada Korban Jiwa Gempa Cianjur Tidak Terdata
Pulihkan Dampak Psikologis, Anak-Anak Korban Gempa Cianjur Diberi Trauma Healing
Cerita tentang Rifki, Remaja Hilang Ditemukan Tewas Setelah 19 Hari Gempa Cianjur