Wakil wali kota Surabaya tolak rencana Risma tutup Gang Dolly
Wisnu sebagai Ketua DPC PDIP Surabaya akan menggerakkan kadernya untuk menolak rencana Risma menutup Gang Dolly.
Penutupan lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara, Gang Dolly, Surabaya, Jawa Timur pada 19 Juni mendatang atau sebelum bulan Ramadan 2014 tiba, oleh Pemkot Surabaya ditentang keras oleh Wakil Wali Kota Surabaya, Whisnu Sakti Buana. Dia menilai, penutupan lokalisasi yang melegenda di Kota Pahlawan ini, berdampak pada persoalan ekonomi masyarakat di sekitar lokalisasi.
Selama ini, kata Whisnu, masyarakat di sekitar lokalisasi yang didirikan oleh Nonik Belanda yang akrab disapa Tante Dolly pada masa kolonial itu, banyak menggantungkan hidup dari riuh-nya gemerlap lokalisasi, baik itu, buruh cuci, pemilik warung, pengayuh becak, sopir taksi, hingga juru parkir. Dan jika, pada 19 Juni mendatang, Pemkot Surabaya tetap melaksanakan niatnya, maka akan merugikan warga sekitar.
Untuk itu, Whisnu yang juga Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut, meminta Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini untuk segera mengkaji ulang penutupan Gang Dolly dan Jarak.
"Seharusnya, Pemkot bermusyawarah dulu dengan warga setempat jauh hari sebelum penutupan. Pemkot juga harus menawarkan konsep yang jelas agar diterima masyarakat sekitar," ujar wakil wali kota pengganti Bambang Dwi Hartono, yang mundur karena maju sebagai calon gubernur di Pilgub Jawa Timur 2013 lalu itu, Selasa (13/5).
Uang pesangon yang dijanjikan Pemkot Surabaya untuk mucikari dan Pekerja Seks Komersial (PSK), menurut Whisnu kurang efektif. Sebab, pesangon itu bukan solusi.
"Tanggung jawab Pemkot itu menjamin kelangsungan pendapatan warganya. Kalau Dolly ditutup, terus warga dapat penghasilan dari mana? Mereka yang selama ini berjualan rokok, buruh cuci dan atau yang lain, terus mencari nafkah dari mana kalau tempat mereka cari uang ditutup. Harus ada jaminan penghasilan. Jadi tidak perlu ditutup, tapi hanya dibatasi jumlahnya saja," tegas dia.
Tak hanya itu, mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya ini juga meminta Pemkot Surabaya memberi jaminan market kepada para mucikari dan PSK yang telah menerima pelatihan keterampilan. "Artinya, kalau ada PSK yang sudah pandai dalam memasak, karena mendapat pelatihan dari Pemkot, maka harus ada jaminan kalau dagangan mereka laku, saat para PSK ini membuka warung makanan, setelah keluar dari lokalisasi," katanya mengumpamakan.
Kemudian, lanjut dia memberi contoh, ketika ada yang sudah bisa membuat kue, Pemkot Surabaya juga harus bisa memastikan, siapa saja yang akan memesan kue ke para mantan mucikari dan PSK tersebut. "Jangan hanya diberi duit saja, itu tidak mendidik. Menutup lokalisasi itu seharusnya mampu melihat banyak aspek. Kalau tidak dapat melihat banyak persoalan, maka akan muncul prostitusi dalam bentuk lain (prostitusi terselubung)," papar dia.
Bahkan, Wisnu sebagai Ketua DPC PDIP Surabaya, memberi sinyal akan menggerakkan kader-kadernya untuk melakukan penolakan terhadap rencana Risma tersebut. "Ya tentunya kader-kader PDIP juga akan ikut bergerak," tandas dia.
Seperti diketahui, rencana penutupan Gang Dolly dan Jarak di Kota Surabaya ini, bukan satu-satunya yang ditutup oleh Pemkot Surabaya, sebelumnya, lokalisasi Tambak Asri atau Kermil, Moroseneng dan beberapa lokalisasi yang lain di Kota Pahlawan ini, juga sudah ditutup. Bahkan, Gubernur Jawa Timur, Soekarwo juga sangat mendukung rencana Risma ini.