Warga Tanjung Balai minta polemik Meiliana tak gores luka lama
Datmi mengajak semua pihak, tokoh masyarakat, tokoh agama, bahkan juga tokoh nasional, untuk menghormati keputusan pengadilan.
Vonis bersalah yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Meiliana dalam perkara penodaan agama di Tanjung Balai Sumut, menuai polemik. Warga Tanjung Balai pun buka suara dan berharap opini yang muncul tidak menggores luka lama di kota itu.
"Saya khawatir nanti hal-hal yang begini ini bisa menggores luka lama yang ada di Tanjung Balai, dan mengganggu kondisi di Tanjung Balai yang sudah kondusif. Bisa tidak baik bagi masyarakat Tanjung Balai, dan lebih luas lagi masyarakat Indonesia," kata Datmi Irwan, Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Tanjung Balai, Jumat (24/8).
-
Kenapa Diana Nasution pindah agama? Menikah beda anggama hingga tahun 1999, akhirnya Diana memutuskan untuk pindah agama mengikuti kepercayaan sang suami.
-
Kapan Pondok Pesantren Langitan didirikan? Jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni pada tahun 1852, Kiai Muhammad Nur mendirikan pondok pesantren di Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban.
-
Mengapa Stupa Sumberawan penting? Stupa melambangkan nirbana (kebebasan) yang merupakan dasar utama dari seluruh rasa dharma yang diajarkan Guru Agung Buddha Gautama. Nirbana juga menjadi tujuan setiap umat Buddha.
-
Kapan Ganjar Pranowo mengunjungi Pondok Pesantren di Tegal? Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo bersilaturahmi ke Pondok Pesantren Ma'Hadut Tholabah, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (11/1/2024).
-
Apa pesan penting dari Pendiri Masjid Agung Sumenep terkait pelestarian masjid? Pendiri masjid itu meminta sekretaris kerajaan membuat prasasti yang berisi kewajiban bagi penguasa dan pengurusmasjid menjaga kelestarian masjid, dan tidak merusak serta menjual masjid tersebut.
-
Di mana letak Masjid Agung Banten? Masjid Agung Banten menjadi destinasi religi utama yang ada di provinsi tersebut.
Datmi mengajak semua pihak, tokoh masyarakat, tokoh agama, bahkan juga tokoh nasional, untuk menghormati keputusan pengadilan.
"Itu kan sudah produk hukum positif di negara kita. Marilah kita hormati keputusan pengadilan," ucapnya.
Menurut Datmi, keadilan itu bersifat relatif. Kalau Meiliana tidak dihukum, pihak yang merasa dinistakan agamanya akan merasa vonis itu tidak adil. Begitu pula sebaliknya, Meliana yang mendapat hukuman tentu merasa tidak mendapat ketidakadilan karena dijatuhi hukuman.
Namun, karena kasus itu telah dibawa ke ranah hukum, semua pihak harus menghormati putusan pengadilan. "Janganlah ditarik-tarik ke sana sini, ke ranah politik. Kita kesannya tidak dewasa menyikapi satu masalah," ucapnya.
Pihak yang tidak dapat menerima putusan PN Medan dapat menempuh upaya banding. Artinya, lanjut dia, semua dijalankan sesuai porsi dan jalurnya.
Kalau nanti Meiliana dibebaskan, tetap masih ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Apapun nanti putusan akhirnya, harus dipatuhi bersama.
Namun, kondisi yang terjadi saat ini justru ada upaya membangun opini di luar lembaga peradilan. "Tokoh-tokoh yang secara nasional, kadang mereka tidak mengerti yang terjadi di Tanjung Balai langsung komentar, padahal mereka tidak memahami," ucap Datmi.
Dia berharap, semua pihak tidak mudah berkomentar hanya berdasarkan teks tertulis mengenai kejadian itu. Perasaan, latar belakang, intonasi, mimik wajah saat penyampaian protes suara azan tidak bisa serta-merta tertuang dalam teks yang beredar soal peristiwa itu. "Kalau disampaikan secara santun, saya yakin tidak akan ada masalah. Kenapa itu terjadi, tentu karena ada perasaan, intonasi dan mimik wajah merendahkan. Tentu ada yang disampaikan Meliana itu yang menyinggung perasaan," sebut Datmi.
Mengenai petisi yang digalang untuk membebaskan Meiliana, menurut Datmi, hal itu sah-sah saja sebagai kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. "Tapi kalau menggugat putusan pengadilan itu harus melalui jalur hukum. Jangan melalui opini-opini, karena bisa berakibat tidak baik. Nanti yang lain juga beropini.
Itu yang membuat masyarakat terpecah. Saya kira itu tidak bijaksana," ucapnya. "Apa guna kita berhukum kalau opini yang merajalela?" lanjutnya.
Seperti diberitakan, Meiliana dinyatakan bersalah melakukan penodaan agama di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan menjatuhinya hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Perkara ini sendiri berawal dari protes perempuan ini terhadap suara azan yang dinilainya terlalu keras. Peristiwa itu pun diikuti kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai.
Baca juga:
PSI harap Meiliana bebas dari vonis penistaan agama
Wapres nilai Meiliana tak seharusnya dipidana jika minta volume masjid tak kencang
Kasus Meiliana, masyarakat jangan mudah terprovokasi dan hormati toleransi
Begini aturan volume pengeras suara masjid di 6 negara, termasuk Indonesia
Pimpinan Komisi VIII DPR nilai kasus Meiliana tak masuk penistaan agama
Prihatin, Fahri Hamzah harap Meiliana melakukan banding
Muhammadiyah hormati putusan kasus Meiliana, kalau tak puas silakan banding