Waspadai Kelompok Tebar Hasutan & Kebohongan saat Ada Demonstrasi di Berbagai Daerah
Situasi panas yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu
Langkah DPR membahas RUU Pilkada menuai protes hingga terjadi gelombang demonstrasi di sejumlah daerah. Situasi yang memanas membuat DPR akhirnya membatalkan pengesahan di Rapat Paripurna.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan gesekan yang terjadi di ruang publik berpotensi disusupi agenda politik tertentu. Adanya reaksi menunjukan masyarakat semakin dewasa dalam bernegara karena ikut mengawasi pembuatan kebijakan.
- Sebarkan Pesan Damai Usai Pilkada Serentak, Jangan Ada Saling Hujat di Masyarakat
- Waspadai Kelompok Tebar Narasi Kebencian buat Ciptakan Kegaduhan di Tanah Air
- Polisi Bubarkan Paksa Demonstran, Semprotkan Water Cannon Hingga Tembakkan Gas Air Mata ke Arah Massa
- Waspadai Gerakan Kelompok Terlarang, Buat Kegiatan Tarik Generasi Muda
"Memang dari kejadian demo RUU Pilkada lalu tidak terdengar adanya seruan gerakan khilafah, tetapi dari pernyataan dan cara sebagian pihak mengutarakan pendapatnya di media sosial ada yang mengarah ke sana," ujar Trubus di Jakarta, Rabu (28/8).
Trubus mengaku memantau sejumlah akun di media sosial yang memanaskan situasi dikala demonstrasi terjadi depan gedung DPR. "Sebagian pernyataan saya temukan berbau hasutan, provokasi, penghinaan, pencemaran nama baik, hingga mengarah kepada adu domba antar-kelompok masyarakat," tuturnya.
"Ini semua dilakukan dengan memanfaatkan kejadian yang ada, dibumbui oleh kebohongan atau hoaks. Arahnya itu adalah membenturkan antara masyarakat dengan aparat penegak hukum," tambahnya.
Penggiringan opini, kata Trubus, sudah sampai pada narasi bahwa TNI dan Polri dua entitas yang berseberangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini menambahkan, walaupun demo RUU Pilkada diwarnai kericuhan, keutuhan dan kestabilan Indonesia sebagai suatu negara berdaulat patut disyukuri.
"Demo kemarin memang terjadi di banyak tempat, tapi agenda besarnya sebenarnya lebih kepada kepentingan politik dan ketidakpuasan masyarakat atas keputusan legislatif. Bahwa ada tendensi nepotisme dalam skala yang lebih besar yang dikhawatirkan akan mencederai demokrasi. Itu yang akhirnya menggerakkan banyak pendemo melakukan aksi," terangnya.
Dia juga menyoroti politik identitas, khususnya yang memanfaatkan agama untuk penggiringan opini tidak mendapatkan panggung sebesar di tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, partai-partai yang selama ini mengusung politik identitas pun mulai ditinggalkan para pendukungnya.
"Saya berharap masyarakat Indonesia semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu primordialisme dan sektarianisme, serta menjauhi anarkisme dalam menyatakan pendapatnya," pungkasnya.