Bahlil: Tolak Gibran Maju Cawapres Justru Tidak Demokrasi
Sikap sejumlah akademisi kampus merupakan bagian dari dinamika penyelenggaraan demokrasi.
Sikap sejumlah akademisi kampus merupakan bagian dari dinamika penyelenggaraan demokrasi.
- Bahlil Respons Sejumlah Ormas Keagamaan Tolak Jatah Kelola Tambang: Kita Enggak Boleh Maksa
- Usai dari KPU, Gibran Berencana Temui Paslon Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud
- Namanya Diseret Saat Sidang Sengketa Pilpres di MK, Bahlil: Saya Cuti Saat Dampingi Mas Gibran
- MK Tolak Gugatan Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar Terkait Syarat Usia Capres-Cawapres
Bahlil: Tolak Gibran Maju Cawapres Justru Tidak Demokrasi
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menanggapi petisi dari sejumlah universitas yang mengkritisi pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas indikasi ketidakpatutan dalam bernegara, pelanggaran etika, hingga pencederaan nilai-nilai demokrasi dan ketidaknetralan pemimpin negara.
“Ya itu juga hak politik, itu bagian dari demokrasi, jadi demokrasi itu menghargai setiap pendapat orang untuk menyampaikan pendapatnya selama masih dalam koridor hukum,” tutur Bahlil kepada wartawan, Senin (5/2).
“Menurut saya berlebihan juga kalau kita mengatakan bahwa seolah-olah majunya Mas Gibran tidak demokrasi. Justru yang mengatakan itu tidak demokrasi. Itu kan hak politik, dia kan warga negara, selama memenuhi syarat dan undang-undang apa yang harus dipersoalkan?” sambungnya.
Meski begitu, Bahlil melihat sikap sejumlah akademisi kampus merupakan bagian dari dinamika penyelenggaraan demokrasi.
“Saya melihat ruang-ruang itu juga harus dimaknai sebagai bagian dari proses ekspresi untuk menyampaikan pendapat orang. Jadi kita hargai saja, enggak ada masalah,” ujar Bahlil.
Kondisi politik beberapa waktu terakhir di Indonesia membuat beberapa universitas di Yogyakarta mengeluarkan sikap hingga petisi. Guru Besar Fakultas Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Koentjoro bersama puluhan Guru Besar, akademisi, alumni dan aktivis BEM KM UGM membacakan Petisi Bulaksumur tentang tindakan sejumlah penyelenggara negara yang menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial.
Selain ada Petisi Bulaksumur kampus dari Universitas Islam Indonesia juga menyatakan sikap terkait kondisi politik saat ini. Fathul Wahid Rektor UII dalam pernyataan sikap civitas academica UII menyebut jika Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi.
Selain UGM dengan Petisi Bulaksumur dan pernyataan sikap UII ini, beberapa aksi serupa juga dilakukan oleh beberapa kampus di Indonesia menyikapi kondisi politik di Indonesia saat ini.