Polisi Pastikan Isu 'Gerakan Mirip 1998' Hoaks
Sebuah pesan berantai menyebar di WhatsApp berisi akan ada gerakan-gerakan yang mirip dengan situasi tahun 1998. Pihak kepolisian menegaskan informasi tersebut hoaks.
Sebuah pesan berantai menyebar di WhatsApp berisi akan ada gerakan-gerakan yang mirip dengan situasi tahun 1998. Pihak kepolisian menegaskan informasi tersebut hoaks.
"Itu Hoaks. Saya sudah buat gambar dengan diberikan stempel hoaks. Nanti saya kasih gambarnya," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kamis (18/4).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
-
Apa yang diklaim oleh berita hoaks tentang huruf Y? "Huruf 'Y' akan dihapus dari Alfabet", judul artikel tersebut.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
Dedi menjelaskan, Direktorat Siber Bareskrim Mabes Polri sejak Rabu, 17 April pukul 21.00 WIB hingga Kamis, 18 April pukul 08.00 WIB, melakukan penelusuran. Hasilnya, informasi provokatif mengalami peningkatan sekitar hampir 40 persen. Antara lain ajakan untuk berbuat onar, melakukan aksi, dan ajakan melakukan kerusuhan.
"Banyak sekali memang akun-akun tersebut menyebarkan konten-konten berupa narasi, foto, video, suara yang bersifat provokatif. Secara garis besar mengajak masyarakat," ungkap Dedi.
Dedi menduga informasi tersebut beredar setelah lembaga hitung cepat merilis hasil perhitungan suara pileg dan pilpres.
"Memang kita melihat trennya setelah ada hasil hitung cepat. Itu langsung trennya meningkat sampai pagi ini banyak sekali video viral baik di youtube, instagram, facebook maupun di sebar di WhatsApp Grup. Itu sedang kita monitor," ucap Dedi.
Seperti diketahui, beredar informasi yang tak jelas sumbernya mengenai akan adanya demonstrasi seperti tahun 1998. Si penyebar info menyebutkan alasan demonstrasi ini karena kekecewaan pendukung paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno atas hasil hitung cepat perolehan suara Pilpres 2019.
Reporter: Ady Anugrahadi
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Bawaslu Terima Ribuan Aduan Dugaan Pelanggaran Pemilu 2019
KPU Akui Alami Kendala Distribusi Logistik Pemilu 2019
Bawaslu Kaji Kasus Luhut Panjaitan Beri Amplop ke Kiai
Quick Count Charta Politika: Jokowi Unggul dari Prabowo, Selisih 8,64 Persen
Pasca Quick Count, Konten Provokatif Menjamur di Media Sosial