PPATK cium dana asing, Ruhut dukung revisi UU Terorisme
"Jangan karena orang merasa dirinya belum kena jadi gimana," ujar Ruhut.
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan adanya dana asing mengalir ke Indonesia. Diduga hal itu terkait pendanaan terorisme bagi kelompok-kelompok yang ada di tanah air.
Menurut Anggota Komisi III DPR, Ruhut Sitompul, pengawasan dana asing yang masuk harus menjadi bagian dari revisi UU No. 15 tahun 2003 tentang terorisme.
-
Kapan semut berevolusi? Lebih dari itu, semut berhasil melakukan semua ini tanpa adanya bentuk pemerintahan atau kepemimpinan langsung, tetapi mereka telah bertahan jauh lebih lama dan jauh lebih berhasil daripada spesies lain yang berevolusi sekitar 140 hingga 168 juta tahun yang lalu.
-
Apa yang terjadi pada rombongan pesepeda di Jalan Jenderal Sudirman? Rombongan pesepeda ditabrak oleh pengendara motor trail merek Kawasaki KLX 150 dengan pelat nomor B 3700 PCY di jalur sepeda kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat pada Sabtu (22/7) kemarin.
-
Apa yang dilakukan Soeharto saat rombongan presiden akan melintasi Jalan Tol Semanggi? Di tol Semanggi, tiba-tiba Soeharto menepuk pundak ajudannya, Kolonel Wiranto. "Wiranto, Beri Tahu Polisi itu Kendaraan di Jalan Tol, Tidak Perlu Dihentikan." Mereka itu membayar untuk jalan bebas hambatan, bukan malah disetop gara-gara presiden mau lewat," kata Soeharto. "Kalau Mereka Dibiarkan Jalan Pelan-Pelan kan Tidak Mengganggu Rombongan."
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kapan Sumatra Thawalib resmi didirikan? Pada tahun 1918, nama Koperasi Pelajar berubah menjadi Sumatra Thawalib yang dicanangkan oleh Ichwan, El Yunusy, Jalaluddin Thalib, dan Inyiak Mandua Basa pada tahun 1919.
-
Apa yang terjadi selama Revolusi Sosial di Sumatra Timur? Revolusi Sosial di Sumatra Timur yang bukan lagi melulu soal kesultanan maupun orang Melayu. Siapapun bisa memiliki kekuasaan penuh atas tanah yang mereka miliki.
"Menurut saya pemerintah sudah cukup baik dan saya rasa revisi UU Terorisme itu perlu," ujar Ruhut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/1).
Menurutnya, selain perketat mengawasi aliran uang dalam revisi UU tersebut, revisi UU Terorisme ditujukan bagi keluarga korban yang telah ditinggalkan.
"Saya rasa kita sudah mengalami. Jangan karena orang merasa dirinya belum kena jadi gimana. Bagaimana orang yang tidak tahu apa-apa jadi kena. Kita lihat bagaimana keluarga satpam, polisi," pungkas dia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, pihaknya menemukan adanya aliran dana asing untuk membiayai aksi teror di Indonesia. Menurut Yusuf, modus dan cara alirannya bermacam-macam.
"Yang kita temukan memang ada aliran dana dari luar negeri, seorang oknum dari negeri tetangga dari daerah selatan, dia bawa duit ke rekening dia di Indonesia, transfer dan kepada istrinya juga. Dan di antara uang itu, ada yang dikirim ke yayasan, nah konteks yayasan itu kita enggak clear, apakah sedekah atau bantuan. Dari yayasan dikirim kepada oknum yang berangkat ke daerah konflik," kata Yusuf di Istana, Jakarta, Senin (18/1).
Yusuf enggan membeberkan siapa oknum dan yayasan yang menerima aliran dana mencurigakan tersebut. Termasuk, dia juga enggan membuka sumber dana tersebut berasal dari mana.
Selanjutnya, tambah dia, ada juga modus transfer dana yang mencurigakan dikirim kepada seseorang. Setelah ditelusuri dan dikonsultasikan dengan Densus 88, ternyata orang tersebut mentransfer uangnya kepada pemasok senjata di Filipina.
"Kedua, ada juga uang dikirim pada H inisialnya, orang ini setelah kita konsultasikan ke Densus, dia mengirim pada pemasok senjata di Filipina. Jadi omongan Menko Polhukam itu linked dengan apa yang kita temukan," jelasnya.
Adapun besaran dana transfer, Yusuf mengakui, nominalnya bermacam-macam. Namun demikian, transaksi atau aliran dana tersebut terjadi pada tahun 2015 akhir.
"Kalau pada oknum yang berangkat ke daerah konflik itu, sepertinya sekadar ongkos ya, sekitar di bawah Rp 10 juta tapi kalau pada inisial H itu puluhan juta juga, konteksnya untuk beli senjata, cuma yang sulit itu mreka kan sempet pake cash jadi enggak sempet transfer nah ini susah dilacak," jelas Yusuf.
"Jadi kita berharap banyak bahwa perlu ada pertama regulasi pengawasan temuan uang tunai, satu lagi perlu juga pembatasan transaksi tunai. Ketiga kita juga menekankan tiap pemberi jasa keuangan termasuk jasa pengiriman uang lebih ketat lagi KYC," tandasnya.
(mdk/rhm)