Tengah Ramai Dibahas, Ini Penjelasan IDAI Terkait Olahan ASI Perah menjadi Bubuk
Perubahan ASI menjadi bentuk bubuk saat ini tengah ramai. Ketahui panduan dan pendapat IDAI terkait hal ini.
Perubahan ASI menjadi bentuk bubuk saat ini tengah ramai. Ketahui panduan dan pendapat IDAI terkait hal ini.
-
Apa saja alasan ibu memberikan ASI campur susu formula? Pemberian ASI campur susu formula dapat dipertimbangkan dalam beberapa kondisi tertentu, termasuk ketika ibu mengalami masalah menyusui, produksi ASI kurang, berat badan bayi rendah, atau saat ibu tidak berada di rumah.
-
Apa yang terjadi pada ASI ketika ibu mengonsumsi makanan pedas? Penelitian menunjukkan bahwa makanan pedas tidak berbahaya bagi bayi. Sebaliknya, makanan pedas hanya memengaruhi rasa ASI, yang kadang dapat memperkenalkan variasi rasa kepada bayi.
-
Di mana ibu tikus dan anaknya mengobrol? Pada suatu hari, seorang ibu bersama anaknya dari bangsa tikus sedang asik mengobrol di atas selokan.
-
Kapan ibu harus rajin memerah ASI? Untuk mendapatkan ASI berkualitas, dr. Tiwi menyarankan agar ibu menyusui rajin memerah ASI, terutama pada awal-awal kelahiran bayi.
-
Apa yang dilakukan anak tersebut kepada ibunya? Korban bernama Sufni (74) warga Jalan Nelayan Kelurahan Sri Meranti Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru. Sedangkan pelaku Hendri (52), dan istrinya N (51). Setelah mendapat video tersebut Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bery Juana Putra bersama anak buahnya langsung datang ke rumah pelaku.
-
Kenapa ibu memilih untuk memberikan ASI campur susu formula? Ibu menyusui seringkali dihadapkan pada pilihan sulit antara memberikan ASI atau susu formula untuk bayi mereka. Beberapa ibu memilih untuk mencampur ASI dengan susu formula (sufor) dengan alasan tertentu.
Tengah Ramai Dibahas, Ini Penjelasan IDAI Terkait Olahan ASI Perah menjadi Bubuk
Pemberian air susu ibu (ASI) baik dengan menyusui langsung atau memerah merupakan dua metode yang biasa digunakan. Saat ini, tengah ramai dibahas mengenai satu teknik lagi yaitu pembekuan ASI.
Belakangan ini, metode pembekuan ASI dan konversinya menjadi bubuk, yang dikenal sebagai freeze-drying atau lyophilization telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan di kalangan masyarakat, terutama di media sosial.
Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk memperpanjang umur simpan ASI dari 6 bulan menjadi 3 tahun dalam freezer, dengan alasan efisiensi penyimpanan dan kenyamanan bagi ibu yang ingin terus memberikan ASI di luar masa cuti melahirkan.
- Mencicipi Pekasam, Olahan Fermentasi Ikan Air Tawar dengan Cita Rasa Asam yang Menggugah Selera
- Pasteurisasi Adalah Teknik Sterilisasi Produk Makanan atau Minuman, Berikut Penjelasannya
- Berapa Kadar Ambang Batas Bromat di Air Minum Dalam Kemasan? Begini Efeknya Bagi Tubuh
- Cara Alami Usir Kecoak, Cuma Pakai 2 Bahan Dapur
Ketua Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR Dr. Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, Sp.A(K), menyampaikan pandangan terkait metode ini. Dia mengemukakan bahwa proses freeze-drying, yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan air, dapat berdampak pada rasa dan kualitas ASI.
Namun, hingga saat ini, belum ada bukti penelitian yang memadai untuk menentukan apakah ASI yang dihasilkan melalui proses freeze-drying memiliki kandungan nutrisi yang tepat untuk bayi, termasuk zat aktif yang penting untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi.
“Tanpa bukti penelitian yang memadai, hingga saat ini belum jelas apakah freeze-dryed ASI memiliki rasio protein, lemak, karbohidrat yang tepat sebagai sumber nutrisi penting yang dibutuhkan bayi, berikut zat aktif untuk kekebalan tubuh dan tumbuh kembang bayi,” kata Dr. Naomi dilansir dari Antara.
Proses freeze-drying melibatkan pembekuan ASI pada suhu ekstrim -50 Celsius selama beberapa jam, diikuti dengan mengubah ASI beku menjadi bubuk menggunakan teknik sublimasi. Hal ini menghasilkan susu bubuk yang dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama.
Namun demikian, proses pembekuan ASI konvensional yang sering dilakukan di rumah juga telah terbukti dapat menyebabkan perubahan fisik pada komponen utama ASI, seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, serta penurunan komposisi faktor bioaktif protein seiring dengan lamanya penyimpanan beku.
Salah satu kekhawatiran terkait penggunaan metode freeze-drying adalah tidak melalui proses pasteurisasi, yang bertujuan untuk membunuh bakteri berbahaya. Meskipun pasteurisasi dihindari untuk menjaga probiotik penting dalam ASI, hal ini meninggalkan risiko kontaminasi yang perlu diwaspadai, terutama saat air ditambahkan pada bubuk freeze-dried ASI sebelum dikonsumsi bayi.
“Menyusui dan memerah ASI untuk bayi mungkin terasa melelahkan, dan dapat dimengerti bila ibu ingin mencari cara termudah untuk memastikan bayi tetap memperoleh ASI. Menyusui langsung dari payudara ibu sangat direkomendasikan agar dapat terjalin kontak erat antara ibu dan bayi, menumbuhkan rasa aman dan meningkatkan ikatan orangtua-anak. Menyusui bukan sekadar memberikan ASI,” ujar Dr Naomi.
Oleh karena itu, menyusui tidak hanya sebatas memberikan nutrisi ASI, tetapi juga menciptakan hubungan yang mendalam antara ibu dan bayi.
Meskipun metode freeze-drying merupakan temuan relatif baru, namun belum ada bukti ilmiah yang memadai untuk mendukung penggunaannya. Sampai saat ini, tidak ada aturan atau rekomendasi resmi dari organisasi kesehatan seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), American Academy of Pediatrics (AAP), atau Food and Drug Administration (FDA) terkait penggunaan metode ini.
Oleh karena itu, Satgas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam mempromosikan atau menggunakan freeze-dried ASI, terutama bagi bayi dengan kondisi medis tertentu seperti bayi prematur atau bayi dengan gangguan kekebalan tubuh atau penyakit kronis.