Kenali Apa Itu Post-Power Syndrome dan Mengapa Seseorang Mengalaminya Setelah Pensiun
Post-power syndrome bisa dialami oleh seseorang setelah sebelumnya memegang jabatan menjadi berhenti bekerja.
Pensiun seharusnya menjadi fase kehidupan yang menenangkan, penuh kebebasan dari beban pekerjaan. Namun, bagi sebagian orang, masa ini justru menjadi saat yang penuh tantangan.
Salah satu fenomena yang sering kali menyertai masa purnabakti adalah post-power syndrome, sebuah kondisi psikologis yang muncul akibat kehilangan aktivitas dan peran signifikan yang sebelumnya dipegang selama bertahun-tahun. Perubahan yang terjadi dari memegang kekuasaan menjadi seseorang tanpa gelar dan jabatan bisa membuat seseorang merasa hidupnya hampa.
-
Apa saja gangguan mental yang bisa dialami lansia? Gangguan mental pada lansia memiliki berbagai jenis, di antaranya adalah: 1. Depresi 2. Gangguan Kecemasan 3. Bipolar Disorder 4. Skizofrenia
-
Kenapa gangguan mental pada lansia perlu ditangani? Gangguan mental pada lansia, jika tidak diobati, dapat menyebabkan komplikasi seperti penurunan kualitas hidup, masalah kesehatan fisik, dan bahkan risiko percobaan bunuh diri.
-
Bagaimana cara mengatasi gangguan mental pada lansia? Pengobatan melibatkan penggunaan obat-obatan seperti antidepresan, antipsikotik, dan antikecemasan, serta terapi psikologis.
-
Apa saja penyakit yang sering dialami lansia? Oleh karena itu, penting untuk mengetahui beberapa penyakit yang sering dialami oleh lansia, seperti yang dilaporkan oleh VerywellHealth pada Senin (9/9/2024). 1. Penyakit Kardiovaskular Orang-orang yang berusia lanjut rentan terhadap penyakit dalam, termasuk kardiovaskular. Penyakit ini dapat muncul dalam bentuk serangan jantung, kanker, dan gangguan paru-paru, yang semuanya berisiko mengancam nyawa.
-
Apa yang dimaksud dengan 'mental lemah'? Cara mudah melatih mental lemah yang pertama adalah dengan membuat tujuan yang masuk akal.
-
Mengapa lansia sering mengalami masalah tidur? “Penuaan tidak berarti kita jadi hanya membutuhkan sedikit tidur,” terang Abhinav Singh, MD dari National Sleep Foundation, dilansir dari Livestrong. “Walau menua, tidur yang kita butuhkan tetap konsisten,” tambahnya.
Post-power syndrome adalah kondisi emosional yang sering dialami oleh mereka yang kehilangan kekuasaan atau jabatan, biasanya setelah pensiun. Mereka yang mengalaminya merasa kehilangan jati diri, karena selama ini aktivitas dan peran mereka memberikan rasa harga diri dan kepuasan.
“Power dalam post-power syndrome bukan diartikan sebagai kekuasaan maupun pekerjaan, melainkan dikonotasikan sebagai sosok yang tadinya aktif, banyak kegiatan, mendadak hilang semua sehingga timbul ketidaknyamanan," jelas Alek Gugi Gustaman, SKM dari RS Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Saat memasuki masa pensiun, banyak individu yang tidak siap menghadapi perubahan signifikan dalam hidup mereka, terutama terkait dengan hilangnya kekuasaan, harta, atau kegiatan yang sebelumnya mendominasi hidup mereka. Hal ini bisa membuat seseorang terus-menerus membayangkan pencapaian masa lalu dan membandingkannya dengan kehidupan sekarang yang lebih sepi, yang dapat menurunkan rasa percaya diri dan memicu depresi.
Seiring berjalannya waktu, perasaan kehilangan ini dapat berkembang menjadi reaksi negatif terhadap realitas baru mereka. Menurut Suadirman, sindrom ini biasanya muncul ketika seseorang tidak mampu berpikir realistis atau menerima kenyataan bahwa jabatan atau kekuasaan yang dulu dimiliki sudah berakhir. Hal ini dapat memicu perasaan minder, hilangnya motivasi, dan bahkan kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial.
Gejala Post-Power Syndrome
Post-power syndrome menampakkan diri melalui gejala fisik, emosional, dan perilaku. Secara fisik, penderita sering kali terlihat kurang segar, lebih rentan terhadap penyakit, dan tampak kurang ceria. Secara emosional, mereka mudah tersinggung, sering merasa sedih, bingung, dan mengalami rasa takut akan masa depan. Gejala perilaku juga kerap terlihat, seperti cenderung menyendiri, malu bertemu orang, atau bahkan terus-menerus membanggakan prestasi karir masa lalu.
Gejala-gejala ini bisa berkembang seiring dengan ketidakmampuan untuk beradaptasi dengan kehilangan kekuasaan dan perubahan status. Beberapa orang mungkin menjadi agresif atau mudah tersinggung ketika merasa tidak dihargai, sementara yang lain merasa cemas atau hampa. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat memengaruhi keseimbangan mental seseorang dan merugikan bukan hanya dirinya sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitarnya.
Mengapa Post-Power Syndrome Terjadi Setelah Pensiun?
Pensiun sering kali membawa perubahan besar dalam kehidupan seseorang, baik secara finansial, sosial, maupun emosional. Banyak orang yang menganggap pekerjaan sebagai bagian integral dari identitas mereka, sumber kepuasan diri, atau kesempatan untuk bersosialisasi dan mengasah kemampuan berpikir. Ketika pekerjaan ini hilang, hilang pula struktur dan makna hidup yang selama ini mereka jalani. Hilangnya jabatan dan kekuasaan sering kali diikuti oleh rasa kehilangan kendali atas kehidupan, yang memicu kecemasan dan kegelisahan.
Bagi sebagian orang, pensiun menjadi momen di mana mereka merasa tidak lagi "dibutuhkan" atau kehilangan peran yang membuat mereka merasa penting. Kehidupan yang tiba-tiba berubah menjadi lebih tenang dan sepi sering kali memicu perasaan hampa dan depresi. Perasaan ini semakin diperburuk jika pensiun datang tiba-tiba atau tidak direncanakan dengan baik, sehingga mereka tidak siap untuk menghadapinya.
Wardhani menambahkan bahwa meskipun post-power syndrome hampir selalu dialami oleh orang yang pensiun, ada juga yang berhasil melalui fase ini dengan cepat dan menerima kenyataan baru mereka dengan lapang dada. Namun, pada kasus tertentu, jika pensiun ini dipaksakan atau tidak terjadi atas kesadaran sendiri, risiko mengalami sindrom ini akan semakin besar.
Cara Mencegah dan Mengatasi Post-Power Syndrome
Mencegah post-power syndrome sebaiknya dimulai sebelum memasuki masa pensiun. Mulai mengurangi beban kerja secara bertahap, mengembangkan keterampilan baru, serta merencanakan aktivitas untuk masa pensiun adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan.
Menurut Cahyaningrum (2018), menjaga hubungan baik dengan keluarga, teman, atau tetangga juga penting untuk menjaga keseimbangan mental selama masa pensiun. Melibatkan diri dalam komunitas atau kegiatan sosial, baik yang bersifat keagamaan maupun berbasis hobi, bisa menjadi solusi untuk mengatasi kesepian dan membantu menemukan makna baru dalam kehidupan.
Selain itu, penting bagi individu yang akan pensiun untuk mempersiapkan rencana finansial dan kegiatan yang dapat tetap membuat mereka aktif. Membangun usaha kecil atau menjelajahi minat baru adalah cara-cara yang dapat memberikan rasa pencapaian dan menjaga mereka tetap terlibat dalam kehidupan sosial.
Keluarga dan orang-orang terdekat juga memainkan peran penting dalam mencegah terjadinya post-power syndrome. Dukungan moral dari keluarga dapat membantu seseorang menyesuaikan diri dengan kondisi baru mereka setelah pensiun. Pada akhirnya, pensiun adalah bagian alami dari siklus kehidupan